16 Desember, 2015

KELOMPOK 5 : TEKNIK BERSALIN

MAKALAH SISTEM REPRODUKSI II

“TEKNIK BERSALIN”




Alika Fitrianti              (121.0009)
Doddy Hermawan       (121.0027
Marlina Meiningrum  (121.0061)
Nur Indah R                 (121.0075)
Vebby Rizta V.             (121.0103)




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2002). Berdasarkan cara persalinannya, persalinan dibagi menjadi 2, yaitu persalinan pervaginam dan persalinan perabdomen. Persalinan pervaginam disebut juga partus normal atau spontan adalah proses lahirnya bayi pervagina dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat dan bayi umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002).
Dalam rencana strategi Nasional Making Prenancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010 di sebutkan bahwa dalam konteks rencana pembangunan kesehatan  menuju Indonesia sehat 2010. Visi MPS adalah kehamilan hidup dan sehat, dam Misi MPS adalah menurunkan  angka kesakitan dan kematian maternal dan neonatal melalui pemantapan system kesehatan untuk manajemen akses terhadap intervensi yang cost effective berdasarkan bukti ilmiah yang berkualitas. Dari survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Tata biro Pusat Statistik (BPS), angka kematian ibu dalam kehamilan dan persalinan di seluruh dunai mencapai 515 ribu jiwa pertahun. Ini berarti seorang ibu meninggal hampir setiap menit  karena komplikasi karena kehamilan dan persalinannya (Saifuddin,2002).
Kematian dan kesakitan ibu sebenarnya dapat dikurangi atau di cegah dengan berbagai usaha perbaikan  dalam bidang pelayanan kesehatan obstertri. Pelayanan kesehatan tersebut dinyatakan sebagi bagian integeral dari pelayanan dasar yang terjangkau seluruh masyarakat, kegagalan dalam penanganan kasus kedaruratan obstetric pada umumnya disebabkan oleh kegagalan dalam mengenal  resiko kehamilan, keterlambatan rujukan, kurangnya sarana yang memadai untuk perawatan ibu hamil dengan resiko tinggi maupun pengetahuan tenaga medis,  paramedis, dan penderita dalam mengenal Kehamilan Resiko Tinggi (KRT) secara dini, masalah dalam pelayanan obstetri, maupun kondisi ekonomi (Syamsul,2003)
Tingginya angka kematian ibu dan anak umumnya akibat ahli kebidanan atau bidan terlambat mengenali, terlambat merujuk pasien keperawatan  yang lebih lengkap, terlambat sampai di tempat rujukan, dam terlambat di tangani Seorang ibu yang akan memilih metode persalinan harus mengetahui dengan baik setiap metode persalinan yang ada, mulai dari apa itu persalinan SC atau normal, keuntungan, kerugian, indikasi medis, kontraindikasi, keadaan ibu dan calon bayi selama kehamilan serta harus berkonsultasi dengan dokter (Kasdu, 2003).

1.2  Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah teknik bersalin apa saja yang bisa dilakukan pada ibu hamil.

1.3  Tujuan
1.3.1  Tujuan Umum
Untuk menjelaskan berbagai macam teknik bersalin bagi ibu hamil
1.3.2  Tujuan Khusus
Untuk menejelaskan secara detail bagaimana teknik bersalin bagi ibu hamil.

1.4  Manfaat
1.4.1  Untuk mengaplikasikan dan memperdalam ilmu yang telah diperoleh  serta menambah wawasan penulis.
1.4.2  Sebagai bahan bacaan tambahan pada mahasiswa
1.4.3  Diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang dapat menambah wawasan khususnya mengenai asuhan keperawatan maternitas.





BAB 2
PEMBAHASAN

2.1    Berbagai Macam Teknik Bersalin
2.1.1   Teknik Melahirkan Normal
A.    Definisi
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (sarwono, 2002).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (JNPK-KR, 2007).
Persalinan adalah suatu proses yang dimulai dengan adanya kontraksi uterus yang menyebabkan terjadinya dilatasi progresif dari serviks, kelahiran bayi, dan kelahiran plasenta, dan proses tersebut merupakan proses alamiah. (Rohani, 2011).

B.     Tahap Persalinan
1.    Kala I
a.       Tanda-tanda dan gejala inpartu :
1)      Penipisan dan pembukaan serviks. 
2)      Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks (fre-kuensi minimal 2 kali dalam 10 menit ).
3)      Cairan lender bercampur darah (show) melalui vagina.

4)      Adanya HIS.
b.      Fase-fase dalam persalinan kala :
1)      Fase Laten
a)      Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisandan pembukaan serviks. 
b)      Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
c)      Pada umumnya fase laten berlangsung hampir atau hingga 8 jam.
2)      Fase Aktif 
a)      Frekuensi dan lama kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap (kontraksi dianggap adekuat, memadai jika terjadi tigakali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung selama 40detik atau lebih).
b)      Dari pembukaan 4 cm hingga mencaspai pembukaan lengkapatau 10 cm, akan terjadi dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam(multipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm(multipara).
c)      Terjadi penurunan bagian terbawah janin.
c.       Proses persalinan pada kala I : 
1)   Dimulai pada waktu serviks membuka karena his: kontraksiuterus yang teratur, makin sering, makin nyeri; disertai pengeluaran darah-lendir (tidak lebih banyak dari darah haid).
2)   Berakhir pada waktu pembukaan serviks telah lengkap (pada periksa-dalam bibir porsio tidak dapat diraba lagi). Selaputketuban biasanya pecah pada akhir kala I.
3)   Lamanya tergantung paritas ibu : primigravida ± 12 jam,multigravida ± 7 jam.4.
4)   Mekanisme pembukaan serviks adalah sebagai berikut : kontraksisegmen atas uterus dan retraksi (regangan) segmen bawah uterus yang mengakibatkan pembukaan serviks. Akhirnya segmen bawah uterus makin menipis, dan segmen atas uterus (korpus) makin menebal.
5)   His
a)      Frekuensi : 1 kali/10 menit pada permulaan persalinan 2-3kali/10 menit pada akhir kala I.
b)      Lamanya : kurang lebih satu menit. 
c)      Nyerinya : berasal dari regangan seviks yang membuka.Terjadi kalau tekanan intrauterine melebihi 20 mmHg.Biasanya dimulai dari tulang belakang yang menjalar ke depan.Kontraksi uterus dimulai pada tempat kira-kira batas tuba denganuterus.
d)     Akibatnya terhadap janin : setiap kontraksi dapat menghambataliran darah dari plasenta ke janin. Kalau tekanannya melebihi75 mmHg akan menyumbat aliran darah sama sekali. Kalau histerlampau kuat, terlampau lama, atau terlampau sering dapatmenimbulkan gawat janin.
6)   Darah lendir 
Darah lendir bercampur lendir yang keluar dari uterus akibat pergeseran selaput ketuban dengan dinding uterus pada waktu pembukaan seviks.

2.    Kala II
a.    Dimulainya, hanya dapat diketahui dengan periksa dalam,dengan menemukan serviks yang membuka lengkap (pembukaanlengkap, pembukaan 10 cm).
Tanda-tanda klinik lainnya ialah :
-       Nyeri his yang sangat hebat
-       Pasien merasa ingin mengejan
-       Darah-lendir bertambah banyak
-       Selaput ketuban pecah
-       Perasaan seperti mau buang air besar 
-       Hemoroid fisiologik mulai tapak.
b)   Berakhir dengan lahirnya janin.
c)    Lamanya
Pada primigravida kira-kira 1 jam, multipara ½ jam.
d)   Mengejan
Disebab oleh turunnya kepala yang menekan rectum.Berakibat meningkatnya tekanan intraabdominal yang memper-kuat kontraksi uterus.Jangan dibiarkan kalau serviks belum membuka lengkap atau di-lakukan di luar his, karena regangan yang berlebihan pada liga-mentum serviks lateralis dapat menimbulkan prolapsus uteri(turun peranakan) di kemudian hari.
e)    Perineum yang menggembung
Terjadi pada waktu kepala janin mencapai introitus vaginae.Bertambah gembung pada setiap kontraksi uterus, yang dapatmengakibatkan robekan perineum, kecuali kalau dilakukan epi-sotomi.
f)    Kepala mulai tampak diantara labia minora (crowning )
g)   Mekanismus persalinan.

3.      Kala III
a.    Dimulainya setelah bayi lahir lengkap.
b.    Berakhir dengan lahirnya plasenta.
c.    Lamanya biasanya 5 menit, tidak boleh lebih dari 15 menit.
d.   Perlepasan plasenta merupakan akibat dari : Retraksi otot-otot uterus setelah lahirnya janin yang akan me-nekan pembuluh-pembuluh darah ibu. Kontraksinya berlangsungterus-menerus (tidak memanjang lagi ototnya).
e.    Tanda lepasnya plasenta
Talipusat menjulur keluar, atau kalu ditarik tidak ada tahanan.Segumpal darah keluar dari vagina.Dengan menekan korpus uteri ke atas (ke arah kepala ibu), tidak lagi menarik talipusat ke atas.
f.     Suntikan oksitosika

4.    Kala IV
a.       Diagnosis
Dua jam pertama setalah persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan bayi. Keduanya baru saja mengalami perubahan fisik yang luar biasa – si ibu melahirkan bayi dari perutnya dan bayisedang menyesuaikan diri dari dalam perut ibu ke dunia luar.Petugas/bidan harus tinggal bersama ibu dan bayi untuk memastikan bahwa keduanya dalam kondisi yang stabil dan mengambil tindakanyang tepat untuk melakukan stabilisasi.
b.      Penanganan
1)   Periksa fundus setiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 20-30 menit selama jam kedua. Jika kontraksi tidak kuat, masaseuterus sampai menjadi keras. Apabila uterus berkontraksi, ototuterus akan menjepit pembuluh darah untuk menghentikan per-darahan. Hal ini dapat mengurangi kehilangan darah dan men-cegah perdarahan pasca persalinan.
2)   Periksa tekanan darah, nadi kantung kemih, dan perdarahansetiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit selama jamkedua. 
3)   Anjurkan ibu untuk minum demi mencegah dehidrasi. Tawarkanibu makanan dan minuman yang disukainya.
4)   Bersihkan perineum ibu dan kenakan pakaian ibu yang bersihdan kering.
5)   Biarkan ibu beristirahat – ia telah bekerja keras melahirkan bayinya. Bantu ibu pada posisi yang nyaman.
6)   Biarkan bayi berada pada ibu untuk meningkatkan hubungan ibudan bayi, sebagai permulaan dengan menyusui bayinya.
7)   Bayi sangat siap segera setelah kelahiran. Hal ini sangat tepatuntuk memulai memberikan ASI. Menyusui juga membantuuterus berkontraksi.
8)   Jika ibu perlu ke kamar mandi, ibu boleh bangun, pastikan ibudibantu karena masih dalam keadaan lemah atau pusing setelah persalinan. Pastikan ibu sudah buang air kecil dalam 3 jam pascapersalinan.
9)   Ajari ibu atau anggota keluarga tentang :
-       Bagaimana memeriksa fundus dan menimbulkan kontraksi.
-       Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan bayi.

2.1.2   Teknik Water Birth (Dalam Air)
1.    Definisi
Water Birth merupakan salah satu metode alternatif persalinan pervaginam,9 dimana ibu hamil aterm tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam dalam air hangat (yang dilakukan pada bathtub atau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi sensasi rasa nyaman (Cook, E. 2006).
a.        Keuntungan
Metode water birth memiliki banyak keuntungan bagi ibu dan bayi dibandingkan dengan metode persalinan tradisional. Ini dihubungkan secara signifikan dengan adanya pengurangan penggunaan analgesik, pemendekan persalinan kala I dan pengurangan angka episiotomi jika dibandingkan dengan persalinan lainnya (Gerald, D. Dkk. 2000).
1)   Keuntungan bagi ibu :
a)    Mengurangi Nyeri Persalinan Dan Memberi Rasa Nyaman
Nyeri persalinan berkurang disebabkan ibu berendam dalam air hangat yang membuat rileks dan nyaman sehingga rasa sakit dan stres akan berkurang. Mengurangi rasa sakit adalah tujuan utamanya, sedangkan secara teknis melahirkan dalam air pada dasarnya sama seperti melahirkan normal, proses dan prosedurnya sama, hanya tempatnya yang berbeda. Pada water birth ibu melahirkan bayinya dalam kolam dengan posisi bebas dan yang paling dirasakan nyaman oleh ibu. Kolam dapat terbuat dari fiber glass atau bahan lain (Bali Pos Cetak, 2007)
Pada persalinan dan atau kelahiran di air, kemampuan mengapung ibu akan menolong untuk relaksasi, pergerakan selama persalinan water birth yang lebih leluasa menyebabkan ibu nyaman dan rileks, sedangkan air hangat akan membantu mengurangi nyeri (Grunebaum A, Chervenak FA. 2004).
b)   Mengurangi Tindakan Episiotomi
Dalam hal trauma perineum, dukungan air pada waktu kepala bayi yang crowning lambat akan menurunkan risiko robekan, dan dapat mengurangi keperluan akan tindakan episiotomi. Dalam literatur water birth bahkan tidak ditemukan angka kejadian episiotomi (Herper, B. 2008).
c)    Pemendekan Persalinan Kala I
Persalinan dan kelahiran di dalam air juga dapat mempercepat proses persalinan yang dihubungkan secara signifikan dengan persalinan kala I yang akan menjadi lebih pendek.30,31 Dalam hal ini ibu dapat lebih mengontrol perasaannya, menurunkan tekanan darah, lebih rileks, nyaman, menghemat tenaga ibu, mengurangi keperluan obat-obatan dan intervensi lainnya, memberi perlindungan secara pribadi, mengurangi trauma perineum, meminimalkan penggunaan episiotomi, mengurangi kejadian seksio sesarea, memudahkan persalinan.
d)   Menurunkan Tekanan Darah
Dalam hal menurunkan tekanan darah. Menurut Pre & Perinatal Psycology Association of North America Conference, wanita dengan hipertensi akan mengalami penurunan tekanan darah setelah berendam dalam air hangat selama 10-15 menit. Kecemasan yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah akan dapat dikurangi dengan berendam dalam air hangat.
2)   Keuntungan bagi bayi
1)   Water Birth memberikan keuntungan terutama saat kepala bayi masuk ke jalan lahir, dimana persalinan akan menjadi lebih mudah
2)   Air hangat dengan suhu yang tepat suasananya menyerupai lingkungan intrauterin sehingga memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar.
3)   Bayi yang lahir di dalam air tidak segera menangis, bayi tampak menjadi tenang. Bayi tidak tenggelam jika dilahirkan di air, karena selama kehamilan bayi hidup dalam lingkungan air (amnion) sampai terjadi transisi persalinan dari uterus ke permukaan air (McFarland A. 2004).
4)   mencegah trauma atau risiko cedera kepala bayi, kulit bayi lebih bersih, menurunkan risiko bayi keracunan air ketuban.16,21,32 Oleh karena itu metode ini dikenal sebagai persalinan “Easier for Mom ~ Better for Babies” (Waterbirth International, 2007)
3)   Kerugian
a)    Resiko dan Komplikasi
Resiko Maternal :
-            Perdarahan Postpartum.
Risiko perdarahan pada ibu dan bayi juga harus dipertimbangkan. Walaupun comparative study di Swiss menunjukkan suatu hal yang positif, namun penelitian lain di Inggris tidak menemukan adanya perbedaan yang bermakna antara metode water birth dengan metode persalinan lainnya.39 Penyedia layanan water birth yang tidak berpengalaman akan sukar menilai jumlah perdarahan post partum, sementara metode penanganannya telah berkembang dengan baik. Hal ini menyebabkan sejumlah penyedia layanan lebih memilih melahirkan plasenta di luar kolam seperti di The University of Michigan Hospital. (Wikipedia, 2007)
-       Trauma Perineum.
Penggunaan episiotomi pada water birth 8,3% tidak menunjukkan laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dan 25,7%, pada land birth menunjukkan kejadian laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dengan angka penggunaan episiotomi lebih tinggi.3 A Cochrane review oleh Cluett et all, membuktikan bahwa ada risiko terjadi trauma perineum pada persalinan dengan water birth, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada luaran klinik dalam hal trauma perineum.
b)   Resiko neonatal
·           Terputusnya Tali Pusat.
Mekanisme terputusnya tali pusat ini terjadi ketika bayi lahir sesegera mungkin dibawa ke permukaan air tidak secara “gentle”, jika tali pusat pendek akan dapat mengakibatkan tegangan yang berlebihan pada tali pusat.46
·      Takikardia
·      Infeksi
Risiko infeksi jarang terjadi pada water birth.29 Infeksi saluran pernapasan pada bayi yang dilahirkan secara water birth jarang terjadi, namun risiko ini tetap harus diperhitungkan.39 Sejumlah kasus yang mungkin membahayakan bayi antara lain infeksi herpes, perdarahan luas, dan berbagai infeksi lainnya. Metode water birth tidak direkomendasikan pada bayi preterm. Berdasarkan laporan kasus yang dipublikasikan, infeksi P. aeruginosa didapatkan pada swab telinga dan umbilicus bayi yang lahir dengan water birth. (Nagai T. Dkk. 2003)
·      Hipoksia
Garland (2000) tidak merekomendasikan pemotongan dan pengkleman tali pusat sampai bayi mencapai permukaan air disebabkan oleh meningkatnya risiko hipoksia. Hipoksia bayi akan mengganggu baby’s dive reflex, yang mengakibatkan penekanan respon menelan sehingga akan menimbulkan bayi menghirup air selama proses water birth. Odent (1998) merekomendasikan pengkleman tali pusat 4-5 menit setelah persalinan.
·      Aspirasi Air dan Tenggelam.
Secara teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar 95%. Risiko masuknya air ke dalam paru-paru bayi dapat dihindari dengan mengangkat bayi yang lahir sesegera mungkin ke permukaan air.

2.    Syarat-Syarat Water Birth (Government of South Australia, 2005)
a.    Ibu hamil risiko rendah. Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran kencing, dan kulit.
b.    Tanda vital ibu dalam batas normal, dan CTG bayi normal (baseline, variabilitas, dan ada akselerasi)
c.    Idealnya, air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan nyeri setelah dilatasi serviks mencapai 4-5 cm.
d.   Pasien setuju mengikuti instruksi penolong, termasuk keluar dari kolam tempat berendam jika diperlukan.
3.    Indikasi (Guidelines for water birth at OHSU, 2001)
a.    Merupakan pilihan ibu.
b.    Kehamilan normal ≥ 37 minggu
c.    Fetus tunggal presentasi kepala.
d.   Tidak menggunakan obat-obat penenang
e.    Ketuban pecah spontan < 24 jam.
f.     Kriteria non klinik seperti staf atau peralatan.
g.    Tidak ada komplikasi kehamilan (preeklampsia, gula darah tak terkontrol, dll).
h.    Tidak ada perdarahan.
i.      Denyut jantung normal.
j.      Cairan amnion jernih.
k.    Persalinan spontan atau setelah menggunakan misoprostol atau pitocin.

4.    Kontraindikasi (Gerald, D. Dkk. 2000)
a.    Infeksi yang dapat ditularkan melalui kulit dan darah.
b.    Infeksi dan demam pada ibu.
c.    Herpes genitalis.
d.   HIV, Hepatitis.
e.    Denyut jantung abnormal.
f.     Perdarahan pervaginam berlebihan
g.    Makrosomia.
h.    Mekoneum
i.      Kondisi yang memerlukan monitoring terus menerus.

5.    Instrument Persalinan (Guidelines for water birth at OHSU, 2001)
a.    Termometer air.
b.    Termometer ibu.
c.    Doppler anti air.
d.   Sarung tangan.
e.    Pakaian kerja (apron)
f.     Jaring untuk mengangkat kotoran.
g.    Alas lutut kaki, bantal, instrumen partus set.
h.    Shower air hangat.
i.      Portable/permanent pool.
j.      Handuk, selimut.
k.    Warmer dan peralatan resusitasi bayi.

6.    Prosedur Persalinan
Selama Berlangsungnya Persalinan
a.    Ibu masuk berendam ke dalam air direkomendasikan saat pembukaan serviks 4-5 cm dengan kontraksi uterus baik. Ibu dapat mengambil posisi persalinan yang disukainya (Chapman, B. 2004)
b.    Observasi dan monitoring antara lain :
1)   Fetal Heart Rate (FHR) dengan doppler atau fetoskop setiap 30 menit selama persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala II. Auskultasi dilakukan sebelum, selama, setelah kontraksi.
2)   Penipisan dan Pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina (VT) dapat dilakukan di dalam air atau pasien di minta sementara keluar dari air untuk diperiksa.
3)   Status Ketuban, jika terjadi ruptur ketuban, periksa FHR, dan periksa adanya prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban mekoneum, pasien harus meninggalkan kolam.
4)   Tanda vital ibu diperiksa setiap jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan ibu mengatur napas selama kontraksi.
Hidrasi Ibu.

5)   Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan janin dan peningkatan suhu badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi terjadi, ibu diberi cairan. Jika tidak berhasil pasang infus ringer laktat (RL).
c.    Manajemen kala II
1)   Mengedan seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan spontan, risiko ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam sirkulasi maternal-fetal berkurang, dan juga akan dapat melelahkan ibu dan bayi.
2)   Persalinan, bila mungkin metode ”hand off”. Ini akan meminimalkan stimulasi.
3)   Tidak diperlukan palpasi tali pusat ketika kepala bayi lahir, karena tali pusat dapat lepas dan melonggar ketika bayi lahir. Untuk meminimalkan risiko tali pusat terputus dengan tidak semestinya, hindari tarikan ketika kepala bayi ke permukaan air. Tali pusat jangan diklem dan dipotong ketika bayi masih ada di dalam air.
4)   Bayi seharusnya lahir lengkap di dalam air. Kemudian sesegera mungkin dibawa kepermukaan secara “gentle”. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada diatas permukaan air dan badannya masih di dalam air untuk menghindari hipotermia, mencegah transfusi ibu ke bayi. Sewaktu kepala bayi telah berada di atas air, jangan merendamnya kembali.
d.   Manajemen kala III
1)   Manajemen aktif dan psikologi tetap diberikan sampai ibu keluar kolam.
2)   Saat manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan.
3)   Estimasikan perdarahan < atau > 500 ml.
4)   Penjahitan perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk menghilangkan retensi air dalam jaringan (jika perdarahan tidak berlebihan).

Selama Meneran dan Persalinan
a.    Ibu mengambil sikap yang dirasakan aman dan nyaman untuknya. Keleluasaan gerakan yang mengijinkan ibu mengambil posisi yang tepat untuk bersalin.
b.    Lahirnya kepala bayi difasilitasi oleh adanya dorongan lembut kontraksi uterus. Sarung tangan digunakan penolong untuk melahirkan bayi. Sokong perineum, massage, dan tekan dengan lembut jika diperlukan. Ibu dapat mengontrol dorongan kepala dengan tangannya.
c.    Manipulasi kepala biasanya tidak diperlukan untuk melahirkan bayi karena air memiliki kemampuan untuk mengapungkan. Walaupun demikian, pasien perlu berdiri membantu mengurangi atau memotong dan mengklem lilitan tali pusat. Meminimalkan rangsangan mengurangi risiko gangguan pernapasan.
d.   Sewaktu bayi lahir, kepala bayi dikendalikan dengan gerakan yang lembut, muka ke bawah, dan muncul dari dalam air tidak lebih dari 20 detik. Janin dapat diistirahatkan di dada ibu sambil membersihkan hidung dan mulutnya, jika diperlukan. Penanganan ini sebaiknya melihat juga panjang tali pusat agar tidak sampai putus. Kemudian bayi diberi selimut, dan di monitor.
e.    Idealnya, ibu dan bayi dibantu keluar dari air untuk melahirkan  plasenta. Tali pusat di klem dan dipotong, dan bayi dikeringkan dengan handuk dan diselimuti dan kemudian diberikan kepada penolong lain, keluarga, atau perawat. Ibu di bantu keluar dari kolam. Plasenta dapat dilahirkan di dalam air atau di luar tergantung penolong (Keene, NH. 2004). Ibu dianjurkan menyusui sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk membantu kontraksi uterus dan pengeluaran plasenta. Risiko secara teori yang dihubungkan dengan efek relaksasi air hangat terhadap otot-otot uterus termasuk solusio plasenta, emboli air dan peningkatan perdarahan.



2.1.3   Teknik Melahirkan Caesar
1.    Definisi
Kelahiran sesraea adalah alternatif dari kelahiran vagina bila keamanan ibu atau janin terganggu (Doengoes, 2001).
Sectio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagian (Mochtar, 1998).

2.    Jenis – Jenis
a.    Sectio caesarea segmen bawah (SCSB) atau caesarea transperionealis profunda.
Insisi melintang dilakukan pada segmen bawah uterus. Segmen bawah uterus tidak begitu banyak mengandung pembuluh darah dibandingkan segmen atas sehingga resiko perdarahan lebih kecil. Karena segmen bawah terletak dibawah kavum peritonei, kemungkinan infeksi pasca bedah juga tidak begitu besar. Disamping itu, resiko ruptura uteri pada kehamilan dan persalinan berikutnya akan lebih kecil bilamana jaringan parut hanya terbatas pada segmen bawah uterus. Kesembuahn luka biasanya baik karena segmen bawah merupakan bagian uterus yang tidak begitu aktif.
b.   Sectio caesarea klasik atau korporal
Insisi klasik hanya kadang – kadang dilakukan. Hal ini dilakukan kalau segmen bawah tidak terjangkau karena ada perlekatan atau rintangan plasenta, kalau terdapat vena verikosa pada segmen bawah, dan kadang-kadang juga dilakukan bagi janin yang letaknya melintang serta untuk histerektomi caesarea.
c.    Sectio caesarea ekstraperitoneal
Sectio caesarea ekstraperitoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tehniknya dan sering kali terjadinya sobekan peritoneum tidak dapat dihindarkan. Mengingat bahwa tindakan ini kini dalam praktek jarang sekali dilakukan, maka tehniknya sudah tidak dibicarakan lagi.
1)      Teknik Sectio Caesarea Transperitoneal Profunda
Diadakan insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa sentimeter di bawah pusat. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah di pegang dengan pinset, plika vesiko-uterina dibuka dan insisi ini di teruskan melintang jauh ke lateral.
Sungsang atau letak lintang kaki janin dicari dan janin di lahirkan dengan tarikan pada kaki.
Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitoxin dalam dinding uterus atau intravena untuk mengusahakan kontraksi yang baik. Pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa cunam ovum, dan plasenta serta selaput ketuban di keluarkan secara manual.
a)      Kelebihan :
-       Penutupan luka dengan repetonialisasi yang baik.
-       Tumbang tindih dari peritonial flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritonium.
-       Perdarahan kurang atau tidak seberapa banyak.
-       Dibandingkan dengan cara korporal, kemungkinan ruptire uteri spontan kurang atau lebih kecil.
-       Bahaya peritonotis tidak besar.
-       Perut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya rupture uteri dikemudian hari tidak besar, karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b)        Kekurangan :
-       luka dapat melebar ke kiri, kanan, bawah, sehingga dapat menyebabkan uterine putus, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak.
-       Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.



3.      Indikasi
Pada umumnya sectio cesarea digunakan bilamana di yakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan mwnimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau keduanya. Padahal persalinan per vagina tidak mungkin diselesaikan dengan aman.
Sectio cesarea elektif dilakukan kalau sebelumnya sudah dipekrirakan bahwa persalinan per vafina yang normal tidka coock atau tidak aman. Persalinan dengan sectio cesarea dilakukan untuk :
a.    Plasenta previa
b.   Letak janin yang tidak stabil dan tidak bisa dikoreksi
c.    Riwayat obstretic yang jelek
d.   Disproporsi sefalopelvik
e.    Infeksi herpes viru tipe II (genital)
f.    Riwayat sectio cesarea klasik
g.   Diabetes
h.   Presentasi bokong
i.     Sectio cesarea dianjurkan pda letak bokong bila ada:
-       Panggul sempit
-       Primigravida
-       Janin besar dan berharga.
j.     Penyakit atau kelainan yang berat pada janin, seperti eritoblastosis atau retardasi pertumbuhan yang nyata. Sectio cesarea emergensi dilakukan untuk :
-        Induksi persalinan yang gagal
-        Kegagalan dalam kemajuan persalinan
-        Penyakit fetal atau meternal.
-        Diabetes atau pre-eklamsi berat.
-        Persalinan macet
-        Prolapsus funikuli
-        Perdarahan hebat dalam persalinan
-        Tipe tertentu malpresentasi janin dalam persalinan

4.    Teknik-Teknik Sectio Cesarea
a.    Teknik sectio cesarea tranperitoneal profunda
Diadakan insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa sentimeter dibawah pusat. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan pinset, plika vesiko-uterina dibuka dan di insisi ini diteruskan melintang jauh ke lateral.
Sungsang atau letak lintang kaki janin di cari dan janin dilahirkan dengan tarikan pada kaki.
Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitoksin dalam dinding uterus atau intravena untuk mengusahakan kontraksi yang baik. Pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa cunam ovum, dan plasenta serta selaput ketubahn dikeluarkan secara manual.
1)   Kelebihan sectio transperitoneal profunda:
-   Penjahitan luka lebih mudah
-   Penutupan luka dengan repetonialisasi yang baik.
-   Tumbang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
-   Perdarahan kurang atau tidak seberapa banyak.
-   Dibandingkan dengan cara korporal, kemungkinan rupture uteri spontan kurang atau lebih kecil.
-   Bahaya peritonitis tidak besar.
-   Parut pada uterus umumnya kuat, sehingga bahaya ruptura uteri dikemudian hari tidak besar, karena didalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
2)   Kekurangan
-   Luka dapat melebar ke kiri, kanan , dan bawah, sehingga dapat menyebabkan uterina putus, sehingga dapat mengakibatkan perdarahan yang banyak.
-   Keluhan pada kandung kemih post operatif tinggi.
2.1.4   Teknik Pembiusan atau Anestesi Epidural
1.    Definisi
Anestesi epidural atau bius lokal dari pinggang ke bawah adalah teknik untuk menghilangkan rasa sakit dengan memasukan zat anestesi lewat suntikan melalui otot pinggang hingga ke daerah epidural (salah satu bagian dari susunan saraf pusat di bagian tulang belakang). Hal ini dilakukan oleh dokter anestesi. Pembiusan dilakukan melalui suntikan tadi,sifatnya memblok daerah yang disuntik sampai ke bagian bawah, sehingga si ibu tidak merasa nyeri di daerah tersebut.
Bila ibu menggunakan anestesi ini maka saat mengalami kontraksi, ibu tidak merasakan adanya nyeri sama sekali. Sehingga saat sampai waktunya ibu harus mengejan, maka ibu akan dituntun untuk mengejan sesuai dengan datangnya kontraksi yang dinilai oleh dokter. Dengan kata lain ibu sama sekali tidak tahu kapan ibu merasa harus mengejan, karena stimulasi yang merangsang hal tersebut tidak dirasakan sama sekali. Karena tidak adanya stimulasi tersebut, maka kadang proses persalinan menjadi lebih lama dan ada kemungkinan persalinan harus dibantu dengan menggunakan vacuum atau forsep, Walaupun begitu, hasil akhir tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara bayi yang lahir normal atau menggunakan metode ini.
Obat anestesi epidural akan bekerja selama beberapa jam, yang sebelum efeknya habis, dokter anestesi akan memberikan instruksi untuk memberikan suntikan obat anestesi epidural selanjutnya melalui kateter yang sudah dipasang. Ibu masih dapat melakukan aktivitas seperti biasa karena saraf yang di blok hanyalah saraf yang memberikan rangsang nyeri.
Untuk persalinan, blokade dikhususkan untuk mengurangi rasa sakit di daerah rahim, leher rahim dan bagian atas vagina. Tetapi otot pangul masih dapat melakukan gerakan rotasi kepala bayi untuk keluar dari jalan lahir ibu. Ibu masih bisa mengejan, sehingga masih dapat dilakukan persalinan melalui jalan lahir.
2.    Keuntungan
a.    80% ibu berhasil mengatasi rasa sakit.
b.    Tidak mengacaukan pikiran.
c.    Membantu dalam mengontrol tekanan darah tinggi
3.    Kerugian
a.    Ini bisa  menghambat produksi beta-endorphin.
b.    Epidural mengurangi produksi oksitosin selama persalinan.
c.    Epidural juga menghambat produksi katekolamin (CA).
d.   Epidural membatasi pelepasan prostaglandin F2 alfa, suatu senyawa lipid yang merangsang kontraksi rahim dan dianggap terlibat dengan inisiasi persalinan.
4.    Efek Samping Bagi Ibu
a.    Dapat memperpanjang lama persalinan .
b.    Tiga kali lipat meningkatkan risiko robek perineum yang parah. Karena banyak dari ibu yang memilih epidural ternyata harus berakhir di persalinan tindakan seperti forceps & Vacum
c.    Dua kali lipat meningkatkan risiko operasi caesar
d.   Tiga kali lipat meningkatkan terjadinya induksi dengan oksitosin sintetis (Pitocin).
e.    Empat kali lipat meningkatkan kemungkinan bayi akan terus-menerus berada dalam posisi posterior (menghadap ke atas) dalam tahap akhir persalinan (gagal melakukan putaran paksi di dalam panggul), yang pada gilirannya mengurangi kemungkinan kelahiran vagina spontan.
f.     Mengurangi kemungkinan persalinan per vagina spontan.
g.    Meningkatkan kemungkinan komplikasi dari persalinan dengan instrumen. Ketika wanita dengan epidural bersalin menggunakan forceps, jumlah gaya yang digunakan oleh dokter hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan tidak menggunakan epidural. Hal ini penting karena dapat meningkatkan resiko jangka pendek akibat persalinan dengan instrumen seperti memar, luka wajah, perpindahan dari tulang tengkorak dan pembekuan darah di kulit kepala bayi, dan episiotomi dan robekan pada vagina dan perineum ibu.
5.    Efek samping untuk Bayi
a.    Sangat penting untuk memahami bahwa obat-obatan diberikan oleh epidural memasuki aliran darah bayi pada tingkat yang sama dan kadang-kadang bahkan lebih tinggi dibandingkan yang ada dalam aliran darah ibu.
b.    Namun, karena sistem kekebalan tubuh bayi belum matang, diperlukan waktu lebih lama bagi mereka untuk menghilangkan efek obat epidural. Sebagai contoh, metabolisme bupivacain, analgesik epidural yang umum digunakan, adalah 2,7 jam pada orang dewasa tapi pada bayi baru lahir memerlukan waktu 8 jam.
c.    Studi telah menemukan jumlah metabolit bupivacain terdeteksi dalam urin bayi baru lahir 36 jam setelah anestesi spinal pada persalinan SC.
d.   Beberapa studi telah menemukan defisit dalam kemampuan bayi baru lahir yang konsisten akibat obat yang digunakan dalam epidural.
e.    Penelitian lain menemukan bahwa anestesi lokal yang digunakan dalam epidural dapat berpengaruh buruk pada sistem kekebalan tubuh bayi baru lahir, mungkin dengan mengaktifkan respon stres.
f.       Ada bukti bahwa epidural dapat  mempengaruhi pasokan oksigen dalam aliran darah janin, mungkin karena adanya penurunan tekanan darah ibu  yang terjadi akibat epidural .
g.    Epidural telah terbukti menyebabkan bradikardia janin, penurunan denyut jantung janin (DJJ). Ini mungkin efek sekunder dari adanya penurunan kadar katekolamin (CA) ibu disebabkan oleh epidural yang pada gilirannya menyebabkan tekanan darah rendah dan rahim hiper-stimulasi.
h.    Epidural dapat menyebabkan demam pada ibu, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi bayi. Dalam sebuah studi besar pertama kali ibu, bayi lahir dari ibu dengan demam (97% di antaranya telah epidural)
i.        Epidural juga dapat meningkatkan kemungkinan nilai Apgar skor rendah saat lahir, sehingga memerlukan resusitasi dan mengalami kejang pada periode baru lahi..
j.        Beberapa studi menunjukkan bahwa epidural dapat mengganggu ikatan normal/bonding yang terjadi antara ibu dan bayi setelah lahir.
k.    Ada juga bukti bahwa epidural dapat menurunkan efisiensi menyusui.

2.1.5   Teknik Persalinan Dibantu Forcep / Ekstraksi Cunam (Forceps)
1.    Definsi Persalinan Forceps
Forceps digunakan untuk menolong persalinan batyi dengan presentasi verteks, dapat digolongkan sebagai berikut, menurut tingkatan dan posisi kepala bayi pada jalan lahir pada saat daun forceps dipasang.
Ekstraksi forceps adalah suatu persalina buatan dimana janin dikeluarkan dengan suatu tarikan cunam yang dipasang pada kepalanya. (Hanifa W,1999:88) . cunam atau forceps adalah suatu alat obsetrik terbuat dari logam yang digunakan untuk melahirkan anak dengan tarikan kepala (Phantom:178)
Ekstraksi cunam adalah tindakan obstretik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan jalan menarik bagian bawah janin (kepala) dengan alat cunam (Bari Abdul, 2001:5001)

2.    Indikasi
Indikasi pertolongan ekstraksi forceps adalah:
a.    Indikasi ibu
1)   Ruptura uteri mengancam, artinya lingkaran retraksi patologik sudah setinggi 3 jari dibawah pusat, sedang kepala sudah turun sampai H III-H IV.
2)   Adanya odema pada vagina atau vulva. Adanya edema pada jalan lahir artinya partu sudah berlangsung lama.
3)   Adnaya tanda tanda infeksi, seperti suhu badan meningkat, lochea berbau.
4)   Eklamsi yang mengancam.
5)   Indikasi pinard, yaitu kepala sudah di H IV, pembukanaan cerviks lengkap, ketuban suah pecah atau 2 jam mengedan janin belum lahir juga.
6)   Pada ibu-ibu yang tidak boleh mengedan lama, misal ibu dengan decompensasi kordis, ibu dengan Koch pulmonum berat, ibu dengan anemi berat, preklamsi berat, ibu dengan asma broncial.
7)   Partus tidak maju-maju.
8)   Ibu-ibu yang sudah kehabisan tenaga.
b.   Indikasi Gawat Janin
Tanda-tanda gawat janin antara lain :
1)   Cortonenmenjadi cepat takikardi 160x/menit dan tidak teratur.
2)   DJJ menjadi lambat bradikardi 160x/menit dan tidak teratur.
3)   Adanya mekonium (pada janin letak kepala) prolapsus funikulli, walaupun keadaan anak masih baik.

3.    Kontraindikasi
Kontraindikasi dari ektrasi forceps meliputi :
a.    Janin sudah lama mati sehingga tidak bulat dan keras lagi sehingga kepala sulit dipegang oleh forceps.
b.    Anenchepalus
c.    Adanya disproporsi capelo pelvik.
d.   Kepala masih tinggi.
e.    Pembukaan belum lengkap.
f.       Pasien bekas operasi vesiko vagina fistel.

4.    Jenis Tindakan
Berdarskan pada jauhnya turun kepala dapat dibedakan beberapa macam tindakan ektrasi forceps, antara lain :
a.    Forceps rendah
Dilakukan setelah kepala bayi mencapai H IV, kepala bayi mendorong perinium, forceps dilakukan dengan ringan disebut outlet forceps.
b.    Forceps tengah
Pada kedudukan kepala antara H II atau H III, salah satu bentuk forceps percobaa untuk membuktikan disproporsi panggul dan kepala. Bila aplikasi dan tarikan forceps berat membuktikan terdapat disproporsi kepala panggul. Forceps percobaan dapat diganti dengan ektrasi vacum.
c.    Forceps tinggi
Dilakukan pada kedudukan kepala diantara HI atau H II, forceps tinggi sudah diganti dengan seksio cesaria.

5.    Teknik Ektrasi Forceps
Pasien diposisikan dalam posisi litotomi dengan tungkai fleksi dan abduksi. Vulva dan perineum diberikan solusi antiseptik yang cukup. Kandung kemih dinilai, bila perlu dikosongkan. Pemeriksaan dalam dilakukan lagi, untuk meyakinkan bahwa semua syawaf forceps telah terpenuhi.
Tujuan aplikasi forceps adalah untuk mencakup kepala secara simetris. Bila forcep harus terpasang secara simetris pada sisi kepala bayi dan melewato malar eminensia. Setelah forceps terpasang, harus dilakukan pemeriksaan ulang apakah aplikasi telah tepat sebelum dilakukan traksi atau rotasi.
Penilaian untuk aplikasi forceps yang tepat adalah :
a.    Sutura sagitalis tegak lurus dengan plana forceps.
b.    Ubun-ubun kecil berada satu jari diatas dari plana forceps, dan mempunyai jarak yang sama dari kedua sisi bilah. Jika bilah yang dipakai merupakan yang fanstrated, fenstrasi hanya satu jari didepan dari kepala bayi.

2.1.6   Teknik Persalinan dibantu dengan Vakum
1.    Definisi
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum pada kepalanya. Alat ini dinamakan ekstrator vakum atau ventouse (Depkes RI,2002). Menurut Mansjoer Arif (1999) tindakan ini dilakukan dengan memasang sebuah mangkuk (cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif. Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetri yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi (CuninghamF2002).

2.    Indikasi
Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin menyebabkan tindakan ekstraksi porcef/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin oksiput posterior atau oksiput transverse menyebabkan persalinan tidak dapat dilakukan secara normal. Untuk melahirkan secara pervaginam, maka perlu tindakan ekstraksi vakum/tindakan ekstraksi vakum menyebabkan terjadinya toleransi pada servik uteri dan vagina ibu. Di samping itu terjadi laserasi pada kepala janin yang dapat mengakibatkan perdarahan intracranial (Mansjoer Arif, 1999).

3. Syarat dari Ekstraksi Vakum:
a. Janin aterm
b. Janin harus dapat lahir pervaginam (tidak ada disproporsi)
c. Pembukaan serviks sudah lengkap
d. Kepala janin sudah enganged.
e. Selaput ketuban sudah pecah atau jika belum, dipecahkan.
f. Harus ada kontraksi uterus atau his dan tenaga mengejan ibu.

4.    Komplikasi Ekstraksi Vakum
Pada ibu, ekstraksi vakum dapat menyebabkan perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi. Pada janin ekstrasi vakum dapat menyebabkan ekskoriasi kulit kepala, cepal hematoma, subgaleal hematoma. Hematoma ini cepat direabsorbsi tubuh janin. Bagi janin yang mempunyai fungsi hepar belum matur dapat menimbulkan ikterus neonatorum yang agak berat, nekrosis kulit kepala (scapnecrosis), dapat menimbulkan alopesia (Mansjoer Arif, 1999).

5.    Prosedur Ekstraksi Vakum
Ibu tidur dalam posisi lithotomi. Pada dasarnya tidak diperlukan narcosis umum. Bila waktu pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, diberi anesthesia infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil, boleh diberi anesthesia inhalasi, namun hanya terbatas pada waktu memasang mangkuk saja. Setelah semua bagian-bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk yang sesuai dengan pembukaan serviks (Mansjoer Arif, 1999).
Pada pembukaan serviks lengkap biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina dengan posisi miring dan dipasang pada bagian terendah kepala, menjauhi ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak denominator. Dilakukan penghisapan dengan pompa penghisap dengan tenaga 0,2 kg/cm2 dengan interval 2 menit. Tenaga vakum yang diperlukan adalah : 0,7-0,8 kg/cm2. Hal ini membutuhkan waktu kurang lebih 6-8 menit (Rustam Mochtar, 1999).
Dengan adanya tenaga negatif ini, maka pada mangkuk akan terbentuk kaput suksedaneum arrifisial (chignon). Sebelum mulai melakukan traksi, dilakukan periksa dalam ulang, apakah ada bagian-bagian jalan lahir yang ikut terjepit. Bersamaan dengan timbulnya his, ibu disuruh mengejan, dan mangkuk ditarik searah dengan arah sumbu panggul (Rustam Mochtar, 1999).
Pada waktu melakukan tarikan ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan penolong. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan meloncat kearah muka penolong. Traksi dilakukan terus selama ada HIS dan harus mengikuti putaran paksi dalam, sampai akhirnya suboksiput berada di bawah simfisis (Rustam Mochtar, 1999).
Bila his berhenti, maka traksi juga dihentikan. Berarti traksi dikerjakan secara intermitten, bersama-sama dengan his. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk ke arah atas, sehingga kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai hipomoklion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana lazimnya.
Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pintu dibuka, udara masuk ke dalam botol, tekanan negatif menjadi hilang, dan mangkuk lepas. Bila diperlukan episiotomi, maka dilakukan sebelum pemasangan mangkuk atau pada waktu kepala membuka vulva.
Kriteria Ekstraksi Vakum Gagal waktu dilakukan traksi, mangkuk terlepas sebanyak 3 kali. Mangkuk lepas pada waktu traksi, kemungkinan disebabkan:
a.    Tenaga vakum terlalu rendah
b.    Tenaga negatif dibuat terlalu cepat, sehingga tidak terbentuk kaput suksedaneum sempurna yang mengisi seluruh mangkuk.
c.    Selaput ketuban melekat antara kulit kepala dan mangkuk sehingga mangkuk tidak dapat mencengkram dengan baik.
d. Bagian-bagian jalan lahir (vagina, serviks) ada yang terjepit ke dalam mangkuk.
e. Kedua tangan kiri dan tangan kanan penolong tidak bekerja sama dengan baik.
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defect) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran penghubung.
h. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan-kemungkinan di atas dan diusahakan melakukan koreksi. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir.

6.    Keunggulan Ekstraksi Vakum
a.    Pemasangan mudah (mengurangi bahaya trauma dan infeksi)
b.    Tidak diperlukan narkosis umum
c.    Mangkuk tidak menambah besar ukuran kepala yang harus melalui jalan lahir
d.   Ekstraksi vakum dapat dipakai pada kepala yang masih tinggi dan pembukaan serviks belum lengkap
e.    Trauma pada kepala janin lebih ringan (Rustam Mochtar, 1999).

7.    Kerugian Ekstraksi Vakum
a.    Persalinan janin memerlukan waktu yang lebih lama
b.    Tenaga traksi tidak sekuat seperti pada cunam. Sebenarnya hal ini dianggap sebagai keuntungan, karena kepala janin terlindung dari traksi dengan tenaga yang berlebihan.
c.    Pemeliharaannya lebih sukar, karena bagian-bagiannya banyak terbuat dari karet dan harus selalu kedap udara. (Rustam Machtar, 1999).

2.1.7   Teknik Hypnobirthing
1.    Definisi Hypnobirthing
Hypnobirthing dari kata hypnotic dan birthing, bukan berarti ibu hamil akan di hipnotis hingga tertidur atau tidak sadarkan dirinya saat melahirkan. Namun hipnotis yang digunakan adalah metode penanaman sugesti positif saat otak telah berada dalam kondisi rileks.
Terapi ini mengajarkan kepada para ibu untuk memahami dan melepaskan Fear-Tension-Pain Syndrome yang serng kali menjadi penyebab kesakitan dan ketidaknyamanan selama proses kelahiran. Saat merasa takut, utubh mengalihkan darah dan oksigen dari organ pertahanan non esistensi menuju kelompok otot besar di wilayah kaki dan tangan. Akibatnya area wajah ‘ditinggalkan’, maka ada ungkapan pucat karena ketakutan.

2.    Manfaat Hypnobirthing
a.    Untuk ibu : ibu hamil bisa memanage atau mengurangi kadar rasa sakit saat melahirkan, meminimalisir setress, sepresi saat masa melahirkan, karena ibu jauh lebih mudah mengontrol emosinya. Ibu mendapatkan rasa nyaman, ketenangan dan kebahgiaan karena persalinan yang lebih lancar. Mencegah kelelahan yang berlebihan saat proses persalinan, beberapa kasus meski hapus mengejan na,un wajah menjadi jauh lebih segar. Mengurangi komplikasi medis dalam melahirkan.
b.    Untuk janin : janin merasa ada kedekatan emosi dan iktan batin lebih kuat, karena saat melakukan hypnobirthing ibu dan janin menjalin komunikasi bawah sdar, bayi yang dilahirkan relatif tidak kekurangan oksigen. Janin juga merasa damai dan mendapatkan getaran tenang serta pertumbuhan hormon melalui plasenta lebih seimbang.
c.    Untuk suami : merasa lebih tenang dalam mendampingi proses kelahiran, emosi kehidupan suami istri lebih seimbang (karena ada wanita hamil yang bawaannya lebih marah, lebih efois dll) bisa diseimbangkan dengan hypnobirthing. Jika suami melakukan hypnobirthing ke istri ada jalinan lebih mesra ke istrinya dan bisa mendekatkan dengan sang janin.

3.    Teknik Hypnobirthing
Ada berbagai teknik dalam hypnobrithing yaitu :
a.    Preinduksi
Preinduksi adalah persiapan masuk ke pikiran bawah sadar dan termasuk mengetahui sebagai manfaat melakukan hypnosis. Dalam aras pre induksi ini ibu hamil juga di latih tungkat kepekaan terhadap sugestibilitas, bisa dengan menggunakan alat atau tanpa alat. Salah satu alat yang digunakan adalah pendulum cevreul, caranya diamkan pendulum dan pandang pendulum lalu berkonsentrasi menggerakan pendulum ke kanan ke kiri atau berputar hanya dengan memfokuskan pikiran. Cara lain tanpa alat yaitu dengan metode arm levitation yaitu mangangkat dua tangan lalu merasakan sugesti tangan kiri seolah ada sensasi balon hingga tangan kiri terangkat ke atas, tangan kanan ada sensasi membawa buku  berat sehingga merasa tertarik ke bawah. Biasanya hypnotherapis akan mengajarkan kepada ibu hamil yang ikut kursus hypnobirthing.
b.    Induksi
Induksi yaitu tahap bagaimanan meng-offkan pikiran sadar dan masuk ke pikiran bawah sadar. Yang lazim digunakan adalah progresif relaksasi yaitu relaksasi bertahap secara bagian per bagian sampai ujung kaki.
c.    Deepning
Berikutnya untuk memperdalam relaksasi dilakukan deepning, bisa menggunakan metode elevator maka relaksasi makin dalam, cara yang l;ain bisa menggunakan ball of light yaitu imaginasi kekuatan bola cahaya yang selain memperdalam relaksasi juga sekaligus sugesti menghilangkan kepenatan dan rasa capai.
d.   Therapeutic sugestion
Setelah dilakukan deepning dilakukan hypnotherapeuticnya, bisa sugesti badan sehat dan perasaan gembira, maupun imaginasi bagaimana melahirkan dengan nyaman dan damai serta tenang. Metode sugesti bisa bermacam-macam, bisa disesuaikan dengan keadaan emosi dan fisikal pasien, namun jika pasien mengalami berbagai kasus trauma dan ketakutan yang berlebihan, memang perlu seoang hypnotherapist untuk membantu.
e.    Terminasi
Setelah itu proses di tutup dengan terminasi sambil memberikan sugesti membuka mata dengan keadaan segar budar.

2.1.8   Teknik Lotus Birth
1.    Definisi Lotus Birth
Lotus Birth adalah suatu metode asuhan bayi baru lahi dimana tali pusat bayi tidak dipotong. Setelah bayi lahir, tali pusat yang melekat pada bayi dan plasenta dibiarkan saja, tanpa dijepit atau dipotong. Tali pusat kemudian akan kering k=sendiri dan akhirnya lepas secara alami dari umbilicus. Pelepasan tersebut umumnya terjadi 3-10 hari setelah bayi lahir. Tali pusat dan plasenta merupakan satu unit dan satu kesatuan.

2.    Keuntungan Lotus Birth
a.    Tali pusat dibiarkan terus berdenyut sehingga memungkinkan terjadinya perpanjangan aliran darah ibu ke janin.
b.    Oksigen vital yang melalui tali pusat dapat sampai ke bayi sebelum bayi benar-benar dapat mulai bernafas sendiri.
c.    Lotus Birth juga memungkinkan bayi cepat untuk menangis segera setelah lahir.
d.   Bayi tetap berada dekat ibu setelah kelahiran sehingga memungkinkan terjadinya waktu yang lebih lama untuk bounding attachment.
e.    Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk terlepasnya tali pusat bila tali pusat dipotong segera ketika lahir adalah 8-9 hari, ketika berhenti berdenyut 6-7 hari, dan jika dibiarkan secara alamai 3-4 hari.
f.     Dr Sarah Buckley mengatakan : bayi akan menerima tambahan 50-100 ml darah yang dikenal sebagai transfusi placenta. Darah transfuse ini mengandung zat besi, sel darah merah, keping darah dan bahan gizi lain, yang akan bermanfaat bagi bayi sampai tahun pertama kehidupannya. Hilangnya 30 ml darah ke bayi baru lahir adalah setara dengan hilangnya 600 ml darah untuk orang dewasa. Asuhan persalinan umum dengan pemotongan tali pusat sebelum berhenti berdenyut memungkinkan bayi baru lahir kehilangan  60 ml darah, yang setara dengan  1200ml darah orang dewasa.

3.    Kekurangan
a.    Tidak bisa diterapkan pada seluruh kebudayaan.
b.    Membutuhkan fasilitas kesehatan yang memadai.
c.    Membutuhkan tenaga kesehatan yang berpengalaman.
Membutuhkan banyak petugas kesehatan, misalnya bayi di mandikan harus ada petugas yang lain memegangi dan menjaga tali pusat.
d.   Memerlukan perawatan ekstra pada plasenta agar tidak membusuk dan berbau tidak sedap.

4.    Langkah-langkah Lotus Birth
Beberapa hal yang dilakukan dalam Lotus Birth diantaranya :
a.    Bila bayi lahir, biarkan tali pusat utuh. Jika tali pusat berada disekitar leher bayi (lilitan tali pusat) cukup di longgarkan dan angkat talu pusat tersebut melewati kepala bayi.
b.    Tunggu lahirnya plasenta secara alami.
c.    Ketika plasenta lahir, tempatkan palsenta pada mangkuk khusu didekat ibu.
d.   Tunggu transfusi penuh darah secara alami dari pusat ke bayi sebelum menangani plasenta.
e.    Hati-hati dalam mencuci plasenta yaitu dengan cara menggunakan air hangat dan tepuk-tepuk sampai kering.
f.       Tempatkan plasenta ditempat yang kering.
g.    Letakkan plasenta pada bahan yang menyerap seperti sebuah popok atau kain kemudian letakkan dalam tas plasenta.
h.    Pemrukaan plasenta akan berubah setiap ahri bahkan lebih cepat jika sering terjadi rembesan. Alternatif lain untuk mempercepat pengeringan plasenta yaitu dengan menaburkan garam padabagian plasenta.
i.        Dalam keseharian tetap lakukan asuhan normal pada bayi baru lahir, gendong bayi dan beri makan sesuai kebutuhannya.
j.        Pastikan bayi menggunakan pakaian yang longgar.
k.    Bayi dapat dimandikan seperti biasa. Biarkan plasenta bersamanya.
l.        Meminimalisir pergerakan bayi, khusunya pada bagian daerah didekat tali pusat.


















BAB 3
PENUTUP

4.1      Simpulan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Wiknjosastro, 2002). Berdasarkan cara persalinannya, persalinan dibagi menjadi 2, yaitu persalinan pervaginam dan persalinan perabdomen. Persalinan pervaginam disebut juga partus normal atau spontan adalah proses lahirnya bayi pervagina dengan tenaga ibu sendiri, tanpa bantuan alat-alat dan bayi umumnya berlangsung kurang dari 24 jam (Wiknjosastro, 2002). Ada beberapa teknik dalam persalinan diantaranya adalah:  Teknik Melahirkan Normal adalah Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin (sarwono, 2002). Teknik Water Birth yaitu Teknik Melahirkan Caesar, Teknik Pembiusan atau Anestesi Epidural, Teknik Persalinan Dibantu Forcep / Ekstraksi Cunam (Forceps), Teknik Persalinan dibantu dengan Vakum, Teknik Hypnobirthing.

4.2    Saran
Kami berharap setiap mahasiswa mampu memahami dan mengetahui tentang apa saja teknik dalam persalinan serta pembaca mengetahui keuntungan dna kerugian berbagai macam teknik persalinan.









DAFTAR PUSTAKA

Melahirkan di Air Kurangi Rasa Nyeri. 2007;[2 screens]. Available at: http//www.balipost.com/BaliPostcetak/2007/10/8/b2.htm. Accessed: Oktober 26th, 2015
Chapman, B. Waterbirth protocol: Five North Island hospitals in New Zealand. College of Midwives Journal. 2004;30;20-24
Cook, E. Alternative birthing methods. 2006;[5 screens]. Available at: http://www.americanpregnancy.org. Accessed: July 1st, 2007
4. What’s on june 2007: talkshow melahirkan dalam air - water birth. 2007; [4screens]. Available at: http://w3.weddingku.com/communitydetail.asp?articleID=1003104 &article CategoryID=1000140. Accessed: Oktober 27th, 2015

Garland, D., Choo, YP, Coe, M. In the use of water in labour and birth-The royal college of midwives. 2000;[4 screens]. Available at:http://www.rcm.org.uk/info /docs/RCOG_ RCM_ Birth in water _Final_Copy. pdf . Accessed: Oktober 21st, 2015
Government of South Australia. Policy-First stage labour in water. 2005;[9 screens]. Available at: http://www.health.sa.gov.au
Guidelines for water birth at OHSU. Oregon health and sciences university water birth guidelines. 2001;[1 screens]. Available at: http://www.data.memberclicks. com/site/wi /OHSU_2001-guidelines.PDF. Accessed : Oktober 2nd, 2015
Grunebaum A, Chervenak FA. In the baby or the bathwater: which one should be discarded?. J.Perinat.Med 2004;32:306-307
Harper, B. In what prevents baby from breathing under water? In waterbirth basics from newborn breathing to hospital protocols 2008;[8 screens]. available:http://www.thiswomanswork.net/images/what_prevent_bay_from_breathing_under_water.pdf. Accessed: Oktober 21st, 2015
Keene, NH. In guidelines for warm water immersion for labor & birth. Cheshire Medical Center. 2004;[5 screens]. Available at: http//www. Cheshire_Medical_Center.com. Accessed: Oktober 1st, 2015
Lachman E, Finelt Z. In experience with under-water birth (Abstract). Harefuah, 2007 134;3:161-2, 248
McFarland JA. In waterbirth–myths vs realities 2004;[2 screens]. Available at: http://www.mybirthdesign.com/. Accessed: Oktober 1st, 2015
Nagai T, Sobajima H, Iwasa M, Tsuzuki T, Kura F, Amemura-Maekawa J, Watanabe H. Neonatal Suddent Death Due to Legionella Pneumonia Associated with Water Birth in a Domestic Spa Bath. Journal of Microbiology 2003;41:2227-9
Saifuddin, A. B. 2002. “Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neinatal”.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawwirohodjo.
Water birth – wikipedia, the free encyclopedia (wikipedia foundation, Inc.). 2007;[8 screens]. Available at: http://www.en.wikipedia.org/wiki/water_birth. Accessed: August 26, 2007Zanetti RD, Lapaire O, Maertens A, Holzgreve W, Hosli I. In Water birth, more than a trendy alternative: a prospective, observational study (Medline abstract). Arch Gynecol Obstet 2006;274;6: 355-65
What are the benefit of waterbirth and water labor? (waterbirth international). 2007;[2 screens]. Available at: http://www.waterbirth.org/mc/page.do. Accessed: July 18th, 2007
Carpenito, L.J. 2001. Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC

0 komentar:

Posting Komentar