MAKALAH
SISTEM REPRODUKSI II
RADIOTERAPI
UNTUK PASIEN KANKER
SALURAN
REPRODUKSI
Fitri
Lailiyah (121.0039)
Lailatul
Hidayah (121.0055)
Neli
Rosidawilda (121.0069)
Zulfikar
Albaits (121.0113)
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak ditemukannya
sinar X lebih dari 100 tahun yang lampau oleh Wilhem Conrad Roentgen dan
dikenalnya sifat radio aktivitas oleh Marie Curie dan Henri Becquerel,
penggunaan radiasi sebagai salah satu modalitas pengobatan penyakit kanker
telah berkembang dengan pesatnya. Perkembangan ini ditopang oleh majunya
teknologi dewasa ini dan makin berkembangnya ilmu dasar terutama dibidang
biologi molekuler. Aplikasi radiasi pada pengobatan penyakit kanker yang
berlandaskan pada aspek-aspek onkologi saat ini lebih diterima dengan
terminologi Radiasi Onkologi (Radiation Oncology). Bersama-sama dengan Bedah
Onkologi dan pengobatan kemoterapi, radioterapi telah berhasil meningkatkan
angka kesembuhan penyakit kanker.
Dalam terapi radiasi, radiasi ionisasi digunakan
untuk menganggu pertumbuhan seluler. Sekitar setengah dari pasien dengan kanker
menerima suatu bentuk radiasi pada suatu ketika dalam perjalanan pengobatan.
Radiasi mungkin digunakan sebagai suatu cara menyembuhkan seperti kanker.
Terapi radiasi juga dapat digunakan untuk mengontrol penyakit malignansi bila
tumor tidak dapat diangkat secara pembedahan atau bila ada metastasis
pada nodus lokal, atau terapi radiasi dapat digunakan secara profilaksis
untuk mencegah infiltasi leukomatik ke otak ataua medula spinalis. Radiasi
filatif sering digunakan untuk menghilangkan gejala-gejala penyakit metastasis
terutama jika kanker menyebar ke otak, tulang atau jaringan lunak atau untuk
mengobati kedararuratan onkologik seperti sindroma vena kava superior atau
kompresi medula spinalis.
Dosis dari radiasi ditentukan dari ukuran,
luasnya, tipe dan stadium tumor bersamaan dengan responnya terhadap
radioterapi. Perhitungan yang rumit telah dilakukan untuk menentukan dosis dan
jadwal radiasi pada rencana terapi. Seringkali pengobatan diberikan dari
berbagai sudut yang berbeda untuk mendapatkan efek radiasi yang maksimal
terhadap tumor dan efek yang minimal terhadap jaringan yang sehat. Hal-hal yang
harus diingat pada
adioterapi adalah: efek samping yang terjadi
selama radioterapi bisa ditangani, radiasi yang diberikan melalui tubuh pasien
dan tidak tertinggal di dalam tubuh sehingga pasien tidak bersifat radioaktif,
hanya bagian tubuh pada area radiasi yang dipengaruhi dan sel-sel normal yang
terpapar radiasi akan segera memulihkan diri beberapa jam setelah terkena
paparan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan radioterapi?
2.
Bagaimana penerapan radiasi di bidang klinik?
3.
Bagaimana kombinasi radiasi dengan disiplin lain?
4.
Bagaimana penerapan radioterapi pada berbagai kasus masalah
reproduksi?
5.
Bagaimana perencanaan dan persiapan radiasi?
6.
Bagaimana penanganan efek samping dari radioterapi?
7.
Bagaimana prosedur tindakan radioterapi?
1.3 Tujuan
1.
Menjelaskan pengertian radioterapi.
2.
Menjelaskan penerapan radiasi di bidang klinik.
3.
Menjelaskan kombinasi radiasi dengan disiplin lain.
4.
Menjelaskan penerapan radioterapi pada berbagai kasus masalah
reproduksi.
5.
Menjelaskan perencanaan dan persiapan radiasi.
6.
Menjelaskan penanganan efek samping dari radioterapi.
7.
Menjelaskan prosedur tindakan radioterapi.
1.4 Manfaat
1.
Mahasiswa mampu memahami pengertian radioterapi.
2.
Mahasiswa mampu memahami penerapan radiasi di bidang klinik.
3.
Mahasiswa mampu memahami kombinasi radiasi dengan disiplin lain.
4.
Mahasiswa mampu memahami penerapan radioterapi pada berbagai kasus
masalah reproduksi.
5.
Mahasiswa mampu memahami perencanaan dan persiapan radiasi.
6. Mahasiswa mampu memahami
penanganan efek samping dari radioterapi.
7. Mahasiswa mampu memahami
prosedur tindakan radioterapi.
BAB
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Radioterapi
Terapi
radiasi adalah pengobatan yang terutama diajukan untuk keganasan dengan
menggunakan sinar pengion.
Tujuan Terapi Radiasi :
v Radioterapi definitif
adalah bentuk pengobatan yang ditujukan untuk kemungkinan survice setelah
pengobatan yang adekuat.
v Radioterapi paliatif
adalah bentuk pengobatan pada pasien yang tidak ada lagi harapan hidup jangka
panjang. Tujuan pengobatan ini untuk mencegah kualitas hidup dengan menjaga
kualitas hidup dengan menghilangkan keluhan dan gejala sehingga pasien hidup
dengan lebih nyaman.
Kombinasi pemberian
radioterapi juga dapat berbentuk :
Radioterapi
Radioterapi praoperasi
Radioterapi Pascaoperasi
Radioterapi kemoradiasi
Radiasi intra/perioperatif
2.1.1
Sumber radiasi di bidang
medik
Sejak
ditemukannya sinar X lebih dari 100 tahun yang lampau oleh Wilhem Conrad
Roentgen dan dikenalnya sifat radio aktivitas oleh Marie Curie dan Henri
Becquerel, penggunaan radiasi sebagai salah satu modalitas pengobatan penyakit
kanker telah berkembang dengan pesatnya. Perkembangan ini ditopang oleh majunya
teknologi dewasa ini dan makin berkembangnya ilmu dasar terutama dibidang
biologi molekuler. Aplikasi radiasi pada pengobatan penyakit kanker yang
berlandaskan pada aspek-aspek onkologi saat ini lebih diterima dengan
terminologi Radiasi Onkologi (Radiation Oncology). Bersama-sama dengan Bedah
Onkologi dan pengobatan kemoterapi, radioterapi telah berhasil meningkatkan
angka kesembuhan penyakit kanker.
Aplikasi
radiasi onkologi pada pengobatan kanker memerlukan pengetahuan mengenai biologi
yang mempelajari interaksi antara sinar yang diberikan dengan jaringan tumor
maupun jaringan sehat, histopatologi, onkologi itu sendiri dan juga memerlukan
pengetahuan fisika yang terutama mempelajari sifat berbagai sumber radiasi.
2.1.2 Sumber radiasi bangkitan
Pada
pengobatan penyakit kanker dengan sinar, digunakan sinar-sinar yang dapat
menimbulkan ionisasi dalam jaringan. Sinar demikian dibagi atas gelombang
elektromagnetik dan partikel. Jeni sinar yang sering digunakan dibidang medis
adalah sinar X dan sinar ϒ (gamma) serta electron. Sedangkan pengunaan partikel
berat (heavy ions), saat ini belum dapat digunakan sebagai pengobatan rutin
karena reactor pembangkitnya sangat mahal.
Sinar
X, merupakan sinar yang dibangkitkan, dihasilkan oleh generator, yakni dengan
mengubah listrik tegangan biasa (220 volt) menjadi tegangan 10-125 kV, bila
digunakan untuk kelainan yang superficial 125-400 kV atau ortovolt, untuk
kelainan yang sedikit dalam, dan super atau megavolt (mV di atas 400 kV hingga
bilangan ribuan bahkan jutaan volt), namun yang biasa dipakai dalam pengobatan
berkisar antara 4 hingga 10 mV untuk kelainan yang dalam letaknya. Diperlukan
perangkatyang disebut akselerator linier guna memperoleh sinar X bertegangan
sangat tinggi ini. Makin tinggi tegangan suatu sinar maka makin dalam pula daya
penetrasinya. Dengan demikian sinar-sinar dengan daya penetrasi yang tinggi
akan meninggalkan jejas yang minimal pada kulit dan sebaliknya, efek samping
pada permukaan kulit akan menjadi lebih jelas pada sinar-sinar dengan daya
penetrasi kurang tinggi. Pengetahuan ini digunakan dalam klinis untuk
menentukan jenis sinar yang mana yang harus dipilih sehingga akan diperoleh
tingkat kematian pada jaringan tumor sebanyak mungkin dan pada jaringan sehat
seminimal mungkin. Sebagi contoh pengobatan kanker leher rahim pada seorang
pasien yang gemuk tentu akan meninggalkan efek samping yang lebih ringan pada
kulit apabila digunakan sinar dengan energi 10 mV daripada energi dalam satuan
kV, sedangkan untuk lesi dipermukaan, seperti kanker kulit basalioma akan
menunjukkan hasil yang lebih baik apabila digunakan sinar dengan energy 400 kV
sampai 1mV.
2.1.3 Sumber radiasi alami
Sinar
gamma dipancarkan oleh sumber radiasi alami, dan merupakan hasil peluruhan inti
atom dari unsure-unsur yang tidak stabil. Berbagai sumber radioisotope yang
menghasilkan sinar gamma ini, antara lain 60Co (kobalt), 137Cs
(sesium), 226Ra (radium), 192Ir (iridium).
Karena sumber radioaktif ala m ini mengalami proses peluruhan, maka pada suatu
saat akan terjadi penurunan energy pada sumber tersebut. Sumber radiasi yang
saat ini diakui memiliki sifat paling ideal adalah iridium, disamping memiliki
rentang laju dosis dari rendah sampai tinggi persatuan waktu juga merupakan
satu-satunya sumber radiasi yang secara fisik dapat dibuat lentur sehingga
dapat mengikuti kontur volume jaringan kanker.
2.2 Penerapan Radiasi
dibidang Klinik
Pada
prinsipnya metode pengobatan dengan sinar pengion ini adalah dengan memaparkan
sinar radioaktif ini pada jaringan kanker. Caranya dapat berupa radiasi
eksterna (teleterapi), brakhiterapi atau dengan kombinasi keduanya.
2.2.1 Radiasi eksterna (teleterapi)
Radiasi eksterna disebut juga teletherapy, merupakan metode
pemberian radiasi dengan sumber radiasi terletak pada suatu jarak tertentu dari
tubuh pasien. Dengan cara ini maka radiasi ini mempunyai jangkauan yang lua,
sehigga bukan hanya tumor primer yang memperoleh radiasi tetapi juga kelenjar
getah bening disekitarnya yang mempunyai potensi dikenai anak sebar tumor.
Namun pemberian lapangan radiasi yang luas mempunyai resiko terlalu banyak
jaringan sehat yang terikutserta dalam radiasi, yang pada gilirannya akan
mengakibatkan tingginya efek samping, baik akut maupun lanjut. Karena itu
terdapat suatu limitasi dalam pemberian dosis radiasi eksterna ini. Berbagai
factor berperan dalam pembatasan pemberian dosis ini, antara lain luasnya
lapangan radiasi, makin luas tentunya makin rendah dosis yang dapat diberikan.
Adanya organ vital yang terikutserta dalam radiasi ini akan sangat membatasi
dosis maksimal yang dapat diberikan, terlebih apabila organ vital ini mempunyai
kepekaan yang tinggi terhadap radiasi.
Pada
umumnya radiasi eksterna dilakukan dengan pesawat akselerator linier, tetapi
saat ini di beberapa center radioterapi (terutama di Negara berkembang) masih
digunakan pesawat 60Co. Karena sumber radioaktif alami ini
mempunyai waktu paruh, maka aktivitasnya makin lama makin berkurang sehingga
pada suatu kali sumber ini dinilai tidak efektif lagi untuk menimbulkan efek
radiobiologic pada jaringan sehat maupun tumor. Sebagai catatan 60Co
ini mempunyai waktu paruh kurang lebih 5 tahun.
Jika
digunakan terapi radiasi eksternal, maka salah satu dari beberapa metode
pemberian mungkin dipilih, bergantung pada kedalaman tumor yang akan diradiasi.
Alat terapi kilovoltase memberikan dosis radiasi maksimal pada lesi superficial
seperti lesi pada kulit dan payudara, sementara sumber sinar gamma memberikan
dosis radiasi pada struktur tubuh yang lebih dalam dan menyelamatkan kulit dari
kemungkinan efek yang merugikan. Mesin terapi radiasi lainnya , linnear
accelatror memberikan dosisnya pada struktur yang lebih tanpa membahayakan
kulit dan juga menimbulkan lebih sedikit penyebaran radiasi di dalam jaringan
tubuh. Pusat-pusat radiasi juga menguji penggunaan terapi radiasi intraoperatif
(IORT), yang mencakup pemberian radiasi dosis tunggal dengan farksi tinggi
untuk memajan dasar tumor ketika rongga tubub dibuka aelama pembedahan. Kanker
yang terlibat dalam pengujian IORT termasuk kanker lambung, pankreas,
kolerektal, kandung kemih dan servikal serta sarkoma. Toksisitas IORT
dimimalkan karena terapi radiasi dengan tepat ditargetkan pada area penyakit
dan pemajanan pada kulit dan struktur di atasnya. Tidak tampak peningkatan
dalam infeksi luka. Telah dilaporkan adanya peningkatan mual, muntah dan ileus
pascaoperatif pada beberapa pasien yang menerima IORT.
2.2.2Brakhiterapi (Terapi Radiasi Internal)
Brakhiterapi
merupakan komplemen metode teleterapi dengan cara memasang radiasi kedalam
tumor. Pemasangan sumber ini dapat berupa menanaman sumber yankni inplantasi
seperti pada kanker lidah, payudara pascalumpektomi, kanker kandung kemih,
prostat, pemasangan disekitar organ yang megandung tumor yakni intrakaviter
seperti pada kanker leher rahim, kanker nasofaring, atau intra luminar pada
kanker esophagus, kanker bronkus, stenosis berulang pembuluh darah koroner,
dengan menyuntikkan sumber radioaktif melalui pembuluh darah, radiasi sistemik,
seperti pada kanker tiroid, metastasis luas pada tulang bukan penunjang berat
badan. Teknik implantasi pada umumnya bersifat tidak permanen, pada suatu saat
setelah dosis radiasi yang direncanakan telah tercapai maka sumber radiasi ini
akan terangkat kembali. Implantasi permanen pada umumnya dilakukan dengan
sumber radioaktif.
Perbedaan
dengan radiasi eksterna adalah disini cakupan daerah radiasi jauh lebih sempit,
dengan demikian hanya sedikit jaringan yang akan memperoleh radiasi. Sehingga
pemberian dosis tinggi sekali dimungkinkan tanpa menimbulkan kerusakanyang
berarti pada jaringan sehat disekitarnya. Pemasangan sumber radioaktif ini pada
umumnya memerlukan tindakan khusus yang sering sekali dengan bantuan anastesi.
Implan
radiasi internal ini digunakan untuk memberikan radiasi dosis tinggi kearea
yang terokalisir. Radioisotop tertentu untuk implantasi dipilih berdasarkan
pada waktu paruh yaitu waktu yang diperlukan bagi setengah dari radioaktivis
untuk membelah. Radiasi internal ini dapat diimplan dengan menggunakan jarum,
biji, butiran , atau kateter kedalam rongga tubuh atau kompratemen intestisial.
Radioisotop
intracavitary sering digunakan untuk mengobati malignansi ginekologis. Pada
malignansi ini radioisotop diletakkan ke dalam aplikator yang diposisikan
secara khusus setelah posisinya ditetapkan melalui rongten sesuai dengan lokasi
tumor. Isotop ini tetap ditempatnya selama periode waktu yang ditentukan dan
kemudian diangkat.
Pasien
dipertahankan tirah baring dan diposisikan dalam longrolled untuk mencegah
perubahan tempat, kateter urin indwelling dipasang untuk menjamin pengobatan
kandung kemih. Diet rendah residu dan preparat antidaiare, diberikan untuk
mencegah BAB selama terapi, sekali lagi untuk mencegah agar isotop letaknya.
Implan
intertisial mungkin sementara atau permanen bergantung pada radioisotop yang
digunakan.implan ini biasanya terdiri dari biji-bijian, jarum, kawat atau
kateter kecil yang diposisikan sehingga memberikan sumber radium lokal dan
lebih jarang terlepas. Dengan terapi radiasi internal, makin jauh jaringan dari
sumber radiasi, makin kecil dosisnya. Hal ini menyelamatkan jaringan
nonkankerosa dari dosis radiasi.
Pasien
yang mendapat radiasi internal memancarkan radiasi sementara implan tertanam
didalam tubuhnya. Prinsip-prinsip tentang waktu, jarak dan pelindung harus
diterapkan dalam merencanakan asuhan bagi pasien ini untuk meminimalkan
pemajaman tenaga kerja terhadap radiasi. Kewaspadaan keselamatan yang sering
digunakan dalam merawat pasien yang menerima terapi radiasi internal ini
termasuk mengatur pasien dalam ruangannya sendiri, memberikan peringatan yang
sesuai tentang kewaspadaan keselamatan, mangharuskan anggota staf yang hamil
tidak ditugaskan merawat pasien ini, melarang kunjungan dari anak-anak atau
pengunjung wanita yang hamil, membatasi kunjungan dari orang lain hingga 30
menit/ hari dan melihat bahwa pengunjung dieprtahankan dengan jarak 1,8 m dari
sumber isotop.
2.2.3Kombinasi radiasi eksterna dan brakhiterapi
Kombinasi
kedua metode ini dilakukan guna memperoleh hasil yang optimal. Radiasi externa
bertujuan mematikan tumor primer serta metastasis perkontinuitatum atau
limfogen ke kelenjar getah bening disekitarnya, selanjutnya, pemberian
brakhiterapi untuk mematikan tumor primer dengan dosis tinggi tanpa merusak
jaringan disekitarnya. Pengobatan kombinasi radiasi externa dan brakhiterapi
pertama kali dilakukan pada pengobatan radiasi kanker leher rahim, namun
belakangan ini belakangan ini banyak sekali kanker solid yang memperoleh metode
kombinasi ini.
Diwaktu
yang lampau pemasangan sumber radioaktif pada tindakan brakhiterapi dilakukan
secara manual, sehingga mau tidak mau operator akan terpapar oleh sinar
radioaktif. Berbagai metode telah dilakukan guna mengatasi hal ini. Dengan
berpegang pada hokum kuadrat terbalik, yakni makin jauh suatu titik dari sumber
radiasi, dosis yang diterima akan menurun secara drastis, diharapkan operator
bekerja sejauh mungkin dari sumber radiasi. Demikian pula dosis yang diterima
operator akan makin rendah apabila makin cepat ia bekerja. Metode lain untuk
mengurangi paparan radiasi adalah dengan memperhatikan system proteksi yang
baik, bisa berupa lempeng timah hitam yang tebal ataupun beton pembatas
setinggi pinggang, yang ditempatkan antara sumber radiasi dan operator. Dengan
menerapkan metode ini maka akan diperoleh tingkat kecermatan bekerja serta
akurasi yang tinggi dan pada gilirannya aakan diperoleh hasil pengobaatan yang
sempurna. Untuk itu sejak lebih dari 3 dasawarsa lalu para pakar telah
menciptakan metode yang disebut afterloading.
2.2.4 Sistem afterloading (pascamuat)
Dengan
mtode ini banyak sekali keuntungan yang diperoleh. Metode ini bertitik tolak
dari system pemasangan sumber radioaktif yang tidak dilakukan secara langsung
kepada pasien tetapi dengan memasang “wadah”, dikenal dengan aplikator. Berbeda
halnya dengan metode pemasangan secara manual, pada system afterloading
operator melakukan pemasangan aplikator, terbuat dari plastic, silicon atau
aluminium pada daerah yang akan memperoleh brakhiterapi, yang nantinya akaan
dimuati sumber radiasi. Karena aplikator ini tidak bersifat radioaktif maka
operator dapat memasang dengan tenang tanpa perasaan khawatir terpapar oleh
sinar radioaktif. Di samping itu sebelum dilakukan pemasangan radioaktif
kedalam aplikator ini dapat dilakukan pengecekan posisi aplikator terhadap organ-organ
vital di sekelilingnya secara radiografis. Dengan demikian akan dapat diketahui
berapa dosis yang akan diterima oleh jaringan kanker maupun jaringan sehat di
sekitarnya pada pemberian dosis tertentu. Apabila dalam perhitungan secara
matematis diketahui baha dosis yang akan diterima oleh jaringan sehat melebihi
batas toleransi, maka harus dilakukan berbagai upaya untuk menghindarkannya
dengan memperhatikan dosis pada jaringan kanker tetap adekuat. Upaya yang dapat
dilakukan antara lain mengubah posisi aplikator, atau menjauhkan jaringan sehat
dari aplikator dengan memasang tampon, atau dengan memberikan dosis radiasi
tidak sebagai dosis tunggal tetapi terbagi dalam beberapa fraksi. Sebaliknya
bila dalam pengecekan ini semua sudah memenuhi harapan, maka tindakan
brakhiterapi definitif dapat dilakukan dengan menempatkan pasien dalam ruang
isolasi yang kedap sinar radioakif. Aplikator dihubungkan dengan kontener yang
berisi sumber radiasi,dan juga kedap sinar radiasi, kemudian dengan cara
kendali jarak jauh (remote control) petugas mengatur pengeluaran sumber radiasi
dari tempatnya dan massuk ke dalam aplikator. Sesuai dengan perhitungan dosis
yang dikehendaki maka sumber radiasi ini akan berada dalam tempatnya selama
suatu waktu tertentu. Dengan cara ini maka operator serta petugas radiasi lain
sama sekali tidak akan terpapar sinar radioaktif, berapa tinggipun dosis yang
akan diberikan. Karena itu saat ini banyak pakar radioterapi yang lebih memilih
sumber radiasi dengan laju dosis yang tinggi (high dose rate: HDR) daripada
laju dosis rendah (low dose rate=LDR). Dengan sumber radiasi HDR untuk
memperoleh dosis yang dapat mematikan sel-sel tumor diperlukan waktu radiasi
yang pendek, dalam hitungan menit, sehingga pasien tidak perlu rawat inap.
Bandingkandengan pengobatan kanker leher rahim yang menggunakan radium sebagai
sumber radiasi, yang memerlukan waktu pemasangan 24-72 jam untuk memperoleh
efek radiasi yang sama dengan radiasi yang berasal dari sumber dengan laju
dosis tinggi. Karena itu sekarang di seluruh negara maju dan di sebagian pusat
radioterapi di seluruh dunia penggunaan radium tidak digunakan lagi, mengingat
lebih banyak kerugian dibandingkan keuntungan yang diperoleh. Radium merupakan
salah satu sumber radiasi pada brakhiterapi yang tergolong paling tua yang
mempunyai laju dosis rendah, di samping bahaya yang mungkin ditimbulkannya
akibat terbentuknya gas radon yang masih bersifat radioaktif yang dapat keluar
melalui kebocoran yang terjadi pada selubung logam pembungkusnya. Waktu paruh
yang sangat panjang (+/- 1500 tahun) telah menimbulkan permasalahan limbah.
2.3 Kombinasi Radiasi dengan disiplin lain
2.3.1 Kombinasi radiasi dengan pembedahan
Telah
diutarakan di atas bahwa penatalaksanaan kanker memerlukan penanganan terpadu
antara berbagai disiplin ilmu, antara lain bedah dan radioterapi. Kombinasi
bedah dan radioterapi dapat dilaksanakan dengan melakukan radiasi pra bedah,
yakni memberikan 1 seri radiasi sebelum tindakan pembedahan. Tujuannya adalah
untuk mengecilkan tumor sedemikian rupa sehingga diharapkan akan mempermudah
operator melakukan tindakan pembedahan serta dapat mengurangi operasi. Demikian
pula dengan tindakan ini diharapkan kemungkinan metastasis jauh menjadi sangat
menurun oleh karena kemampuan hidup sel kanker yang telah memperoleh radiasi
menjadi rendah sehingga pada gilirannya nanti apabila sel kanker ini terbawa
oleh aliran darah ke tempat lain tidak mempunyai kemampuan untuk hidup sebagai
awal metastasis. Kerugian metode ini adalah kemungkinan identifikasi
histopatologis pada sediaan tumor menjadi lebih sulit, atau bahkan tidak
mungkin. Beberapa pusat onkologi melakukan tindakan ini pada kanker payudara,
kanker rektosigmoid, kanker sinus paranasal, kanker endometrium.
Metode
yang lebih banyak dilakukan adalah radiasi pasca bedah, dan ini dilakukan guna
membunuh sel-sel kanker yang masih tertinggal pada daerah operasi maupun pada
kelenjar getah bening regional. Karena itu, pada sebagian besar kanker,
merupakan suatu keharusan untuk melakukan pemeriksaan semua tepi serta dasar
sediaan dan kelenjar getah bening regional guna menilai radikaalitas operasi.
Pada umumnya apabila tidak dijumpai lagi sisa-sisa sel kanker pada tepi dan
dasar sediaan tersebut maka tidak ditemukan lagi tindakan pasca
2.4 Radioterapi pada Berbagai Kasus masalah Reproduksi
2.4.1 Kanker leher rahim
Kanker
leher rahim merupakan keganasan terbanyak pada wanita di negara-negara
berkembang. Rendahnya tingkat pendidikan serta pengetahuan mengenai kanker
ditambah dengan kebersihan yang buruk dan berbagai faktor lain mengakibatkan
sebagian besar pasien dalam keadaan yang telah lanjut. Bagian-bagian di dunia
ini yang memperlihatkan kecenderungan insiden yang tinggi di Amerika Latin (40
per 100.000 penduduk), Asia Tenggara dan Selatan (30), serta Afrika bagian
tengah dan selatan (40). Di negara berkembang kelompok yang paling sering
dijumpai menderita penyakit ini adalah ibu-ibu muda dengan tingkat paritas yang
tinggi.
1.
Pemeriksaan
a. Pada keadaan umum
termasuk kelenjar getah bening terutama supraklavikula (kiri), palpasi hepar,
adanya nyeri ketok tulang-tulang.
b. Pemeriksaan klinis
ginekologik, palpasi bimanual pervaginam dan perektal diikuti biopsi lesi
tumor.
c. Laboratorium :
hematologi rutin, kimia darah, fungsi hati dan ginjal. Pemeriksaan HPV untuk
saat ini tidak mengubah strategi pengobatan dan dilakukan terbatas pada
penelitian.
d. Pieolografi intravena :
melihat adanya sumbatan ureter uni/ bilateral yang diikuti hidronefrosis.
e. Sitoskopi : terutama
pada stadium IIIB, guna melihat adanya fistel.
f. Foto paru-paru
g. Pemeriksaan
limfangiografi jarang dilakukan
h. CT Scan dan MRI
sekalipun dapat mengubah diagnosis namun strategi pengobatan kadang-kadang
tidak berubah. Kecuali apabila dipastikan terdapat kecurigaan metastasis pada
kelenjar getah bening paraaortal.
2.
Penatalaksaan
Pembedahan diikuti atau
tanpa radiasi pada stadium 0,1 atau IIA atau radiasi saja pada umumnya
memberikan hasil pengobatan cukup baik.
Radioterapi menjadi
pengobatan terpilih pada kanker leher rahim stadium IIB-IVA antara lain karena
:
a.
Efektif dan efisien (dibandingkan dengan pembedahan ditambah
kemoterapi)
b.
Angka mortalitas praktis nol dan morbiditas pasti rendah pada
penatalaksaan yang baik.
c.
Tidak menimbulkan rasa takut.
3.
Pembedahan
Tindakan pembedahan
berupa koronasi dianjurkan terutama pada kasus kanker ini dianjurkan 2 atau 3
pasien yang masih pingin mempunyai keturunan. Sedangkan kasus pada stadium
IA,IB,IIA dengan garis tengah tumor tidak melebihi 3-4cm tanpa disertai
indikasi kontraoperasi (usia tua, indeks obestitas yang tinggi serta adanya
penyakit lain yang tidak terkontrol) biasanya dipilih tindakan histerektomi
transabdominal disertai salpingooovarokektomi bilateral. Termasuk didalamnya
pengangkatan ovaria, parametria, sepertiga atas vagina , limfadenektomi pelvis
dan sebagian omentum.
4.
Radioterapi
Radioterapi saja dapat
dilaksanakan pada kasus stadium IA,IB dan IIA yang masih operabel ataupun tidak
resektabel oleh karena tumor yang besar serta IIB, dan IIIA, IIIB.Radioterapi
kuratif juga dapat dilaksanakan bagi pasien-pasien dengan indikasi kontra untuk
pembedahan.Pemberian radioterapi terdiri atas kombinasi radiasi eksterna daerah
pelvis dan brakhiterapi. Beberapa senter radioterapi menganjurkan pemberian
brakhiterapi prabedah supaya untuk mematikan sel tumor di sekitar daerah
operasi.
Radiasi pasca bedah
diberikan pada kasus-kasus dengan metastasis pada kelenjar gtah bening pelvis,
dengan sisa tumor , invasi kedalam stroma, kedalam vaskuler maupun limfatik
serta pada jenis adenokarsenoma atau adenoskuamosa.
Dengan berkembangnya
berbagai kemoterapi, saat ini kasus lanjut lokar kanker leher rahim masih dapat
ditangani secara kuratif dengan pemberian kombinasi radiasi dengan kemoterapi.
Radiasi paliatif diberikan pada kasus metastasis ke tulang dan kelenjar getah
bening supraklevikula. Pada kasus perdarahan atau penekanan oleh massa tumor
yang mengakibatkan disfungsi suatu organ dapat dilakukan tindakan radiasi
kedarurtan.
5.
Radiasi Eksterna
Pada radiasi ekterna
kanker leher rahim ditujukan pada seluruh panggul lapangan anteroposterior dan posteroanterior.
Pemberian dari arah 4 yakni anteroposterior, posteroanterior dan laterolateral
kiri dan kanan mengurangi dosis pada kandung kemih dan rektum. Batas atas
adalah perbatasan antara tulang lumbal 4,5 pada percabangan aorta dimana
terletak kelenjar getah bening iliaka komunis. Batas lateral kiri dan kanan
adalah 1,5 sampai 2 cm dari tepi rongga panggul ke arah lateral. Sebagai batas
bawah diambil pertengahan simfisis untuk stadium I dan IIA, sedangkan untuk
stadium yang lebih lanjut batas bawah forumen laboratorium. Apabila vagina
distal terkena tumor, maka batas bawah ini mengikuti letak maka metal yang
ditaruh pada bagian distal secara radiologis.
Untuk batas-batas
lapangan radiasi laterolateral, batas atas dan bawah mengikuti. Batas anterior
diletakkan pada bagian tengah tulang simfisis pubis yang tampak secara
radiologik. Sedangkan batas posterior mengikuti bagian posterior kurvatura
sakrum. Lapangan akan menjadi akurat dengan menengarai kandung kemih dengan
kateter balon yang diisi kontras serta pada dinding rektum bagian anterior yang
diberi penera logam.Pemberian 4 lapangan radiasi akan memberikan distribusi
dosis yang lebih sempurna daripada 2 lapangan , disamping menurunkan dosis pada
organ kandung kemih dan rektum. Namun kendalanya, adalah diperlukan waktu yang
lebih lama pada saat pelaksanaan radiasi sehingga tidak dianjurkan untuk
diterapkan pada sentra radioterapi dengan jumlah pasien banyak.Dikenal pula
tehnik 4 lapangan disebut tehnik boks. Dalam pelaksanaan sehari-hari tehnik ini
digunakan untuk pemberian booster apabila pasien tidak dimungkinkan dilakukan
tindakan brakhiterapi karena berbagai alasan, atau pada kasus kambuh. Lapangan
boks ini mencakup hanya tumor dan seluruh rahim yang biasanya meliputi daerah
seluas 10 X 10cm.
Penggunaan blok pada
radiasi eksterna dianjurkan untuk mengurangi jumlah volume darah yang
memperoleh radiasi tanpa mengurangi efektivitas radiasi. Blok digunakan untuk
melindungi sebagian usu halus serda kedua kaput femuris. Disamping itu adapula
blok yang dikenal dengan blok uterus atau sentral shield yang digunakan untuk
membatasi dosis pada rahim serta rektum dan kandung kemih. Blok yang digunakan
terbuat dari lempeng timkah dengan bentuk yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Diperlukan ketebalan sehingga diperoleh dosis keluaran sebanyak 1,26 sampai
maksimum 3,12%. Berbagai pusat menerapkan metode radiasi dengan posisi
tengkurap ditambah dengan sebuah laat bantu yang diletakkan antara perut pasein
dan meja penyinaran sehingga usus halus akan terdorong kearah kranial menjauhi
lapangan radiasi.
2.4.2
Kanker Rahim
1.
Pendahuluan
Kanker rahim mempunyai
karakter yang berbeda dengan kanker leher rahim. Pengobatan terpilih untuk
kanker rahim adalah operasi berupa histerektomi total perabdominal, disertai
salfingektomi dan oovirektomi bilateral.
2.
Indikasi Radiasi
Radioterapi pascabedah
diberikan pada pasien dengan salah satunya atau lebih temuan operasi sebagai
berikut :
a. Dijumpai tanda-tanda
operasi yang tidak radikal berupa keterlibatan kelenjar getah bening
parailiakal dan atau sel tumor pada margin operasi dipuncak vagina.
b. Invasi tumor yang telah
melebihi setengah otot korpus uterus.
c. Jenis deferensiasi tumor
yang tidak atau kurang berdiferensiasi.
d. Adanya invasi limfatik
atau vaskuler
e. Pembagian penyakit ini
dalam tingkatan risiko dianjurkan oleh beberapa penulis dalam kaitannya dengan
pelaksanaaan radioterapi dan penentuan prognosis.
f. Kelompok risiko rendah
mencakup pasien stadium IA dengan derajat diferensiasi baik atau sedang.
g. Kelompok risiko sedang
adalah mereka dengan stadium IA dengan diferensiasi buruk, stadium IB dan C
serta IIA, IIB yang tidak tergantung pada derajat diferensiasi.
h. Kelompok risiko tinggi
meliputi kelompok pasien stadium III dan IV, tidak tergantung pada daerajat
diferensiasi.
Untuk
kelompok risiko rendah kemungkinan metastasis ke kelenjar panggul tidk lebih
dari 1% dan angka kekambuhan maupun metastasis jauh lebih rendah dari 1%.
Karena itu kelompok ini tidak memerlukan radiasi pascabedah.
Peran
kemoterapi pada kanker endometrium ini tidak banyak dibahas, tetapi belakangan
ini ada yang menganjurkan pemberian kemoterapi pada kelompok resiko tinggi.
Pada
umumnya radioterapi diberikan dalam bentuk kombinasi radiasi eksterna dan
brakhiterapi. Perlunya radiasi eksterna masih kontroversial, namun hampir semua
sepakat tujuan radiasi eksterna prabedah adalah :
a. Untuk mengeradikasi
sel-sel ganas mikroskopik pada daerah operasi.
b. Mengurangi kemampuan
hidup tumor sehingga menurunkan kemampuan tumor tumbuh ditempat lain.
c. Mencegah penyebaran
tumor pada saat pembedahan.
d. Mengurangi kemungkinan
kambuh pada vagina.
Sedangkan
radiasi pascabedah pada umunya sama dengan diatas dengan kelebihan tidak
menghilangkan pola gambaran histopatologik sehingga dapat diperoleh diagnosis
patologik anatomik dn stadium yang akurat.
Radiasi
eksterna ini terutama diperlukan pada kasus dengan gradiasi diferensiasi
tinggi. Salah stu dari banyak penelitian melaporkan bahwa tumor dengan gradiasi
diferensiasi tinggi mempunyai kecenderungan yang tinggi pula untuk terjadinya
invasi miometrium yang dalam serta keterlibatan kelenjar getah bening
parailiakal dan dalam presentase yang lebih rendah ke paraaortal.
Brakhiterapi
harus diberikan setelah radiasi eksterna pada kasus pascabedah yang masih
dijumpai sel tumor pada margin operasi.
Kombinasi
pembedahan dan radioterapi telah menurunkan kemungkinan kambuh vagina menjadi
0-8% dibandingkan apabila tidak memperoleh radiasi pascabdeah sebanyak 2—18%.
Kekambuhan pada pelvis tercatat sebanyak 10-20%. Apabila pasien menjalani
pembedahan saja, angka ini menurun menjadi 0-6,5% apabila pembedahan ini
diikuti dengan radiasi. Sedangkan kekambuhan lokoregional dijumpai pada pasien
yang memperoleh operasi saja sebanyak 14-31%, tetapi menjadi 8,7%-25% apabila
operasi diikuti dengan radiais.
3.
Radiasi Prabedah
Radiasi
prabedah dilakukan pada beberapa senter radioterapi, keberatan dilakukan
radiasi prabedah ini adlah kemungkinan kesulitan mengidentifikasi gambaran
histopatologik terutama pada jenis tumor yang radiosensitif. Dosis prabedah
adalah 40 Gy seluruh panggul yang diberikan dalam 20fraksi. Apabila pada
sediaan operasi masih dijumpai residu tumor pada tepi sayatan operasi, maka
pemberian brakhiterapi diharapkan akan menguranagi kekambuhan fatal.
4.
Radiasi Pascabedah
Pemberian
pascabedah dengan radiasi ekterna ditujukan pada seluruh panggul dengan dosis 5
Gy dalam 25 fraksi. Apabila mungkin diberikan dalam 4 lapangan. Brakhiterapi
pada kasus-kasus yang mempunyai indikasi diberikan dengan aplikator berbentuk
silinder vagina dengan dosis 10 Gy pada setengah sentimeter dari permukaan
silinder. Diberikan dua kali tindakan brakhiterapi. Harus diperhatikan
ketebalan puncak vagina, terutama pada kasus dengan residu mikroskopik
pascabedah, apakah memperoleh dosisadekuat dengan dosis tersebut. Apabila
tidak, dipikirkan untuk menggunakan 2 buah ovoid yang diletakkan pada puncak
vagina. Dosis adalah 10 Gy 1cm dari puncak vagina yang diberikan sebanyak 2x
selang seminggu.dilakukan pemantauan dosis yang akan diterima oleh rektum dan
akndung kemih seperti halnya pengobatan kanker leher rahim.
2.4.3 Kanker Payudara
Peran
kuratif pada kanker payudara ini adalah sebagai tindakan yang dilakukan setelah
operasi (radiasi pascabedah), baik operasi masektomi yang radikal, simpel,
termodifikasi ataupun terapi konservasi. Tujuan utamanya adalah untuk
membersihkan sisa-sisa sel tumor pada dinding dada serta pada kelenjar getah
bening setempat, yakni aksila, supraklavikula, dan sebagian berpendapat rantai
mamaria interna. Selain itu radioterapi juga diterima sebagai pengobatan
paliatif yang murah pada kasus-kasus lanjut lokal atau dengan metastasis ke
tulang dan otak.
Beberapa
tulisan melaporkan perkembangan teknologi radioterapi yang kian maju telah
terbukti dapat memberikan manfaat bagi pasien kanker payudara. Semula
diperkirakan bahwa radiasi pascabedah tidak memberikan manfaat dalam kesintasan
hidup karena ditemukan kenaikan angka kematian pada kasus-kasus iniakibat
kelainan jantung akibat radiasi ini. Salah satu efek samping radiasi adalah
pneumonitis radiasi.
Radioterapi
sebagai terapi ajuvan sudah dimulai sejak disadari bahwa tindakan baik itu
radikal maupun yang simpel ternyata memberikan angka kekambuhan lokal yang
cukup tinggi. Bila dibandingkan dengan pasien yang memperoleh kemoterapi
pascabedah maka pemberian radiasi tidak boleh ditinggalkan. Radiasi yang
ditujukan pada dinding dada dan alur limfatik menurunkan resiko kambuh
lokoregional setelah masektomi.
1.
Radiasi Prabedah vs Pascabedah
Telah
diuraikan bahwa radiasi pescabedah telah terbukti dapat menurunkan angka kambuh
pada dinding dada serta kelenjar getah bening. Aksila secara bermakna. Namun
dipihak lain radiasi prabedah juga mempunyai kelebihan lain berupa dapat
meningkatkan angka operabilitas tumor lanjut lokal serta mengurangi kemungkinan
metastasis yag terjadi akibat tindakan pembedahan. Dinegara-negara maju yang
telah melaksanakan program penyaringan kasus-kasus kanker payudara telah
berhasil menurunkan kasus kanker payudara lanjut, sehingga saat ini jarang
ditemui laporan-laporan mengenai perlunya tindakan radiasi prabedah. Sebaliknya
tindakan operatif menjadi lebih konservatif berupa preservasi payudara.
2.
Radioterapi sebagai pengobatan paliatif
Peran
paliatif radiasi pada lokal payudara untuk mengurangi nyeri, memeprkecil massa
tumor, memperkecil tukak sehingga dapat mengurangi bau tidak sedap, mencoba
mengatasi bendungan limfatik oleh tumor pada kelenjar getah bening aksila.
Sedangkan untuk lesi metastasis radiasi berperan pada metastasis otak dan
tulang. Prinsip radiasi paliatif ini adalah tidak boleh membebani pasien baik
oleh akibat radiasi maupun beban finansial. Karena tu pemberian radiasi
diupayakan sependek mungkin atau fraksi rendah, dengan dosis perfraksi tinggi
namun masih dalam batas toleransi.
Radiasi
lokal hanya diberikan pada tumor bed, bila mungkin mencakup seluruh massa tumor
di payudara. Dosis diberikan sebanyak 10 fraksi per fraksi 300Gy atau 15-20
fraksi per fraksi 200 cGy. Pemberian radiasi ke kelenjar getah bening aksila
yang memebsar dapat dipertimbangkan guna mencegah kemungkinan obstruksi saluran
getah bening lengan.indikasi radiasi pada metastasis ke otak adalah nyeri
kepala, adanya kelainan neurologik atau penurunan kesadaran.
3.
Radioterapi pada Ca.Mamae
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi
(seperti sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya.
Perawatan ini dapat digunakan untuk membunuh sel-sel kanker apapun yang berada
di payudara, dinding dada, atau area ketiak setelah operasi konservasi payudara
dilakukan. Terapi radiasi dapat diberikan dalam 2 cara utama.
Seringkali, radiasi eksternal digunakan untuk mengobati
kanker payudara. Terapi ini bentuknya seperti radiasi sinarX biasa tapi untuk
periode yang lebih lama. Terapi radiasi dapat digunakan untuk membunuh sel-sel
kanker yang tersisa di payudara, dinding dada, atau area ketiak setelah operasi
atau, lebih jarang, untuk mengecilkan tumor sebelum operasi.
a.
Radiasi eksterna
Pengobatan biasanya diberikan 5 kali dalam seminggu
(Senin-Jumat) di pusat rawat jalan. Ini dimulai sekitar satu bulan setelah
operasi dan berlangsung sekitar 6 minggu. Setiap perawatan berlangsung beberapa
menit. Terapi ini sendiri tidak menimbulkan rasa sakit. Kulit penderita akan
ditandai sebagai panduan untuk fokus radiasi pada area yang dituju. Jika
digunakan bersama dengan kemoterapi, radiasi biasanya diberikan setelah
kemoterapi selesai.
Efek samping utama dari radiasi adalah pembengkakan dan
sumbatan di payudara, perubahan warna kulit seperti habis tersengat matahari di
daerah paparan, dan perasaan sangat lelah. Perubahan jaringan payudara dan
kulit biasanya menghilang dalam kurun waktu 6 sampai 12 bulan. Pada beberapa
perempuan, payudara akan lebih kecil dan lebih kencang setelah terapi radiasi.
Radiasi padakelenjar getah bening aksila juga dapat menyebabkan pembengkakan
lengan dalam jangka panjang (lymphedema).
Accelerated breast irradiation: Metode yang lebih baru sekarang ini sedang dipelajari
yang melibatkan penerapan radiasi selama periode yang jauh lebih singkat. Ini
disebut radiasi dipercepat. Dalam satu pendekatan, dosis radiasi yang lebih
besar diberikan setiap hari, tetapi tentu saja radiasi disingkat menjadi hanya
5 hari. Dalam pendekatan lain, satu dosis besar radiasi diberikan di ruang
operasi tepat setelah lumpektomi (sebelum kulit payudara ditutup). Sebagian
besar dokter masih menganggap percepatan radiasi masih eksperimental saat ini.
b.
Radiasi Interna / Brachytherapy
Cara lain untuk memberikan radiasi adalah menanam biji
radioaktif ke dalam jaringan payudara di samping kanker. Mungkin diberikan
bersamaan dengan radiasi eksternal untuk menambah power radiasi yang ditujukan
ke tumor. Hal ini juga sedang dipelajari untuk menjadi satu-satunya sumber
radiasi. Sejauh ini hasilnya baik, tetapi studi lebih lanjut diperlukan sebelum
brachytherapy sendiri dapat digunakan sebagai perawatan standar.
Salah satu metode brachytherapy yang digunakan disebut
Mammosite®. Menggunakan sebuah balon yang melekat ke ke tabung tipis. Balon
dimasukkan ke dalam ruang lumpektomi dan diisi dengan air garam. Radioaktivitas
ditambahkan melalui selang. Bahan radioaktif ditambahkan dan diganti dua kali
sehari (atas dasar rawat jalan) selama 5 hari. Kemudian balon dikempiskan dan
diangkat.
Jenis brachytherapy juga dapat dianggap sebagai accelerated breast irradiation. Saat ini tidak ada studi yang membandingkan hasilnya
secara langsung dengan radiasi eksternal standar. Tidak diketahui apakah hasil
jangka panjangnya sama baik atau tidak.Proses penanaman biji
radioaktif ke dalam payudara dengan mesin bracytherapy
2.4.4 Kanker Serviks
Kanker
serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal disekitarnya. Kanker serviks sering dianggap sebagai suatu
penyakit menular seksual yang disebabkan oleh infeksi galur-galur tertentu
untuk papiloma manusia (HPV). Kanker serviks paling sering timbul pada wanita
yang memiliki banyak pasangan seksual dan yang pasangan seksualnya pernah
memiliki banyak pasangan seksual lain. Kanker serviks merupakan karsinoma
ginekologi yang terbanyak diderita.
Kanker serviks disebut juga dengan
kanker leher rahim, karena letak leher rahim ini memang agak dibagian bawah
dari rahim. Ia juga sering juga disebut dengan karsinoma serviks uterus yang
dianggap sebagai penyakit kanker pemenuhan wanita nomor dua didunia setelah
kanker payudara.
Di Indonesia kanker serviks ini nahkan
menduduki peringkat membunuh wanita pertama, dan kanker payudara malah turun ke
nomor dua. Jenis kanker serviks ini bila sudah masuk stadium lanjut seringkali
menyebabkan kematian dalam waktu yang relatif lebih cepat dari biasa.
Bila kita kontruksikan organ ini,
serviks atau leher rahim yang kadang-kadang disebut juga dengan mulut rahim
memang merupakan ujung bawah rahim yang agak menonjol ke liang senggama atau
vagina. Kanker serviks biasanya berkembang secara bertahap, tapi cukup
progrsif. Proses terjadinya kanker ini dimulai dengan sel yang mengalami
mutasi, kemudian lalu berkembang menjadi sel displastik, sehingga kemudian
terjadi kelainan epitel yang acap kali disebut orang dengan deplesia.
Ia merupakan tumor ganas yang berubah
pada leher rahim atau serviks (bagian terindah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina). Biasanya ia diidapi oleh perempuan yang berusia 35 sampai 55
tahun.
1.
Etiologi
Seperti
juga dengan jenis kanker yang lain, kanker leher rahim ini terjadi karena
adanya pertumbuhan sel-sel pada leher rahim yang tidak normal. Namun sel-sel
itu sebelumnya sel-sel tersebut menjadi sel-sel kanker, kemudian terjadi
beberapa perubahan yang dialami oleh sel-sel dimaksud.
Perubahan
sel-sel tersebut memakan waktu yang panjang sampai bertahun-tahun, sebelum
berubah menjadi sel-sel kanker. Dalam rentang waktu itulah pemberian obat yang
tepat dapat menghentikan sel-sel abnormal tersebut sebelum berubah menjadi sel
kanker. Namun penyebab kanker serviks yang pasti dan meyakinkan sampai kini
belumlah ditemukan. Terjadinya kanker ini baru sekedar perkiraan belaka. Namun
ada beberapa hal yang diperkirakan berperan penting untuk tumbuhnya kanker
serviks ini.
Diantara
perkiraan itu antara lain oleh HPV (Human Papiallon Virus), yaitu semacam virus
yang dianggap sebagai penyebab munculnya kanker serviks ini. Disamping itu
merokok dapat juga menjadi penyebab timbulnya kanker serviks ini pada kaum
wanita. Hubungan seksual pertama yang dilakukan pada usia dini juga dapat
sebagai pemicu pencetus kanker ini.Disamping itu perbuatan tercela yang sering
dilakukan penderita sering berganti-ganti pasangan seksual. Kemungkinan
pasangan seksual itu telah terkena penyakit berbahaya itu sehingga memindah ke
perempuan yang terakhir ini. Ia bisa pula disebabkan oleh pemakaian obat anti
keguguran yang sering digunakan oleh banyak wanita. Kemungkinan wanita
disebabkan oleh gangguan sistem kekebalan tubuh disebabkan adanya infeksi
harpes genitalis yang sifatnya sudah menahun.
Semua
hal diatas diperkirakan dapat menularkan kanker leher rahim ini kepada wanita
sehat karena memang pada saat itu daya tahan tubuh si wanita tengah melemah
sehingga semua kuman penyakit bisa aktif kembali meski selama ini ia masih
tersembunyi karena keadaan tubuh yang bersangkutan masuh kuat.
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui
namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
a.
Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan
hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20
tahun dianggap masih terlalu muda.
b.
Jumlah kehamilan dan partus.
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus.
Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma
serviks.
c.
Jumlah perkawinan.
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti
pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kanker serviks ini.
d.
Infeksi virus.
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dam virus papiloma atau
virus kondiloma akuminta diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.
e.
Sosial ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi
rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas
dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
f.
Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita
yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum
hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
g.
Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.
2.
Tanda
dan Gejala
Gejala-gejala
bahwa wanita menderita kanker serviks, dapat diamati dari terjadi dan tidak
kunjung sembuh. Jika timbul kondisi ini berarti keputihan yang timbul adalah
abnormal, dan sebaiknya cepat berkonsultasi dokter ahli kandungan. Disamping
itu juga terjadi perdarahan diluar siklus haid. Terutama si wanita telah
melakukan hubungan intim dengan suami.
Demikian
pula gejala lainnya yang dapat diamati adalah setelah stadium lanjut terjadi
nafsu makan yang berkurang, penurunan berat badan, kelelahan dan rasa nyeri
dipanggul, punggung, tungkai, serta keluar air dari vagina. Selanjutnya akan
terjadi pembengkakkan disekitar rahim, juga berbagai anggota tubuh seperti
paha, betis, tangan dan sebagainya. Namun bila penyakit itu telah merupakan
kanker, tidak begitu jelas hejala yang bisa diamati.
3.
Klasifikasi Klinis
Klasifikasi yang digunakan adalah IFGO (International Federation
of Gynecology and Obstetrics) yaitu :
a. Tingkat klinik 0
Karsinoma insitu atau karsinoma intraepitel : membrana basalis
masih utuh.
b. Tingkat klinik I:
Proses terbatas pada
serviks.
1)
Ia : Membrana basalis sudah rusak dan sel tumor ganas sudah
memasuki stroma, tetapi tidak melebihi 1 mm dan sel timor tidak terdapat dalam
pembuluh limfe atau pembuluh darah.
2)
Ib.occ : (Ib, occult = Ib yang tersembunyi), secara klinis
tumor ini belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik
ternyata tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia.
3)
Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor ganas dan secara
histologik terdapat invasi ke stroma
c. Tingkat klinik II:
Proses sudah keluar dari seviks dan menjalar ke 2/3 bagian atas
vagina dan atau ke parametrium tetapi tidak sampai ke dinding panggul.
1)
IIa : Penyebaran ke vagina, parametrium masih bebas dari
proses.
2)
IIb : Penyebaran ke parametrium.
d. Tingkat klinik III:
Penyebaran telah sampai ke 1/3 distal vagina atau ke parametrium
sampai dinding panggul.
1)
IIIa : Penyebaran ke vagina, proses di parametrium tidak
menjadi persoalan, asal tidak sampai pada dinding panggul.
2)
IIIb : Penyebaran ke parametrium sampai dinding panggul (tidak
ditemukan daerah bebas antara tumor dan dinding panggul), atau proses pada
tingkat klinik I dan II tetapi disertai gangguan fungsi ginjal.
e. Tingkat klinik IV:
Tumor telah mencapai mukosa rektum atau kandung kencing atau telah
terjadi metastasis ke luar panggul kecil atau ke tempat-tempat jauh.
1)
IVa : Proses sudah keluar dari
panggul kecil atau sudah sampai mukosa rektum atau kandung kencing.
2)
IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
4. Pencegahan
Sebenarnya untuk mencegah terjadinya kanker serviks
ini dilakukan memalui 2 cara yaitu mencegah terjadinya infeksi HPV dan
melakukan pemeriksaan Pap Smear secara teratur untuk mengurangi dan terhindar
dari infeksi HPV, maka sebaliknya di hindari aktivitas seksual terlalu dini.
Juga menghindari melakukan hubungan seksual dengan penderita kutil kelamin atau
menggunakan kondom untuk mencegah penlaran kutil kelamin, serta jangan
melakukan hubungan dengan berganta-ganti pasangan.
Tindakan pencegahan yang utama tentu saja jangan merokok
dan minum alkohol, dan memperbanyak mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan.
Dan selalu memelihara dan menjaga kebersihan. Anjuran yang harus dilakukan agar
penderita tentulah agar melakukan pemeriksaan pap smear yang tepat yakni setiap
tahun untuk wanita diatas 35 tahun, termasuk wanita pengguna pil KB.
Pemeriksaan ini harus dilakukan sesering mungkin bila ada kekhawatiran
munculnya penyakit kanker serviks.
Cara pencegahan lainnya yang perlu dilakukan dengan
melakukan vaksinasi HPV. Vaksin ini dianggap mampu dan cukup efektif untuk
menghindari kanker serviks. Wanita yang melakukan vaksinasi demikian seharusnya
dimulai dari usia muda atau kanker itu masih baru berkembang. Vaksin HPV ini
diperkirakan mampu untuk mencegah 91% infeksi yang mungkin bila HPV itu memang
ada dalam tubh di wanita.
Namun bila memang ada kemungkinan dikenai oleh
kanker serviks demikian sebaiknya selalulah berkonsultasi dengan dokter
kandungan secepat mungkin.
5. Pengobatan
Bila
seorang wanita sudah terdeteksi oleh dokter kanker serviks demikian, ia harus
di rawat dan di obati dengan cara operasi. Dokter akan menasehati untuk
membuang penyakit itu, kemudian dialkukan terapi radiasi dan kemoterapi atau
melalui kombinasi ketiga cara pengobatan tersebut. Meskipun vagina sudah dioperasi
tidaklah berarti bahwa wanita itu tidak bisa melakukan hubungan seks lagi.
Mungkin
pada awal-awal hubungan seks itu terasa tidak nyaman lantaran vagina lebih
pendek. Tapi lama-kelamaan ia akan terbiasa dengan kondisi itu. Bila kanker
serviks sudah berada pada stadium lanjutan, operasi tidak lagi dapat dilakukan,
melainkan harus melalui radiasi atau penyinaran. Memang dengan penyinaran itu,
sering terjadi suatu komplikasi. Komplikasi ini bisa terjadi oleh penyinaran
yang tidak tepat yang menyebabkan organ lain bisa terkena penyinaran, misalnya
dubur dan saluran kencing. Kadang-kadang wanita mengalami luka bakar pada
duburnya yang menyebabkan diare atau perdarahan terus menerus.
Oleh
sebab itu, orang yang melakukan itu mereka yang sudah berpengalaman, agar tidak
munculnya kesalahan lain lebih pelik pada penderita. Sebab bila dubur atau
saluran kencing terkena, maka organ-organ itu perlu juga diangkat, dan seorang
dokter akan membuat dubur baru atau saluran kencing baru melalui perut. Namun
selain itu penyinaran dan operasi, masih ada cara lain untuk pengobatan lainnya
yaitu kemoterapi. Kemoterapi ini baru dilakukan bila kedua cara diatas itu
tidak mungkin dilakukan. Sayangnya cara kemoterapi ini biayanya terlalu mahal.
Disamping soal biaya, juga akan memerlukan waktu yang agak lama untuk
menyembuhkannya.
6.
Terapi
a. Irradiasi
Dapat dipakai untuk semua stadium dan juga dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk, tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
Dapat dipakai untuk semua stadium dan juga dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk, tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
b. Dosis
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
Menurut Gale tidak ada
tanda yang spesifik pada kasus Ca ini. Pada kasus ini tidak selalu tampak
tumor, tetapi kadang terjadi perdarahan karena ulserasi pada permukaan cervix.
Adanya perdarahan inilah yang mengharuskan wanita ini datang ke pusat pelayanan
kesehatan, adanya nyeri abdomen dan punggung bawah mungkin dapat menjadikan
petunjuk bahwa penyakit ini telah berkembang dengan sangat cepat.
2.5
Perencanaan dan Persiapan Radiasi
Perencanaan Radiasi adalah suatu tahapan yang
sangat penting dalam radioterapi. Perencanaan yang baik dapat dicapai tujuan
radioterapi, memberikan dosis tinggi pada tumor dengan mengurangi dosis pada
jaringan sehat disekitar tumor.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan radiasi adalah :
1. Stadium tumor
2. Pemeriksaan imaging yang
dapat dilakukan
3. Peralatan radioterapi
yang ada dipusat pelayanan radioterapi.
4. Sumber daya manusia yang
tersedia.
Sebelum
pelaksanaan terapi radiasi penderita perlu persiapan untuk mendapatkan hasil
yang baik. Persiapan itu antara lain :
a.
Keadaan umum baik, dinyatakan dalam suatu performans. Kriteria
status performans yang banyak dipakai adalah status kamofsky dan ECOG.
b.
Kadar Hb yang cukup akan mempengaruhi rsepon tumor terhadap
radiasi, mengingat tumor hipoksia akan memberikan respon yang buruk terhadap
efek radiasi. Kadar yang dipakai adalah >10g/dl.
c.
Untuk pasien yang mendapatkan radiasi pada daerah pelvis dan
abdomen, salah satu kemungkinan efek samping selama radiasi adalah diare, yang
disebabkan oleh mukosa halus yang edema akibat radiasi sehingga absorbs makanan
terganggu. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk makan makanan yang mudah
docerna dan rendah serat.
Menurut
Susworo, 2006 dalam persiapan pelaksanaan radioterapi, sebagai berikut :
a.
Pemeriksaan Laboratorium lengkap, pemeriksaan laboratorium
meliputi darah lengkap, gulah darah, kimia darah. Bila ada anemia harus
dikoreksi dulu, karena keadaan anoreksia akan mengurangi kepekaan sel-sel
kanker terhadap radiasi.
b.
Pemeriksaan BNO-IVP diperlukan untuk menetapkan fungsi ginjal dan
untuk menentukan apakah ureter terkena atau tidak.
c.
Pemeriksaan radiologik tulang-tulang pelvis dan lumbal.
d.
Mempersiapkan metal penderita. Mental penderita dipersiapakna
dengan cara menjelaskan tentang penyakitnya. Cara radiasi, efek samping, lama
dirawat di RS, tentang haid dan hubungan seksual dikemudian hari.
e.
EKG
f.
Infeksi lokal juga harus diobati dulu dengan antibiotika lokal
ataupun sistemik.
Persiapan
radioterapi meliputi pemeriksan laboratorium lengkap, BNO-IVP, pemeriksaan
radiologik tulang-tulang pelvis dan lumbal, mempersiapkan mental penderita.
Pemeriksaan laboratorium meliputi darah tepi, gula darah, kimia darah, EKG.
Bila ada anemia harus dikoreksi dulu, karena keadaan anoksia akan mengurangi
kepekaan sel-sel kanker terhadap radiasi, infeksi lokal juga harus diobati dulu
dengan antibiotika lokal ataupun sistemik. Pemeriksaan BNO-IVP diperlukan untuk
menetapkan fungsi ginjal dan untuk menentukan apakah ureter terkena atau tidak.
Mental penderita dipersiapkan dengan cara menjelaskan tentang penyakitnya, cara
radiasi (luar atau intrakaviter), efek samping, lama dirawat di rumah sakit,
tentang haid dan hubungan seksual di kemudian hari.
Persiapan
radiasi meliputi konsultasi, stimulasi, potograf dan block and shields.
Konsultasi merupakan tahap paling awal dari pengobatan radioterapi. Pada saat
konsultasi, ahli radioterapi akan mengambil data pasien secara akurat, riwayat
penyakit serta berbagai pemeriksaan laboratorium lainnya yang mungkin
diperlukan, Stimulasi kemudian dilakukan, yakni perencanaan radioterapi yang
akan diberikan. Pada tahap ini pasien akan datang ke bagian radioterapi,
kemudian berbaring dibawah suatu mesin yang disebut stimulator. Beberapa
peralatan mungkin diperlukan untuk mencegah pasien bergerak atau merubah posisi
agar pengobatan diberikan pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat beberapa
tanda dan mungkin beberapa foto rontgen yang akan diambil. Foto rontgen yang diambil
itu pada nantinya akan mempermudah ahli radioterapi untuk melakukan pengobatan
di kemudian hari, karena pasien akan mendapatkan radioterapi selama beberapa
kali. Stimulasi merupakan tahap yang penting dalam proses radioterapi.
Perlindungan dan pengaman diperlukan selama pasien menjalani pengobatan
radioterapi, yang akan melindungi sel-sel normal dari efek radiasi.
Persiapan Radiasi
Meliputi :
a. Konsultasi
Konsultasi merupakan paling awal dari pengobatan radioterapi. Pada
saat konsultasi, ahli radioterapi akan mengamati data pasien secara akura.
Riwayat penyakit serta berbagai pemeriksaan laboratorium lainnya yang mungkin
diperlukan
b. Stimulasi
Stimulasi dikemudian hari yakni perencanaan radioterapi yang akan
diberikan. Pada tahap ini pasien akan datang ke bagian radioterapi, kemudian
berbaring dibawah suatu mesin yang disebut stimulator. Beberapa peralatan
mungkin diperlukan untuk mencegah pasien bergerak atau merubah posisi agr
pengobatan diberikan pada tempat yang tepat. Kemudian akan dibuat beberapa tanda
dan mungkin beberapa foto rongten akan diambil. Foto rongten yang diambil itu
pada nantinya akan mempermudah ahli untuk melakukan pengobatan dikemudian hari,
karena pasien akan mendapatkan radioterapi selama beberapa kali. Stimulasi
merupakan tahap yang penting dalam proses radioterapi. Perlindungan dan
pengaman diperlukan selama pasien menjalani pengobatan radioterapi, yang akan
melindungi sel-sel normal dari efek radiasi.
c. Partograf and block and
shields
2.6
Penanganan Efek Samping
Efek
samping radiasi kadang-kadang disebut sebagai toksisitas radiasi yang dapat
terjadi secara akut atau kronis. Efek samping akut terjadi selama kurang lebih
2 bulan setelah selesai radiasi. Efek samping ini terdiri atas :
1. Efek samping akut berupa
perasaan lemah, mual, kadang-kadang muntah dan perasaan panas. Penurunan Hb,
leukosit dan trombosit dapat terjadi bila sumsum tulang masuk dalam lapangan
radiasi.
2. Efek samping akut lokal
terjadi akibat proses inflamasi dari organ yang terlibat dalam lapangan
radiasi. Keganasan ginekologi, dimana radiasi umunya pada daerah pelvi, efek
samping akut yang mungkin terjadi adalah berupa enteritis dengan gejala diare,
proktitis, sistitis, dan dermatitis pada lipatan perut atau sekitar genitalia
eksterna.
Efek
samping lanjut terjadi 3-6 bulan atau setelah selesai radiasi. Efek samping ini
terdiri atas :
1. Efek samping lanjut umum
terjadi dalam jangka waktu lama sekali setelah selesai radiasi. Dapat terjadi
bentuk keganasan baru yang diproduksi oleh radiasi atau penyakit darah berupa
leukemia.
2. Efek samping lanjut
lokal , terjadi striktur atau stenosis usus, proktitis radiasi kronik yang
ditandai dengan perdarahan pada saat defekasi dengan rasa nyeri dan sistitis
kronik dengan pengurangan volume kandung kemih yang menyebabkan pasien lebih
sering buang air kecil.Adapun penangananya efek samping bervariasi dari mulai
observasi untuk grade ringan, medikamentosa untuk grade sedang, sampai dengan
tindakan operasi untuk grade tinggi. Saat ini sudah sangat amat jarang terjadi
kematian akibat efek samping radiasi. Efek
samping dapat terjadi dalam 6 bulan dirujuk sebagai
efek samping akut dan yang terjadi selama 6 bulan disebut efek lanjut atau efek samping kronis.
Efek samping akut yang terjadi dalam pembelahan sel kulit yang amat cepat,
membrane mukosa, folikel rambut dan sum-sum tulang umumnya reversible, efek
samping kronis dalam sel yang membelah secara lambat seperti sel-sel otot dan
pembuluh darah yang biasanya permanent. Efek samping yang dialami pasien
terbatas pada daerah yang terkena. Akan tetapi seseorang yang menerima terapi
radiasi mungkin mengalami efek sistemik seperti : mual, anoreksia dan
kelelahan. Gejala ini berhubungan dengan kerusakan dari sel kanker dan filtrasi
sel ini dengan hasil yang melewati tubuh, secara umum kebanyakan apsien
mentoleransi radioterapi dengan baik.
2.7
Prosedur Tindakan Radiasi
Persiapan penderita sebelum pelaksanaan terapi radiasi :
1. Pemeriksaan fisik dan
ginekologi (Untuk Ca.Cerviks pemeriksaan biopsi)
2. Pemeriksaan laboratorium
: DL, Hb, Leukosit, Trombosit. KK : SGOT, SGPT, Albumin, BUN, Kreatinin, BSN
2JPP.
3. Pemeriksaan Rongten :
Photo Thorax, Colonnilop, IVP-BNO, USG Abdomen atas atau bawah atau CT Scan
Abdomen.
4. Setelah semua
pemeriksaan lengkap dalam batas normal. Semua hasil seperti hasil biopsi
dan papsmear, gambar sraging, hasil foto-foto, hasil laboratorium dan surat
konsultasi di fotocopy dalam rangklap satu.
5. Setelah hasil semua
difoto copi sebelum penderita dikonsulkan ke radioterapi blanko disusun sebagai
berikut : serat konsultasi disusun diatas, bawahnya lagi gambara staging. Hasil
biopsi atau papsmear, kemudian hasil-laboratorium dan foto-foto.
6. Penderita dikonsulkan ke
radioterapi.
BAB
3
PENUTUP
3.1 Simpulan
Terapi radiasi adalah pengobatan yang terutama
diajukan untuk keganasan dengan menggunakan sinar pengion.
Tujuan Terapi Radiasi :
1.
Radioterapi definitif adalah bentuk pengobatan yang ditujukan
untuk kemungkinan survice setelah pengobatan yang adekuat.
2.
Radioterapi paliatif adalah bentuk pengobatan pada pasien yang
tidak ada lagi harapan hidup jangka panjang. Tujuan pengobatan ini untuk
mencegah kualitas hidup dengan menjaga kualitas hidup dengan menghilangkan
keluhan dan gejala sehingga pasien hidup dengan lebih nyaman.
Kombinasi pemberian
radioterapi dapat berbentuk :
1.
Radioterapi
2.
Radioterapi praoperasi
3.
Radioterapi Pascaoperasi
4.
Radioterapi kemoradiasi
5.
Radiasi intra/perioperatif
Pada prinsipnya metode
pengobatan dengan sinar pengion ini adalah dengan memaparkan sinar radioaktif
ini pada jaringan kanker. Caranya dapat berupa :
1.
Radiasi eksterna (teleterapi), dengan cara ini maka radiasi ini mempunyai
jangkauan yang lua, sehigga bukan hanya tumor primer yang memperoleh radiasi
tetapi juga kelenjar getah bening disekitarnya yang mempunyai potensi dikenai
anak sebar tumor. Namun pemberian lapangan radiasi yang luas mempunyai resiko
terlalu banyak jaringan sehat yang terikutserta dalam radiasi, yang pada
gilirannya akan mengakibatkan tingginya efek samping, baik akut maupun lanjut.
2.
Brakhiterapi, komplemen metode teleterapi dengan cara memasang radiasi kedalam
tumor. Perbedaan dengan radiasi eksterna adalah disini cakupan daerah radiasi
jauh lebih sempit, dengan demikian hanya sedikit jaringan yang akan memperoleh
radiasi. Sehingga pemberian dosis tinggi sekali dimungkinkan tanpa menimbulkan
kerusakanyang berarti pada jaringan sehat disekitarnya. Pemasangan sumber radioaktif
ini pada umumnya memerlukan tindakan khusus yang sering sekali dengan bantuan
anastesi.
3.
Kombinasi Radiasi eksterna dan brakhiterapi, Kombinasi kedua metode
ini dilakukan guna memperoleh hasil yang optimal. Radiasi externa bertujuan
mematikan tumor primer serta metastasis perkontinuitatum atau limfogen ke
kelenjar getah bening disekitarnya, selanjutnya, pemberian brakhiterapi untuk
mematikan tumor primer dengan dosis tinggi tanpa merusak jaringan disekitarnya.
Pengobatan kombinasi radiasi externa dan brakhiterapi pertama kali dilakukan
pada pengobatan radiasi kanker leher rahim, namun belakangan ini belakangan ini
banyak sekali kanker solid yang memperoleh metode kombinasi ini.
Radioterapi pada kasus
masalah reproduksi, seperti :
1.
Kanker leher rahim
Radioterapi saja dapat dilaksanakan pada kasus stadium IA,IB dan
IIA yang masih operabel ataupun tidak resektabel oleh karena tumor yang besar
serta IIB, dan IIIA, IIIB. Radioterapi kuratif juga dapat dilaksanakan bagi
pasien-pasien dengan indikasi kontra untuk pembedahan. Pemberian radioterapi
terdiri atas kombinasi radiasi eksterna daerah pelvis dan brakhiterapi.
Beberapa senter radioterapi menganjurkan pemberian brakhiterapi prabedah supaya
untuk mematikan sel tumor di sekitar daerah operasi. Radiasi pasca bedah
diberikan pada kasus-kasus dengan metastasis pada kelenjar gtah bening pelvis,
dengan sisa tumor , invasi kedalam stroma, kedalam vaskuler maupun limfatik
serta pada jenis adenokarsenoma atau adenoskuamosa.
2.
Kanker rahim
Pada umumnya radioterapi diberikan dalam bentuk
kombinasi radiasi eksterna dan brakhiterapi. Perlunya radiasi eksterna masih
kontroversial, namun hampir semua sepakat tujuan radiasi eksterna prabedah
adalah :
a.
Untuk mengeradikasi sel-sel ganas mikroskopik pada daerah operasi.
b.
Mengurangi kemampuan hidup tumor sehingga menurunkan kemampuan
tumor tumbuh ditempat lain.
c.
Mencegah penyebaran tumor pada saat pembedahan.
d.
Mengurangi kemungkinan kambuh pada vagina
Radioterapi pascabedah
diberikan pada pasien dengan salah satunya atau lebih temuan operasi sebagai
berikut :
a. Dijumpai tanda-tanda
operasi yang tidak radikal berupa keterlibatan kelenjar getah bening
parailiakal dan atau sel tumor pada margin operasi dipuncak vagina.
b. Invasi tumor yang telah
melebihi setengah otot korpus uterus.
c. Jenis deferensiasi tumor
yang tidak atau kurang berdiferensiasi.
d. Adanya invasi limfatik
atau vaskuler
3.
Kanker payudara
Seringkali, radiasi eksternal
digunakan untuk mengobati kanker payudara. Terapi ini bentuknya seperti radiasi
sinarX biasa tapi untuk periode yang lebih lama. Terapi radiasi dapat digunakan
untuk membunuh sel-sel kanker yang tersisa di payudara, dinding dada, atau area
ketiak setelah operasi atau, lebih jarang, untuk mengecilkan tumor sebelum
operasi. Cara lain untuk memberikan radiasi adalah menanam biji
radioaktif ke dalam jaringan payudara di samping kanker. Mungkin diberikan
bersamaan dengan radiasi eksternal untuk menambah power radiasi yang ditujukan
ke tumor.
Salah satu metode brachytherapy
yang digunakan disebut Mammosite®. Menggunakan sebuah balon yang melekat ke ke
tabung tipis. Balon dimasukkan ke dalam ruang lumpektomi dan diisi dengan air
garam. Radioaktivitas ditambahkan melalui selang. Bahan radioaktif ditambahkan
dan diganti dua kali sehari (atas dasar rawat jalan) selama 5 hari. Kemudian
balon dikempiskan dan diangkat. Jenis brachytherapy juga
dapat dianggap sebagai accelerated
breast irradiation.
Efek samping radiasi kadang-kadang disebut
sebagai toksisitas radiasi yang dapat terjadi secara akut atau kronis. Efek
samping akut terjadi selama kurang lebih 2 bulan setelah selesai radiasi. Efek
samping ini terdiri atas :
a.
Efek samping akut berupa perasaan lemah, mual, kadang-kadang
muntah dan perasaan panas. Penurunan Hb, leukosit dan trombosit dapat terjadi
bila sumsum tulang masuk dalam lapangan radiasi.
b.
Efek samping akut lokal terjadi akibat proses inflamasi dari organ
yang terlibat dalam lapangan radiasi. Keganasan ginekologi, dimana radiasi
umunya pada daerah pelvi, efek samping akut yang mungkin terjadi adalah berupa
enteritis dengan gejala diare, proktitis, sistitis, dan dermatitis pada lipatan
perut atau sekitar genitalia eksterna.
Efek samping lanjut
terjadi 3-6 bulan atau setelah selesai radiasi. Efek samping ini terdiri atas :
a.
Efek samping lanjut dapat terjadi bentuk keganasan baru yang
diproduksi oleh radiasi atau penyakit darah berupa leukemia.
b.
Efek samping lanjut lokal , terjadi striktur atau stenosis usus,
proktitis radiasi kronik yang ditandai dengan perdarahan pada saat defekasi
dengan rasa nyeri dan sistitis kronik dengan pengurangan volume kandung kemih
yang menyebabkan pasien lebih sering buang air kecil.
3.2
Saran
Sebagai
perawat kita harus lebih memahami gejala dan penanganan kanker pada reproduksi,
karena banyak jenisnya dan sering menyerang wanita di Indonesia. Kematian yang
cukup tinggi dapat kita kurangi bila penanganan tepat dan berikan kesadaran
pada masyarakat seperti penyuluhan agar masyarakat paham tentang tanda gejala
awal dan dapat segera ditangani oleh tim medis.
DAFTAR
PUSTAKA
Rasidji
Imam, dkk. 2006. Panduan Radioterapi Pada Keganasan Ginekologi.
Jakarta : FK-UI
Saydam, Syafni G. 2012.
Waspadai Penyakit Reproduksi Anda. Bandung : Pustaka Reka Cipta.
Suworo. 2007. Dasar- Dasar Radioterapi. Jakarta : UI
w-1 Press
0 komentar:
Posting Komentar