MAKALAH
SISTEM REPRODUKSI II
OPERASI
CAESAR SEBAGAI ALTERNATIVE PENOLONG
PATOLOGIS
Agita
Anggun M (121.0005)
Chieffiana
Laila (121.0021)
Desy
Evarani (121.0023)
Monica
Handayani (121.0065)
Rois
Umam (121.0093)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Persalinan dengan operasi
sectio caesarea ditujukan untuk indikasi medis tertentu, yang terbagi atas
indikasi untuk ibu dan untuk bayi. Persalinan sectio caesarea atau bedah caesar
harus dipahami sebagai alternative persalinan ketika dilakukan persalinan
secara normal tidak bisa lagi (Patricia, 2005; Irwan, 2009; Lang, 2011).
(Mulyawati, 2011).
Meskipun 90% persalinan termasuk
kategori normal atau tanpa komplikasi persalinan, namun apabila terjadi
komplikasi maka penanganan selalu berpegang teguh pada prioritas keselamatan
ibu dan bayi. Operasi sectio caesarea ini merupakan pilihan persalinan
yang terakhir setelah dipertimbangkan cara-cara persalinan pervaginam tidak la-
yak untuk dikerjakan (Akhmad, 2008; Asamoah et.al., 2011). Insidensi
operasi sectio caesarea dalam masing-masing unit obstetrik bergantung pada
populasi pasien dan sikap dokter. Sekarang ini angkanya berkisar antara 10
sampai 40 persen dari semua kelahiran, karena sectio caesarea telah ikut
mengurangi angka kematian perinatal. Angka persalinan sectio caesarea yang
ada sebenarnya terlalu tinggi sehingga ada berbagai upaya untuk menguranginya
karena meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu (Ensor et al., 2010).
Pada kasus sectio caesarea angka mortalitas dua kali angka pada
pelahiran pervaginam, disamping itu angka morbiditas yang terjadi akibat
infeksi, kehilangan darah, dan kerusakan organ internal lebih tinggi pada
persalinan sectio caesarea (Kulas, 2008). (Mulyawati, 2011).
Di Indonesia angka kejadian sectio
caesarea mengalami
peningkatan pada tahun 2000
jumlah ibu bersalin dengan sectio caesarea 47,22%, tahun 2001 sebesar 45, 19%, tahun 2002 sebesar 47,13%,
tahun 2003 sebesar 46,87%,
tahun 2004 sebesar 53,2%, tahun
2005 sebesar 51,59%, dan tahun 2006 sebesar
53,68% dan tahun 2007 belum terdapat
data yang signifikan (Grace, 2007).
Survei Nasional pada tahun 2009, 921.000 persalinan dengan sectio dari 4.039.000 persalinan atau sekitar 22,8% dari
seluru persalinan. (Sumelung,
2014).
Indonesia sudah ada peraturan yang
menerangkan tentang kriteria standar agar persalinan sectio caesarea dapat
dilakukan. Walaupun belum membahas secara mendetail namun peraturan tersebut
dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan sectio caesarea (Utomo and
McDonald, 2009). Mengacu pada WHO, Indonesia mempunyai kriteria angka sectio
caesarea standar antara 15 - 20% untuk RS rujukan. Angka itu dipakai juga
untuk pertimbangan akreditisasi Rumah Sakit (Gondo, 2010). Sistem rujukan di
Indonesia menjadikan rumah sakit (RS) kabupaten sebagai RS rujukan sekunder,
yang memiliki berbagai fungsi pelayanan obstetri. Secara umum jumlah persalinan
sectio caesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20-25 % dari
total persalinan, sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi yaitu
sekitar 30-80 % dari total persalinan (Mulyawati, 2011). Dari penjelasan
diatas, maka kami tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang operasi sectio
caesar ini agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami lebih dalam sehingga
dapat menentukan pilihan pada saat persalinan guna meminimalisir angka kematian
dan meningkatkan status kesehatan serta kesejahteraan masyarakat.
1.2
Rumusan
Masalah
Bagaimana konsep
dasar dari operasi caesar sebagai alternative penolong patologis persalinan?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan
Umum
Mendiskripsikan
dan menerangkan konsep dasar dari operasi caesar sebagai alternative penolong
patologis persalinan.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1.
Mendiskripsikan pengertian persalinan
dengan operasi caesar.
2.
Mendiskripsikan indikasi persalinan
dengan operasi caesar.
3.
Mendiskripsikan dan menyebutkan faktor-faktor
penyebab persalinan patologis.
3.1
Manfaat
3.1.1
Manfaat
Bagi Pembaca
Dapat memahami
dan mengerti tentang konsep dasar dari operasi caesar sebagai alternative
penolong patologis persalinan.
3.1.2
Manfaat
Bagi Penulis
Dapat menjadikan
sebagai dasar acuan refrensi dalam pemenuhan ilmu pengetahuan dan aplikasi
terapan dalam penangan klien dengan eklamsia. Serta dapat dijadikan acuan dalam
pengadaan penelitian yang terkait dengan kehamilan sehingga dapat meningkatkan
status kesehatan dan meminimalisir angka kejadian.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Dasar Persalinan
2.1.1 Definisi Persalinan
Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan terjadinya
serangkaian perubahan besar pada calon ibu untuk dapat melahirkan janinnya
melalui jalan lahir, dimana terjadi pembukaan serviks yang progresif, dilatasi,
atau keduanya, akibat kontraksi rahim teratur yang terjadi sekurang-kurangnya
setiap lima menit dan berlangsung sampai 60 detik. (Aprillia, Yesie: 2010).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang
telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri).
(Manuaba, 2005).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa persalinan adalah proses
fisiologis dari pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan yang dapat
dilakukan baik tanpa bantuan ataupun dengan bantuan.
2.1.2 Tahapan Proses Persalinan
1. Kala
Pertama (Kala I)
Kala pembukaan, terjadi dilatasi serviks dari 0-10
cm, dimulai jika terjadi kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas, dan
lama waktu yang memadai sehingga terjadi pelunakan dan pembukaan serviks. Kala
ini berakhir jika serviks sudah membuka dengan lengkap.
2.
Kala Kedua (Kala II)
Dimulai dari pembukaan serviks lengkap dan berakhir
saat bayi dilahirkan.
3.
Kala Ketiga (Kala III)
Dimulai dari kelahiran bayi dan berakhir pada
keluarnya plasenta dan selaput janin. Lepasnya plasenta sudah dapat
diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda seperti;
a. Uterus
menjadi bundar.
b. Uterus
terdorong keatas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim.
c. Tali
pusat bertambah panjang.
d. Terjadi
perdarahan.
4.
Kala Keempat (Kala IV)
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang
dilakukan adalah;
a. Tingkat
kesadaran penderita.
b. Pemeriksaan
tanda-tanda vital.
c. Kontraksi
uterus,
d. Terjadinya
perdarahan.
Perdarahan dianggap normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400-500cc. (Aprillia, Yesie: 2010).
2.1.3 Nyeri Saat Persalinan
1.
Selama Kala I
Nyeri dihasilkan
oleh dilatasi serviks dan Segmen Bawah Rahim (SBR) serta distensi (tahanan)
uterus. Pada intesitas nyeri akibat kontraksi uterus involunter, nyeri
dirasakan dari pinggang dan menjalar ke perut. Kualitas nyeri bervariasi.
Sensasi impuls dari uterus sinapsnya pada torakal 10, 11, 12, dan lumbal 1.
2.
Fase Transisi
Pada fase ini
sensasi nyeri yang dirasakan sangat amat sakit dimana calon ibu akan sangat
tidak berdaya dan menunjukkan penurunan, pendengaran, serta konsentrasi.
3.
Selama Kala II
a.
Nyeri diakibatkan tekanan kepala janin
pada pelvis.
b.
Nyeri juga disebabkan peregangan jalan
lahir akibat penurunan bagian terbawah janin.
c.
Distensi struktur pelvis dan tekanan
pada pleksus lumbosakralis.
d.
Nyeri dirasakan pada bagian;
1)
Regio L2, bagian bawah punggung dan paha
serta tungkai pada areal vagina dan perineum.
2)
Sensaninya seperti tarikan, tekanan,
rasa terbakar dan puntiran, serta kram.
3)
Ibu biasanya mempunyai keinginan untuk
mengejan.
4)
Sensasi impuls dibawa dari perineum ke
sakrum 2, 3, dan 4 oleh saraf pedendal.
e.
Hal-hal yang harus diperhatikan;
1)
Jangan menahan diri, melainkan biarkan
tubuh mengikuti kontraksi.
2)
Langsung mengejan ke arah bawah.
3)
Selalu mengambil napas dalam untuk
mengisi awal dan akhir kontraksi.
4)
Jangan mengejan terlalu panjang tanpa
mengambil napas.
5)
Rileks saat tidak ada kontraksi.
(Aprillia, Yesie: 2010).
2.1.4 Faktor Penting Dalam Persalinan
1. Kekuatan
(Power)
a. His (kontraksi otot rahim).
b. Kontraksi otot dinding perut.
c. Kontraksi diafragma pelvis atau kekuatan
mengejan.
d. Ketegangan dan kontraksi ligamentum retundum.
2. Pasanger
Janin dan plasenta.
3.
Passage
Jalan lahir lunak dan jalan lahir tulang.
2.1.5 Tanda-Tanda Persalinan Sudah Dekat
1.
Beberapa hari sebelum persalinan
dimulai, bayi bergerak turun dalam rahim. Keadaan ini akan membuat ibu bernapas
lebih mudah, tetapi ia lebih sering kencing karena tekanan pada kandung kemih.
Tanda ini dapat timbul sampai 2 minggu sebelum persalinan.
2.
Sesaat sebelum persalinan dimulai,
segumpal kecil lendir (plug of mucus)
dapat keluar. Atau sebagian lendir dapat keluar selama 2 atau 3 hari sebelum
persalinan dimulai. Kadang-kadang lendir ini disertai dengan sedikit darah.
Keadaan ini merupakan tanda yang normal.
3.
Kontraksi atau his persalinan
(pengencangan/pengetatan rahim secara mendadak) untuk mengkerutkan rahim dapat
mulai timbul beberapa hari sebelum persalinan; mula-mula antara serangan his
yang biasanya terdapat selang waktu yang lama, beberapamenit atau beberapa jam.
Setelah kontraksi menjadi lebih kuat, teratur dan lebih sering, maka persalinan
dimulai.
4.
Sebagian ibu dapat mengalami his palsu (practice contraction) berminggu-minggu
sebelum persalinan. Keadaan ini merupakan tanda palsu. Hal ini terjadi jika
kontraksi menjadi kuat dan berdekatan, tetapi kemudian berhenti beberapa jam
atau beberapa hari sebelum proses persalinan. Kadang kala berjalan-jalan atau
pemberian enema akan membantu meredakan kontraksi jika kontraksinya palsu, atau
dapat memperlancar kelahiran jika kontraksinya merupakan kontraksi atau his
yang sebenarnya.
5.
Kantong ketuban yang membungkus bayi
dalam rahim biasaya pecah bersama dengan mengalirnya cairan, yang terjadi pada
saat setelah persalinan dimulai. Apabila ketuban pecah sebelum dimulainya his
biasanya keadaan ini berarti dimulainya persalinan. Setelah ketuban pecah, ia
harus dijaga agar tetap bersih. (Werner, David: 2010).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1
Pengertian
Operasi Caesar
Operasi
caesar adalah suatu prosedur yang berhubungan dengan pembedahan, tetapi
peristiwa itu juga merupakan upaya dalam membantu proses persalinan, baik
karena keadaan patologis ataupun kehendak dari calon ibu dan keluarganya. (Sears,
William: 2007).
Sectio caesarea berasal
dari bahasa latin caedere yang berarti memotong atau menyayat. Dalam ilmu
obstetrik, istilah tersebut mengacu pada tindakan pembedahan yang bertujuan
melahirkan bayi dengan membuka dinding perut dan rahim ibu (Todman, 2007; Lia
et.al, 2010). (Mulyawati, 2011).
Section Caesarea
yaitu tindakan operasi untuk mengeluarkan bayi
dengan melalui insisi pada dinding perut dan didnding rahim dengan
syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram
(Wiknjosatro, 2007). (Sumelung, 2014).
Dari
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa operasi caesar adalah suatu tindakan
pembedahan yang dilakukan guna membantu dalam proses persalinan, yang umumnya
dilakukan pada keadaan patologis saat proses persalinan berlangsung.
3.2
Indikasi
Operasi Caesar
Menurut Indivara,
2009 indikasi harus dilakukannya operasi caesar, yakni;
1.
Ukuran panggul tidak sesuai dengan besar
bayi.
2.
Placenta praevia, yaitu suatu kondisi
plasenta berada dibawah janin sehingga menutupi jalan lahir.
3.
Placenta abruption, yaitu suatu kondisi
plasenta yang terpisah dari dinding rahim.
4.
Detak jantung bayi semakin menurun
sehingga jika bayi tidak segara dikeluarkan akan membahayakan kesehatan dan
keselamatan bayi.
5.
Lilitan tali pusat, sehingga kepala bayi
tidak dapat bergerak ke bawah.
6.
Pecahnya ketuban, jika terlalu lama bisa
mengakibatkan keracunan pada bayi.
Tiga alasan
utama operasi caesar menurut Marshall (2005), yaitu; kontraksi yang kurang kuat
untuk membuka rahim, bayi yang besar dan ukuran panggul ibu.
1.
Disporposi Sefalpelvik (CPD)
Terjadi bila
bayi terlalu besar untuk melewati ruang panggul ibu. Rahim menolakuntuk membuka
dan atau bayi tak bergerak menurun ke jalan lahir sekalipun rahim telah membuka
sepenuhnya.
2.
Payah
Janin
3.
Bayi Sungsang
Pada persalinan
vagina, bayi sungsang mempunyai komplikasi dan masalah neurologis yang lebih
tinggi dan sebagian lahir dengan hasil yang kurang sempurna. Sebagian dokter
menyarankan bahwa semuabayi pertama bila sungsang harus dilahirkan lewat
operasi caesar.Sebagian dokter bersedia melakukan persalinan per vagina bila
kriteria tertentu terpenuhi, tetapi keputusannya tidak boleh dilakukan tanpa
pertimbangan yang dalam. Persalinan sungsang yang dilakukan per vaina dapat
terhenti bila lengan bayi terkunci diatas kepala, tali pusat bisa turun ke
vagina sebelum tubuh dilahirkan dan memutus aliran oksigennya. Saat dokter
mencoba mengeluarkan kepalanya, yang harus dilakukan dalam beberapa menit untuk
menghindari kematian akibat tak bisa bernapas atau kerusakan otak akibat
kekurangan oksigen. Tak ada jalan kembali setelah tubuh dilahirkan, dan tak ada
yang bisa mengetahui hasil akhirnya.
4.
Posisi Bokong Keatas
Prosedur dimana
bayi diputar dari posisi bokong dibawah menjadi kepala dibawah. Prosedur ini
beresiko memakan biaya. Tali pusat bisa terbelit hingga memutuskan aliran
oksigen ke bayi, dan atau plasenta bisa terpisah dari dinding rahim, dan
operasi caesar akan dilakukan bila terjadi komplikasi.
5.
Kehadiran Lengan
Jika tangan bayi
keluar pertama diperlukan operasi untuk melahirkan bayi.
6.
Tali Pusat Melilit Leher Bayi
Kadang-kadang
begitu erat sehingga bayi tidak dapat lahir sama sekali. Cobalah untuk
meloloskan tali pusat dari leher bayi, jika tetap tidak bisa maka segera
lakukan prosedur operasi.
7.
Kotoran Pada Mulut dan Hidung Bayi
Bila ketuban
pecah dan air ketuban mengandung meconium, maka bayi tersebut dalam keadaan
bahaya, karena bayi mengisap kotoran tersebut kedalam paru-parunya, dan apabila
tidak segera ditolong bayiakan meninggal. Apabila bayi tidak segera keluar,
maka segara lakukan tindakan operasi.
8.
Kembar
Prosedur operasi
dapat dilakukan apabila dalam proses persalinan keadaan bayi terlalu besar dan
keadaan calon ibu tidak cukup baik untuk melakukan persalinan per vagina.
3.3
Faktor-Faktor
Penyebab Tindakan Operasi Caesar
Menurut beberapa
penelitian yang dilakukan oleh Mulyawati (2011) dan Sumelang (2014) adapun
faktor penyebab tingginya angka tindakan operasi caesar adalah karena:
1.
Usia ibu
2.
Paritas
3.
Anemia
4.
Gawat janin
5.
Lamanya proses persalinan
6.
Pre eklamsia
7.
Panggul yang sempit
3.4
Prosedur
Operasi Caesar
1.
Persiapan Praoperasi
Prosedur persalinan caesar dilakukan oleh tim dokter
yang beranggotakan spesialis kandungan, spesialis anak, spesialis anestesi
serta bidan. Dokter akan menjelaskan alasan perlunya dilakukan caesar. Perlu
persetujuan dari pihak keluarga, karena merupakan salah satu prosedur baku
pelaksanaan operasi. Apabila pihak keluarga menyetujui, akan diminta untuk
menandatangani surat persetujuan tertulis. Hal ini penting untuk melindungi
profesi kedokteran sekaligus menghormati hak-hak pasien.
Ibu diminta berpuasa sedikitnya 9 jam sejak sebelum
operasi untuk mengosongkan kandung kemih dan persiapan tubuh. Lalu ketika
waktunya sudah tiba, seperti pada proses persalinan normal, perawat akan
mencukur rambut di sekitar kemaluan dan perut bagian bawah ibu hamil.
Selanjutnya bagian perut yang akan dibedah disterilkan sehingga diharapkan
tidak ada bakteri yang masuk selama operasi. Daerah perut ibu hamil dan daerah
rambut kemaluan dicuci dengan antiseptik.
2.
Pembiusan atau Anestesi
Ibu hamil akan diberi obat bius. Ada dua jenis
pembiusan, yaitu melalui rongga tulang belakang dan bius total. Apabila caesar
sudah direncanakan sebelumnya, umumnya ibu hamil memilih bius epidural atau
spinal agar tetap sadar dan dapat melihat bayinya saat baru lahir. Tetapi, jika
kondisinya darurat, dokter anestesi akan melakukan bius total karena lebih aman
dalam menjalankan proses kelahiran.
Pembiusan yang dilakukan sekarang adalah bius spinal agar hanya bagian tubuh dari perut ke bawah yang mati rasa sedangkan ibu tetap terjaga.
Pembiusan yang dilakukan sekarang adalah bius spinal agar hanya bagian tubuh dari perut ke bawah yang mati rasa sedangkan ibu tetap terjaga.
3.
Pemasangan Alat dan Pembedahan
Berikutnya alat-alat pendukung seperti infus dan
kateter dipasangkan.
a. Selang
kateter dimasukkan untuk menampung aliran urin.
b. Selang
infus dipasang
c. Diberikan
antasid untuk menetralisir asam lambung
d. Alat
monitor jantung dan tekanan darah dipasang
Dokter akan melakukan sayatan horizontal di perut
bagian bawah dalam keadaan terbius, diikuti dengan pemotongan pada rahim bagian
bawah untuk dapat mengeluarkan bayi. Proses ini membutuhkan waktu kurang dari 3
menit.
Setelah semua siap, dokter akan melakukan sayatan
sampai mencapai rahim dan kemudian selaput ketuban dipecahkan. Panjang sayatan
kurang lebih 15 cm. Selama melakukan sayatan, dokter harus mempertimbangkan
letak plasenta agar tidak terjadi perdarahan.
Dokter pada umumnya melakukan sayatan vertikal atau
horizontal pada perut ibu hamil. Lalu sayatan sekali lagi pada dinding rahim.
Bekas sayatan dapat pulih dalam waktu 6 minggu. Bekas jahitan akan hilang sama
sekali dan kekuatannya kembali seperti semula dalam jangka waktu tidak lebih
dari 3 tahun.
4.
Ketuban Dipecahkan dan Bayi Diangkat
Ketuban dipecahkan dan bayi diambil dari rongga
panggul. Beberapa bayi tidak langsung bereaksi saat dikeluarkan sehingga dokter
harus melakukan tindakan penyedotan lendir ke air ketuban melalui hidung dan
mulut agar saluran pernapasan bersih dan bayi dapat menangis. Cara mengangkat
bayi dilakukan dengan perlahan-lahan dan bayi segera dibawa ke meja resusitasi.
5.
Mengambil Plasenta
Setelah bayi dikeluarkan dari rahim ibu, selanjutnya
dokter akan mengambil plasenta.
6.
Penjahitan
Setelah semua proses selesai, langkah terakhir adalah menjahit sayatan itu selapis demi selapis sehingga tertutup semua. Tiap lapis dijahit dengan benang dan alat yang steril. Ibu dipindahkan ke ruang pemulihan setelah operasi selesai. Pada umumnya membutuhkan waktu beberapa puluh menit agar kesadaran ibu normal kembali baru kemudian dibawa ke ruang istirahat. (Aprillia, Yesie: 2010)
Setelah semua proses selesai, langkah terakhir adalah menjahit sayatan itu selapis demi selapis sehingga tertutup semua. Tiap lapis dijahit dengan benang dan alat yang steril. Ibu dipindahkan ke ruang pemulihan setelah operasi selesai. Pada umumnya membutuhkan waktu beberapa puluh menit agar kesadaran ibu normal kembali baru kemudian dibawa ke ruang istirahat. (Aprillia, Yesie: 2010)
3.5
Kelebihan
Operasi Caesar
1.
Resiko
kegagalannya rendah.
2.
Karena
sifatnya sadar tidak lemah akibat kondisi mengejan, maka inisiasi menyusui dini
dapat dilakukan dengan mudah.
3.
Tidak
melewati masa mengejan maka tidak ada peregangan otot panggul dan vagina.
4.
Proses
persalinan dengan cara ini relatif singkat, hanya membutuhkan waktu kurang dari
satu jam. (Indivara, 2009).
3.6
Kekurangan
Operasi Caesar
1. Beberapa hari setelah persalinan caesar akan
timbul rasa nyeri hebat yang skalanya tidak selalu sama pada setiap ibu.
2. Ibu harus menjalani waktu rawat inap yang lebih
lama daripada persalinan normal karena proses penyembuhan akibat pembedahan.
3. Jarak kehamilan yang aman bagi wanita yang
pernah operasi caesar tidak boleh terlalu dekat.
4. Risiko infeksi pasca pembedahan akan timbul, atau
bisa berisiko emboli udara.
5. Frekuensi perdarahan yang lebih tinggi.
6. Bayi hasil caesar berpeluang lebih tinggi
mengalami gangguan pernafasan (neonatal respiratory distress).
7. Efek obat biusnya dapat membuat bayi cepat
mengantuk, sulit saat harus mulai bernapas saat dilahirkan, sembelit, dan masuk
angin.
8. Sementara cara penyuntikkan obat bius di tulang
punggung dapat membuat Ibu sering merasakan kesemutan dan rasa pusing cukup
hebat di kemudian hari.
9. Operasi besar ini menimbulkan trauma operasi.
10. Membutuhkan biaya yang lebih mahal. (Indivara,
2009).
BAB 4
PENUTUP
4.1
Simpulan
Persalinan
adalah suatu prosedur tindakan yang dilakukan guna membantu dalam proses
keluarnya janin yang sudah cukup umur dan dapat hidup diluar rahim. Proses
persalinan ini umumnya merupakan kejadian fisiologis, namun dapat menjadi
patologis jika calon ibu atau calon bayi mempunyai gangguan yang dapat menghambat
proses persalinan sehingga harus dilakukan dengan prosedur bedah atau yang
biasa dikenal dengan operasi caesar untuk menyelamatkan calon ibu dan calon
bayi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kejadian patologis saat persalinan,
beberapa penelitian jurnal terkait menyebutkan bahwa faktor penting yang dapat
mempengaruhi dilakukannya operasi caesar antara lain adalah; usia, paritas,
anemia, pre eklamsia, gawat janin, dan pinggul calon ibu yang sempit. Dari
prosedur bedah ini tentunya mempunyai dampak positif ataupun negatif. Namun
dalam keadaan persalinan patologis, tindakan operasi caesar ini sangat
disarankan, sehingga diharapkan masih dapat menolong dan melakukan penanganan
yang cermat, tepat, dan efektif untuk menyelamatkan nyawa calon ibu dan calon
bayi.
4.2
Saran
Dalam
penanganan dan perawatan dan penanganan persalinan ibu diperlukan adanya tenaga
kesehatan yang professional dan terampil guna memaksimalkan upaya dalam penyembuhan
klien. Dan untuk masyarakat khususnya ibu hamil diharapkan agar menjaga dan
memperhatikan kehamilan mereka, dan dapat memilih cara persalinan yang aman,
tepat, cermat, dan efektif agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA
Aprillia, Yesie. 2010. “Hipnostetri: Rileks, Nyaman,
dan Aman Saat Hamil & Melahirkan”. Jakarta: Gagas Media.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2005. “Ilmu
Kebidanan,Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan,
Edisi 5”. Jakarta: EGC.
Werner, David, dkk. 2010. “Where There is No
Doctor”. Yogyakarta: Andi Offset.
Sears, William, dan Martha Sears. 2005. “The Baby
Book, Everything You Need to Know About Your Baby from Birth to Age Two”.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Indivara, Nadia. 2009. “The Mom’s Secret”.
Yogyakarta: Pustaka Anggrek.
Marshal, Connie. 2005. “Calon Ayah: Membantu Calon
Ayah Memahami dan Menjadi Bagian dari Pengalaman Kehamilan”. Jakarta:
Perpustakaan Nasional Katalog Dalam Terbitan (KDT).
Mulyawati, Isti, dkk. 2011. “Faktor Tindakan
Persalinan Operasi Sectio Caesarea Kemas 7 (1) (2011) 14-21.” http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/viewFile/1788/1979
Diakses tanggal 1 Oktober 2015.
Sumelang, Veibymiaty, dkk. 2014. “Faktor-Faktor yang
berperan Meningkatnya Angka Kejadian Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Umum Daerah
Liun Kendage Tahuna Ejournal Keperawatan (e-Kp) Volume 2, Nomor 1, Februari
2014”. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/viewFile/4052/3568
Diakses tanggal 1 Oktober 2015.
0 komentar:
Posting Komentar