16 Desember, 2015

KELOMPOK 3 : PENERAPAN WATER BIRTHING

MAKALAH SISTEM REPRODUKSI II

PENERAPAN TEKNOLOGI WATER BIRTHING



Disusun Oleh:
Kelompok 1
S1-4A

1.         Akbar Dwi Guntoro                             (121.0007)
2.         Indah Susanti                                        (121.0047)
3.         Nia Dewi Syinta                                     (121.0071)
4.         Yuliana Afidah                                      (121.0109)


BAB 1
PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang
Persalinan dan kelahiran adalah kejadian fisiologis yang normal yang mana kelahiran seorang bayi merupakan peristiwa social yang dinantikan ibu dan keluarga selama 9 bulan. Ketika persalinan dimulai, peranan ibu adalah untuk mlahirkan bayinya, sedangkan peran petugas kesehatan adalah memantau persalinan dan mendeteksi dini adanya komplikasi selama persalinan, disamping juga bersama keluarga memberikan bantuan dan dukungan pada ibu bersalin.
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dan janin turun ke dalam jalan lahir. Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37 – 42 minggu ), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin.
Salah satu hal penting yang terjadi pada proses persalinan adalah nyeri persalinan. Dalam proses persalinan hal inilah yang paling dirasakan tidak menyenangkan bahkan menakutkan bagi ibu. Saat ini proses persalinan pervaginam telah berkembang yang bertujuan member rasa nyaman aman dan menyenangkan serta dapat mengurangi behkan meniadakan perasaan cemas dan menegangkan. Salah satu metode alternative yang saat ini popular adalah persalinan dalam air hangat atau dikenal sebagai water birth.
Bagi kebanyakan melahirkan di air atau water birth masih belum popular, berbeda dengan dibeberapa Negara Asia lain, metode ini justru menjadi pilihan utama ibu untuk melahirkan. Di Indonesia , tidak semua rumah sakit dilengkapi fasilitas untuk persalinan dengan metode water birth. Selain dibutuhkan tenaga medis yang terlatih khusus, pihak rumah sakit harus memiliki kolam bersalin berdesain khusus (birth pool). Strelisasi air perlu diperhatikan agar tidak menyebabkan infeksi pada ibu dan bayi yang dilahirkan.
1.2      Rumusan Masalah
1.          Apa yang dimaksud dengan metode persalinan water birth?
2.          Bagaimana proses persalinan dengan metode water birth?
3.          Apa komplikasi yang terjadi pada persalinan dengan metode water birth?
1.3      Tujuan
1.3.1  Tujuan Umum
 Mengidentifikasi persalinan dengan menggunakan metode water birth.
1.3.2  Tujuan Khusus
1.          Menjelaskan tentang metode persalinan water birth.
2.          Menjelaskan proses persalinan water birth.
3.          Menjelaskan komplikasi persalinan water birth.

1.4      Manfaat
a.          Memberikan pengetahuan bagi mahasiswa/i tentang tehknik persalinan water birth.
b.          Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang tehknik persalinan water birth.














BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA


2.1      Pengertian Water Birthing
Water birth merupakan salah satu metode persalinan pervaginam, dimana ibu hamil tanpa kompikasi bersalin dengan jalan berendam dalam air hangat dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan memberi sensasi dan rasa nyaman (Bayuningrat, 2008).
Water birth adalah salah satu metode alternatif persalinan pervaginam, dimana ibu hamil aterm (normal) tanpa komplikasi bersalin dengan cara berendam dalam air hangat (yang dilakukan pada bathtubatau kolam) dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi. Menurut Akhlaghi, et al(2005), water birthadalah metode persalinan yang sederhana. Beberapa penelitian telah menunjukan manfaat dan juga beberapa efek yang menguntungkan. Efek yang menguntungkan pada water birthadalah ibu melahirkan mengalami relaksasi, kontraksi kurang menyakitkan, lama persalinan lebih pendek, tidak memerlukan analgesik farmakologi dan sedikit kejadian episiotomi.
Water birth merupakan metode persalinan pervaginam dimana ibu hamil cukup bulan (aterm) tanpa disertai penyulit dengan jalan berendam dalam air hangat. Metode persalinan ini terbagi menjadi 2, yaitu:
1.           Water birth murni, yaitu metode persalinan water birth dimana ibu masuk ke kolam tempat persalinan setelah mengalami pembukaan 6 sampai proses melahirkan terjadi.
2.          Water birth emulsion, yaitu metode persalinan water birth dimana ibu hanya berada di dalam kolam tempat persalinan hingga masa kontraksi (Kala I persalinan) berakhir. Proses melahirkan tetap dilakukan di tempat tidur.



2.2      Patofisiologi Water Birthing
1.           Pengurangan Rasa Nyeri
Keuntungan yang diperoleh dengan metode persalinan ini adalah berkurangnya rasa nyeri ketika persalinan berlangsung. Hal ini disebabkan oleh keadaan sirkulasi darah uterus yang menjadi lebih baik, berkurangnya tekanan abdomen, serta meningkatnya produksi endorphin (stress related hormone). Berendam dalam air selama persalinan akan mengurangi tekanan pada abdomen ibu, dan mengapung mengakibatkan kontraksi uterus lebih efisien dan sirkulasi darah lebih baik. Ini menyebabkan sirkulasi dan oksigenasi darah otot uterus menjadi lebih baik.
Persalinan dalam air memberi keleluasaan ibu untuk bergerak bebas, dapat memberi rasa lebih rileks dan nyaman, sehingga ibu hamil mampu berkonsentrasi pada persalinannya, dan oleh karena kondisi ibu nyaman maka sirkulasi darah dan oksigen dari plasenta ke janin berlangsung lebih baik, suhu tubuh bayi menjadi hangat sesuai suhu tubuh ibu. Suhu tubuh yang baik ini akan mempengaruhi oksigenasi bayi, sehingga bayi mampu beradaptasi terhadap lingkungan di luar rahim dengan baik. Air hangat dan tekanan dari pusaran air kolam tersebut merupakan salah satu sumber penghilang rasa sakit selama persalinan dengan jalan mengurangi beban gravitasi secara alami, sehingga ibu hamil dapat berubah posisi tanpa beban saat berendam di air. Berendam dalam air hangat dapat merangsang respon fisiologi pada ibu hamil, sehingga dapat mengurangi nyeri termasuk redistribusi volume darah, yang mana akan merangsang pelepasan oksitosin dan vasopressin, sehingga akan meningkatkan level oksitosin dalam darah.
2.           Pengurangan Risiko Aspirasi
Ada beberapa faktor yang mencegah bayi menghirup air sewaktu bersalin. Pertama, terdapat faktor penghambat yang secara normal ada pada setiap bayi. Bayi dalam kandungan mendapatkan oksigen dari plasenta melalui tali pusat dan bernapas dengan menggerakkan otot-otot intercostal dan diaphragma dengan pola teratur sejak usia kehamilan 10 minggu. Janin menerima oksigen selama kehamilan melalui tali pusat sampai waktu ketika tali pusat dipotong atau plasenta terlepas dari dinding rahim, rata-rata 2-10 menit setelah lahir hingga 30 menit. Kerja otot diaphragma dan intercostal, menyebabkan lebih banyak darah mengalir ke organ vital termasuk otak sehingga dapat dilihat penurunan Fetal Beat Movement (FBM) pada profil biofisik. Pada 24-48 jam sebelum onset persalinan spontan, bayi mengalami peningkatan level prostaglandin E2 dari plasenta yang menyebabkan perlambatan dan penghentian gerakan napas. Secara normal terlihat pergerakan otot kira-kira 40%. Ketika bayi lahir dan level prostaglandin masih tinggi, otot bayi untuk pernapasan sederhana belum bekerja, hal tersebut merupakan respon penghambatan pertama.
Respon penghambat kedua adalah fakta bahwa bayi-bayi yang lahir mengalami hipoksia akut atau kekurangan oksigen. Ini merupakan respon proses kelahiran. Hipoksia menyebabkan apnea dan menelan, bukan bernapas ataupun mengap-mengap. Jika janin mengalami kekurangan oksigen berat dan lama, maka mengap-mengap dapat terjadi setelah lahir, mungkin air akan terhirup ke dalam paru-paru. Jika bayi bermasalah selama persalinan, variabilitasnya akan melebar yang tercatat pada Fetal Heart Rate, hal ini mengakibatkan prolonged bradicardia, sehingga penolong akan meminta ibu untuk meninggalkan kolam sebelum bayi lahir.
Faktor ketiga yang menghambat bayi dalam merespon pernapasan ketika berada di dalam air, adalah perbedaan temperatur. Temperatur air dibuat sesuai temperatur badan ibu. Cairan paru diproduksi dalam paru-paru dan yang secara kimia menyerupai cairan lambung. Cairan ini akan keluar melalui mulut dan ditelan oleh janin. Air merupakan larutan hipotonik dan cairan paru-paru terdapat pada janin adalah hipertonik. Jika air melewati laring, tidak dapat melintasi paru-paru, karena berdasarkan fakta bahwa larutan hipertonik lebih padat dan mencegah larutan hipotonik bergabung atau masuk kedalamnya.

Faktor penghambat penting lain adalah Dive reflex (refleks penyelaman/ mammallian diving reflex) yang mengelilingi laring. Laring dibungkus oleh kemoreseptor atau taste buds. Laring memiliki 5 kali lebih banyak taste buds dibanding lidah. Jadi, ketika larutan mengenai dinding belakang tenggorokan, melewati laring, taste buds menginterprestasikan jenis zat dan glottis otomatis menutup, sehingga larutan akan tertelan, tidak terhirup. Bayi baru lahir sangat cerdas dan dapat mendeteksi substansi apa yang mengenainya, dapat membedakan antara cairan amnion, air, susu, dan ASI yang diakibatkan oleh adanya Dive Reflex.
Pada kondisi bayi normal (dilihat dari monitoring Fetal Heart Rate selama persalinan), kombinasi faktor-faktor tersebut di atas mencegah bayi bernapas di dalam air sampai bayi berada di atas permukaan air.Pernapasan janin pertama kali terjadi setelah wajah ada di permukaan air, dimana akan merangsang mammalian diving reflex yang berhubungan dengan tekanan udara pada daerah nervus trigeminus wajah. Pada pernapasan bayi pertama kali terjadi adalah dengan merubah sirkulasi janin ke sirkulasi bayi, penutupan shunt pada jantung, membuat sirkulasi pulmonal, merubah tekanan pada paru-paru, mendorong cairan keluar yang akan mempersiapkan ruangan paru-paru dan mengijinkan pertukaran oksigen dan karbondioksida. Proses ini memerlukan beberapa menit untuk memulai secara lengkap. Selama waktu tertentu bayi masih menerima oksigen dari tali pusat. Tidak ada ancaman bahwa bayi akan menghirup air selama proses kelahiran karena faktor pencetus untuk menghirup oksigen tidak akan ada sampai kepala bayi kontak dengan udara.
3.           Pemendekan Fase Persalinan
Persalinan dalam air kadangkala dihubungkan dengan penurunan intensitas kontraksi, sehingga menyebabkan perlambatan persalinan. Ibu hamil masuk ke dalam air selama persalinan kala I diyakini kurang bermanfaat.Tidak ada bukti kuat kriteria kapan saat yang tepat untuk berendam pada persalinan kala I, sehingga persalinan awal ini akan lebih baik jika ditangani dengan mobilisasi daripada berendam.
4.           Pengurangan Perdarahan Postpartum
Hilangnya darah ibu selama water birth sangat sedikit. Rata-rata darah yang hilang pada water birth 5,26 g/l secara bermakna lebih rendah daripada land birth 8,08 g/l. Kehilangan darah pada persalinan ini sukar dinilai terutama jika diakibatkan oleh penolong yang kurang berpengalaman pada persalinan dalam air.

2.3      Mekanisme Persalinan Water Birthing
Mekanisme persalinan water birth adalah sama seperti pada persalinan normal biasa, yang membedakan adalah metode ini menggunakan media air sebagai tempat persalinan. Penggunaan media air dalam proses persalinan membutuhkan persiapan yang lebih banyak daripada persalinan normal biasa yaitu dengan mempersiapkan kolam sebagai tempat ibu untuk bersalin beserta peralatan lainnya.
Menurut Garland (2002), persiapan yang dilakukan pada water birth diantaranya :
1.           Temperatur air
Bak harus diisi dengan kedalaman yang cukup memungkinkan uterus ibu tertutup semuanya. Temperatur air harus antara 35° C dan 37° C untuk kala pertama dan 37° C untuk kala kedua dan kelahiran. Suhu permukaan biasanya lebih dingin dari air di kedalaman maka letakan termometer lebih dalam agar dapat mengatur dan mempertahankan temperatur.
2.           Pembersihan
Kebijaksanaan pengontrolan infeksi lokal harus memenuhi kelahiran di air. Setelah dipakai, bak harus dibilas dari debris dan dicuci dengan bahan yang mengeluarkan klorin yang efektif terhadap HIV, hepatitis B, dan Hepatitis C.
3.           Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah :
1.           Kolam air berupa bak berdiameter 2 meter, terbuat dari plastik dengan benjolan-benjolan pada alasnya agar posisi ibu tidak merosot.
2.           Termometer untuk memeriksa temperatur air.
3.           Pompa pengatur, agar air tetap bersirkulasi.
4.           Water heater untuk menjaga air tetap hangat.
5.           Sonicaid tahan air untuk memantau jantung janin.
6.           Sarung tangan untuk bidan.
7.           Cermin kecil yang mudah dibawa untuk melihat kemajuan selama kala kedua persalinan.
8.           Stool rendah atau jejakan kaki untuk membantu ibu masuk dan keluar dengan mudah.
9.          Entonoks portable atau pipa entonoks panjang untuk digunakan ibu dengan bebas di bak.

2.4      Proses Persalinan Water Birthing
Tahapan proses persalinan dalam air (water birth) menurut Aprillia (2002):
1.           Sterilisasi kolam
Kolam yang akan digunakan dalam proses persalinan water birthharus disterilisasi lebih dulu dengan menggunakan desinfektan. Tujuan dari proses sterilisasi kolam mini adalah supaya kolam menjadi bebas kuman.
2.           Pengisian air kolam
Kolam yang sudah disterilisasi dan dianggap bersih kemudian diisi dengan air. Air tersebut harus disesuaikan dengan suhu tubuh ibu yang akan melahirkan, yaitu sekitar 35-37° C. Pengaturan suhu air penting karena untuk mencegah temperature shocksaat bayi keluar dari rahim. Sterilisasi air juga harus diperhatikan agar tidak menyebabkan infeksi pada ibu maupun bayi yang dilahirkan.
3.           Ibu masuk ke dalam kolam
Ibu yang akan melahirkan dengan metode water birthdiperbolehkan masuk ke dalam kolam setelah jalan lahir membuka 5-6 sentimeter. Tujuannya adalah untuk menghindari agar ibu tidak terlalu lama berada dalam air. Seorang ibu juga dapat didampingi oleh suaminya supaya perasaan ibu menjadi lebih tenang dalam menghadapi proses persalinan.
4.           Kelahiran bayi
Pembukaan jalan lahir biasanya sudah lengkap setelah kurang lebih 1-1,5 jam berendam dalam air, sehingga bayi siap lahir. Proses kelahiran bayi ini lebih mudah karena air mempunyai sifat mendorong. Setelah bayi lahir, ia tidak akan tenggelam karena pada saat dalam rahim pun bayi hidup dalam air ketuban selama 9 bulan.
5.           Pengangkatan bayi
Setelah bayi keluar, bayi diangkat dan langsung diberikan pada ibunya untuk mendapat pelukan hangat serta ciuman pertama dari ibunya. Kemudian setelah itu pusar bayi dipotong dan dibersihkan, dilanjutkan dengan pemeriksaan kesehatannya.

2.4.1 Selama Berlangsungnya Persalinan
Water birth memiliki tahapan yang sama seperti persalinan normal di luar air. Hanya saja dengan berendam dalam air hangat, membuat sirkulasi pembuluh darah menjadi lebih baik. Sehingga berpengaruh pada kontraksi rahim yang menjadi lebih baik dan efektif. Berikut tahapan-tahapan dalam persalinan dengan metode water birth:
1.           Ibu mulai masuk untuk berendam dalam air itu direkomendasikan saat fase aktif pembukaan sudah 5 cm dengan kontraksi uterus yang baik. Pada fase ini biasanya dibutuhkan waktu sebentar saja kira-kira 1-2 jam untuk menunggu kelahiran bayi.
2.           Biasanya begitu ibu masuk ke dalam kolam air, maka ibu akan merasa lebih nyaman,rileks, dan rasa sakitnya berkurang. Sehingga ibu lebih fokus pada persalinannya
3.           Observasi dan monitoring antara lain :
a.           Fetal Heart Rate (FHR) dengan doppler atau fetoskop setiap 30 menit selama persalinan kala I aktif, kemudian setiap 15 menit selama persalinan kala II. Auskultasi dilakukan sebelum, selama, setelah kontraksi.
b.           Penipisan dan Pembukaan serviks dan posisi janin. Pemeriksaan vagina (VT) dapat dilakukan di dalam air atau pasien di minta sementara keluar dari air untuk diperiksa.
c.           Status Ketuban, jika terjadi ruptur ketuban, periksa FHR, dan periksa adanya prolaps tali pusat. Jika cairan ketuban mekoneum, pasien harus meninggalkan kolam.
d.           Tanda vital ibu diperiksa setiap jam, dengan suhu setiap 2 jam (atau jika diperlukan). Jika ibu mengalami pusing, periksa vital sign, ajarkan ibu mengatur napas selama kontraksi.
e.           Hidrasi Ibu. Dehidrasi dibuktikan dengan adanya takikardi ibu dan janin dan peningkatan suhu badan ibu. Jika tanda dan gejala dehidrasi terjadi, ibu diberi cairan. Jika tidak berhasil pasang infus ringer laktat (RL).
4.           Manajemen kala II
a.           Mengedan seharusnya secara fisiologis. Ibu diperkenankan mengedan spontan, risiko ketidakseimbangan oksigen dan karbondioksida dalam sirkulasi maternal-fetal berkurang, dan juga akan dapat melelahkan ibu dan bayi.
b.           Persalinan, bila mungkin metode ”hand off”. Ini akan meminimalkan stimulasi.
c.           Tidak diperlukan palpasi tali pusat ketika kepala bayi lahir, karena tali pusat dapat lepas dan melonggar ketika bayi lahir. Untuk meminimalkan risiko tali pusat terputus dengan tidak semestinya, hindari tarikan ketika kepala bayi ke permukaan air. Tali pusat jangan diklem dan dipotong ketika bayi masih ada di dalam air.
d.           Bayi seharusnya lahir lengkap di dalam air. Kemudian sesegera mungkin dibawa kepermukaan secara “gentle”. Pada saat bayi telah lahir kepala bayi berada diatas permukaan air dan badannya masih di dalam air untuk menghindari hipotermia, mencegah transfusi ibu ke bayi. Sewaktu kepala bayi telah berada di atas air, jangan merendamnya kembali.
5.           Manajemen kala III
a.           Manajemen aktif dan psikologi tetap diberikan sampai ibu keluar kolam.
b.           Saat manajemen aktif kala III, syntometrine dapat diberikan.
c.           Estimasikan perdarahan < atau > 500 ml.
d.          Penjahitan perineum dapat di tunda sekurang-kurangnya 1 jam untuk menghilangkan retensi air dalam jaringan (jika perdarahan tidak berlebihan).

2.4.2 Selama Mengejan dan Persalinan
1.           Ibu mengambil sikap yang dirasakan aman dan nyaman untuknya. Keleluasaan gerakan yang mengijinkan ibu mengambil posisi yang tepat untuk bersalin.
2.           Lahirnya kepala bayi difasilitasi oleh adanya dorongan lembut kontraksi uterus. Sarung tangan digunakan penolong untuk melahirkan bayi. Sokong perineum, massage, dan tekan dengan lembut jika diperlukan. Ibu dapat mengontrol dorongan kepala dengan tangannya.
3.           Manipulasi kepala biasanya tidak diperlukan untuk melahirkan bayi karena air memiliki kemampuan untuk mengapungkan. Walaupun demikian, pasien perlu berdiri membantu mengurangi atau memotong dan mengklem lilitan tali pusat. Meminimalkan rangsangan mengurangi risiko gangguan pernapasan.
4.          Sewaktu bayi lahir, kepala bayi dikendalikan dengan gerakan yang lembut, muka ke bawah, dan muncul dari dalam air tidak lebih dari 20 detik. Janin dapat diistirahatkan di dada ibu sambil membersihkan hidung dan mulutnya, jika diperlukan. Penanganan ini sebaiknya melihat juga panjang tali pusat agar tidak sampai putus. Kemudian bayi diberi selimut, dan di monitor.
5.          Idealnya, ibu dan bayi dibantu keluar dari air untuk melahirkan plasenta. Tali pusat di klem dan dipotong, dan bayi dikeringkan dengan handuk dan diselimuti dan kemudian diberikan kepada penolong lain, keluarga, atau perawat. Ibu di bantu keluar dari kolam. Plasenta dapat dilahirkan di dalam air atau di luar tergantung penolong. Ibu dianjurkan menyusui sesegera mungkin setelah bayi lahir untuk membantu kontraksi uterus dan pengeluaran plasenta. Risiko secara teori yang dihubungkan dengan efek relaksasi air hangat terhadap otot-otot uterus termasuk solusio plasenta, emboli air dan peningkatan perdarahan.

2.4.3 Kriteria dalam Meninggalkan Kolam Air
1.           Saat Persalinan Kala I
Adanya tanda-tanda potensial dari kondisi bayi yang membahayakan, keadaan ibu yang membahayakan (distress), permintaan ibu terhadap obat analgesik, atas permintaan ibu sendiri, apabila kontraksi berkurang atau kontraksi menjadi tidak efektif (ibu bisa kembali ke dalam kolam air apabila kontraksi kembali efektif), progres dari persalinan yang melambat walaupun kontraksi adekuat
2.          Saat Persalinan Kala II
Kurangnya pengalaman dari penolong persalinan, adanya tanda-tanda potensial dari kondisi bayi yang membahayakan, keadaan ibu yang membahayakan seperti pyrexia, tachycardia, atas permintaan ibu sendiri, apabila kontraksi berkurang dan kontraksi menjadi tidak efektif, progres dari persalinan yang melambat pada kala II persalinan, apabila diperlukan pertolongan dalam melahirkan kepala atau bahu.

2.5      Syarat Water Birthing
Tidak semua ibu dapat melakukan persalinan dalam air, walaupun persalinan ini dikategorikan sebagai persalinan normal. Ibu yang melahirkan dengan menggunakan metode ini harus benar-benar dalam keadaan sehat.

Menurut Garland (2002), penggunaan media air sebagai tempat bersalin dilakukan pada ibu dengan syarat tertentu, yaitu:
1.          Ibu hamil risiko rendah
2.          Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran kencing dan kulit.
3.          Tanda vital ibu dalam batas normal.
4.          Kehamilan tunggal, presentasi kepala.
5.          Air hangat digunakan untuk relaksasi dan penanganan nyeri setelah dilatasi serviks mencapai 4-5 cm.
6.          Pasien menyetujui instruksi penolong, termasuk keluar dari kolam tempat berendam jika diperlukan.
7.          Persalinan secara water birthmerupakan pilihan ibu.
8.          Tidak ada komplikasi kehamilan seperti pre-eklampsi dan gula darah yang tidak terkontrol.
9.          Denyut jantung normal.

2.6      Kelebihan Water Birthing
Metode water birth memiliki banyak keuntungan bagi ibu dan bayi dibandingkan dengan metode persalinan tradisional. Ini dihubungkan secara signifikan dengan adanya pengurangan penggunaan analgesik, pemendekan persalinan kala I dan pengurangan angka episiotomi jika dibandingkan dengan persalinan lainnya.

2.6.1 Keuntungan Bagi Ibu
1.           Mengurangi Nyeri Persalinan Dan Memberi Rasa Nyaman
Nyeri persalinan berkurang disebabkan ibu berendam dalam air hangat yang membuat rileks dan nyaman sehingga rasa sakit dan stres akan berkurang. Mengurangi rasa sakit adalah tujuan utamanya, sedangkan secara teknis melahirkan dalam air pada dasarnya sama seperti melahirkan normal, proses dan prosedurnya sama, hanya tempatnya yang berbeda. Pada water birth ibu melahirkan bayinya dalam kolam dengan posisi bebas dan yang paling dirasakan nyaman oleh ibu. Kolam dapat terbuat dari fiber glass atau bahan lain.
Adan yang menyebutkan bahwa water birth dapat mengurangi keseluruhan nyeri pada persalinan, namun menyebabkan pemanjangan fase-fase persalinan. Pada kenyataannya water birth merupakan persalinan alamiah dan tidak sepenuhnya mengurangi nyeri kontraksi, meskipun demikian banyak wanita merasakan adanya pengurangan nyeri sewaktu ada dalam air, berendam dalam air hangat dan mengapung. Pada persalinan dan atau kelahiran di air, kemampuan mengapung ibu akan menolong untuk relaksasi, pergerakan selama persalinan water birth yang lebih leluasa menyebabkan ibu nyaman dan rileks, sedangkan air hangat akan membantu mengurangi nyeri.
2.           Mengurangi Tindakan Episiotomi
Dalam hal trauma perineum, dukungan air pada waktu kepala bayi yang crowning lambat akan menurunkan risiko robekan, dan dapat mengurangi tindakan episiotomi. Dalam literatur tidak ditemukan angka kejadian episiotomi. Selain hal tersebut, trauma perineum yang terjadi dilaporkan tidak berat, dengan dijumpai lebih banyak kejadian intak perineum, tetapi beberapa literatur mendapatkan frekuensi robekan pada persalinan primipara di dalam maupun di luar air. Bahwa ibu yang melahirkan dalam air lebih mungkin untuk mengalami robekan karena yang membantu persalinan kesulitan untuk melakukan episiotomi jika diperlukan. Namun sesungguhnya ibu yang melahirkan dalam air hangat kurang mengalami robekan, karena air hangat dapat meningkatkan aliran darah dan mampu melunakkan jaringan di sekitar perineum ibu. Ketika memerlukan episiotomi, penolong justru lebih mudah menjangkau bagian perineum ibu untuk melakukan massage atau tindakan lain. Kebanyakan episiotomi tidak diperlukan, dan jika penolong mengganggap selama proses persalinan terdapat keadaan emergensi, penolong akan membatalkan pelaksanaan metode ini.

3.           Pemendekan Persalinan Kala I
Persalinan dan kelahiran di dalam air juga dapat mempercepat proses persalinan yang dihubungkan secara signifikan dengan persalinan kala I yang akan menjadi lebih pendek. Dalam hal ini ibu dapat lebih mengontrol perasaannya, menurunkan tekanan darah, lebih rileks, nyaman, menghemat tenaga ibu, mengurangi keperluan obat-obatan dan intervensi lainnya, memberi perlindungan secara pribadi, mengurangi trauma perineum, meminimalkan penggunaan episiotomi, mengurangi kejadian seksio sesarea, memudahkan persalinan.
4.           Menurunkan Tekanan Darah
Dalam hal menurunkan tekanan darah, wanita dengan hipertensi akan mengalami penurunan tekanan darah setelah berendam dalam air hangat selama 10-15 menit. Kecemasan yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah akan dapat dikurangi dengan berendam dalam air hangat.

2.6.2 Keuntungan Bagi Bayi
Persalinan sendiri dapat menjadi masalah, mungkin juga mengganggu, dan merupakan pengalaman bagi bayi. Water Birth memberikan keuntungan terutama saat kepala bayi masuk ke jalan lahir, dimana persalinan akan menjadi lebih mudah. Air hangat dengan suhu yang tepat suasananya menyerupai lingkungan intrauterin sehingga memudahkan transisi dari jalan lahir ke dunia luar. Air hangat juga dapat mengurangi ketegangan perineum dan memberi rasa nyaman bagi ibu dan bayi, sehingga bayi lahir kurang mendapatkan trauma (oleh karena adanya efek dapat melenturkan dan meregangkan jaringan perineum dan vulva) dibandingkan pada persalinan air dingin dan tempat bersalin umumnya.
Bayi yang lahir di dalam air tidak segera menangis, bayi tampak menjadi tenang. Bayi tidak tenggelam jika dilahirkan di air, karena selama kehamilan bayi hidup dalam lingkungan air (amnion) sampai terjadi transisi persalinan dari uterus ke permukaan air. Demikian pula masalah lilitan tali pusat di leher, tidak menjadi masalah, sepanjang tidak ada deselerasi denyut jantung bayi (yang menunjukkan fetal distress) sebagai akibat ketatnya belitan tali pusat di leher.
Pemendekan persalinan kala I selain memudahkan persalinan bagi ibu, juga baik untuk bayi yaitu mencegah trauma atau risiko cedera kepala bayi, kulit bayi lebih bersih, menurunkan risiko bayi keracunan air ketuban.

2.7      Kelemahan Water Birthing
Kelemahan water birth pada ibu yaitu sulitnya menilai jumlah perdarahan yang keluar saat post partum karena tercampur dengan air (Aprilia, 2002).Adapun risiko-risiko yang dapat timbul antara lain:
2.7.1 Risiko Maternal
1.           Infeksi
Water Birth merupakan 'a valuable alternative' persalinan normal. Ada pendapat yang menyatakan bahwa water birth menyebabkan risiko infeksi oleh karena berendam dalam air yang tidak steril dan ibu dapat mengeluarkan kotoran saat mengedan dalam kolam air. Namun penelitian menunjukkan bahwa traktus intestinal bayi mendapatkan keuntungan dari paparan ini. Kelahiran tersebut dan diri kita sendiri tidak steril. Sekresi vagina, blood slim, cairan amnion, dan feses ibu ketika bayi masuk ke dalam rongga panggul, keseluruhannya tidak steril. Jika ibu dalam keadaan persalinan kala aktif, air tidak akan masuk ke jalan lahir sewaktu ibu ada dalam kolam. Air dapat masuk ke vagina, namun tidak dapat masuk ke vagina bagian dalam, ke serviks maupun uterus. Penyakit infeksi tertentu, akan mati segera ketika kontak dengan air.
Salah satu cara yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi adalah menggunakan pompa pengatur agar air tetap bersirkulasi dengan filter / penyaring air sehingga jika air terminum tidak berisiko infeksi. Kolam yang sudah disterilkan kemudian akan diisi air yang suhunya sekitar 32-37°C disesuaikan dengan suhu tubuh.
2.           Perdarahan Postpartum.
Risiko perdarahan pada ibu dan bayi juga harus dipertimbangkan. Penyedia layanan water birth yang tidak berpengalaman akan sukar menilai jumlah perdarahan post partum.
3.          Trauma Perineum.
Penggunaan episiotomi pada water birth 8,3% tidak menunjukkan laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dan 25,7% pada land birth menunjukkan kejadian laserasi perineum derajat tingkat III dan IV dengan angka penggunaan episiotomi lebih tinggi. Disamping angka episiotomi bedbirth terjadi paling tinggi juga menunjukkan derajat laserasi perineum III dan IV (4,1%).

2.7.2 Risiko Neonatal
Terdapat risiko penting secara klinik pada bayi, termasuk masalah pernapasan, ruptur tali pusat disertai perdarahan, dan penularan infeksi melalui air.
1.           Terputusnya Tali Pusat
Mekanisme terputusnya tali pusat ini terjadi ketika bayi lahir sesegera mungkin dibawa ke permukaan air tidak secara “gentle”, jika tali pusat pendek akan dapat mengakibatkan tegangan yang berlebihan pada tali pusat.
Kasus terputusnya tali pusat kemungkinan disebabkan oleh terlalu cepat mengangkat bayi kepermukaan sehingga menyebabkan tarikan cepat dari tali pusat yang melampaui panjang tali dibandingkan biasanya. Tidak ada data risiko terputusnya tali pusat pada persalinan normal di luar air.
2.           Takikardi
3.           Infeksi
Risiko infeksi jarang terjadi pada water birth. Infeksi saluran pernapasan pada bayi yang dilahirkan secara water birth jarang terjadi, namun risiko ini tetap harus diperhitungkan.Sejumlah kasus yang mungkin membahayakan bayi antara lain infeksi herpes, perdarahan luas, dan berbagai infeksi lainnya. Metode water birth tidak direkomendasikan pada bayi preterm.
4.           Hipoksia
Tali pusat secara terus menerus akan menyediakan darah beroksigen, sambil bayi merespon stimulasi baru yaitu pertama kali mengisi paru-parunya dengan udara. Penundaan pengkleman dan pemotongan tali pusat sangat bermanfaat dalam proses transisi bayi untuk hidup di luar uterus. Ini akan memaksimalkan fungsi perfusi jaringan paru. Hipoksia bayi akan mengganggu baby’s dive reflex, yang mengakibatkan penekanan respon menelan sehingga akan menimbulkan bayi menghirup air selama proses water birth. Aspirasi Air dan Tenggelam.
Secara teoritis risiko terjadinya aspirasi air pada water birth sekitar 95%. Risiko masuknya air ke dalam paru-paru bayi dapat dihindari dengan mengangkat bayi yang lahir sesegera mungkin ke permukaan air. Pemanjangan fase berendam mengakibatkan kekurangan oksigen, emboli air, dan perdarahan. Air hangat mencegah pembekuan darah setelah persalinan, dan juga risiko infeksi.

2.8      Indikasi Water Birthing
1.          Merupakan pilihan ibu.
2.          Kehamilan normal > 37 minggu.
3.          Fetus tunggal presentasi kepala.
4.          Ibu tidak menggunakan obat-obat penenang.
5.          Ketuban pecah spontan < 24 jam.
6.          Tidak ada komplikasi kehamilan (pre-eklampsia, diabetes tidak terkontrol, hipertensi, sakit jantung, asma, dll).
7.          Tidak ada perdarahan.
8.          Denyut Jantung Janin normal.
9.          Cairan amnion jernih.
10.      Persalinan spontan atau menggunakan misoprostol atau pitocin.
11.      Kriteria non-klinis, seperti : staf atau peralatan yang mendukung water birth.
12.      Ibu hamil tidak mengalami infeksi vagina, saluran kencing, dan kulit kontraksi bagus dan reguler
13.      Body Mass Index kurang dari 35

2.9      Kontraindikasi Water Birthing
1.          Absolut
a.           persalinan pre-term
b.          adanya pendarahan vagina yang banyak
c.           adanya demam pada ibu atau suspek infeksi pada ibu
d.          kondisi-kondisi yang memerlukan monitoring fetal heart rate
e.           infeksi yang dapat ditularkan melalui darah dan kulit
f.           menggunakan obat penenang atau epidural
g.          denyut jantung abnormal
2.          Kontroversi
a.           Mekonium
Adanya mekonium harus dievaluasi dan merupakan salah satu alasan untuk ibu meninggalkan kolam. Beberapa praktek dengan water birth, hanya membatasi pada adanya mekonium yang banyak.
b.          HIV, Hepatitis A, B, dan C
Beberapa bukti menunjukkan bahwa virus HIV rentan terhadap air hangat dan tidak dapat hidup di lingkungan itu. Pembersihan semua peralatan dengan tepat setelah kelahiran perlu dilaksanakan. Sedangkan untuk hepatitis masih belum ada sumber yang dapat dijadikan sebagai acuan.
c.           Herpes
Beberapa praktek yang menyediakan waterbirthakan menutupi lesinya terlebih dahulu, terutama apabila lesinya sudah parah. Namun ada juga yang memilih lebih baik melakukan persalinan dengan seksio sesaria.
d.          Kelahiran sungsang dan multipel
Menurut penelitian di Surrey H.Hospital di Ostend, Belgia, menyatakan bahwa kelahiran sungsang dapat menjadi indikasi dilakukannya persalinan dengan water birth. Pengalaman mereka adalah dengan berkurangnya gaya gravitasi dalam air dan adanya daya mengapung, dapat menciptakan lingkungan yang baik untuk kelahiran sungsang.
e.           Induksi atau augmentasi
Saat ini banyak praktek rumah sakit yang dalam menangani proses persalinan menggunakan Misoprostolatau Pitocin.Beberapa bahkan menggunakan infus Pitocin untuk melahirkan dalam air, selama denyut jantung janin dapat dimonitor secara terus-menerus.
f.           VBAC
Saat ini, masih terjadi kontroversi tentang persalinan pervaginam normal setelah melakukan operasi seksio sesaria sebelumnya. Beberapa rumah sakit tidak mengizinkan wanita-wanita tersebut untuk melahirkan dalam air karena mereka tidak menyediakan alat untuk memantau janin secara kontinu
g.          Distosia bahu atau makrosomia
Saat ini, distosia dengan panggul yang sempit, lebih sering terjadi diakibatkan karena ibunya atau penyedia layanan mencoba untuk mendorong bayi, sebelum bayi berotasi dengan sempurna. Sebaiknya menunggu beberapa kontraksi, dengan kepala yang sudah menggantung keluar menuju air, dan nantinya memungkinkan bayi untuk berputar dengan sempurna.
Menurut penelitian, perubahan posisi yang terjadi dalam air lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan di tempat tidur.

h.          Suhu air pada saat persalinan
Beberapa praktek waterbirthmelarang ibu untuk mulai berendam dalam air bila suhu air lebih rendah dibanding suhu tubuh, karena nantinya bayi akan dapat menghirup air karena terjadi perbedaan suhu. Ada penelitian yang menyebutkan bahwa air dengan suhu lebih rendah dibanding dengan suhu tubuh dapat meningkatkan aktivitas dari otot-otot bayi.
i.            Melahirkan plasenta dalam air
Hal-hal yang dapat menyusahkan adalah ketidakmampuan dalam menilai kehilangan darah. Saat ini, melahirkan plasenta dikatakan aman dan untuk kehilangan darah dapat diperkirakan dengan evaluasi warna dan penentuan di mana pendarahan tersebut terjadi. Pemotongan dan pengkleman tali pusat dianjurkan untuk tidak dilakukan dalam air.

2.10  Strategi Dalam Meningkatkan Keamanan dan Kenyamanan
1.          Mengontrol Temperatur Air
Temperatur air yang digunakan harus nyaman bagi ibu. Temperatur air tidak boleh naik melebihi 370 C sesuai dengan temperatur tubuh yang ideal, karena ada risiko redistribusi peredaran darah ke kulit dan hipotensi, yang memungkinkan terjadinya penurunan perfusi plasenta. Selain itu, keringat yang banyak, akan dapat menyebabkan risiko dehidrasi pada ibu jika berendam terlalu lama. Untuk mencegah hal ini, sebaiknya ibu minum untuk mencegah dehidrasi ini. Tujuan utama dari kontrol temperatur air ini, agar bayi yang akan dilahirkan nanti tidak merasakan perbedaan suhu yang terlalu ekstrim antara di dalam dan di luar rahim dan mencegah bayi mengalami hipotermi.
2.          Menjaga Kebersihan Kolam
Selama proses persalinan dengan water birth, air dalam kolam dapat terkontaminasi oleh cairan ketuban, darah, atau kotoran. Hal ini bisa menyebabkan peningkatan risiko infeksi terhadap bayi atau pada ibu pasca melahirkan. Ada juga kekhawatiran terhadap kemungkinan kontaminasi dari pseudomonas yang juga dapat menyebabkan infeksi. Terdapat teori tentang blood-borne viruses,tetapi tidak ditemukan bukti dalam prakteknya. Meskipun risiko infeksi serius yang timbul rendah, namun dengan meminimalkan kontaminasi air dan mematuhi prosedur yang tepat dalam kebersihan kolam, maka risiko infeksi dapat dihindarkan.
3.          Menghindari Berendam Terlalu Lama
Penelitian yang melibatkan 200 ibu, membandingkan kebijakan untuk berendam sebelum pembukaan 5 cm dan yang telah pembukaan 5 cm. Hasilnya menunjukkan bahwa, perempuan yang masuk berendam terlalu awal sebelum pembukaan 5 cm, memerlukan oksitosin dan epidural analgesik. Informasi ini seharusnya disampaikan kepada semua wanita yang akan melakukan persalinan dengan water birth, sehingga mereka dapat menunggu sampai pembukaan telah mencapai 5 cm untuk dapat mulai berendam dalam air.
4.          Meminimalkan Terputusnya Tali Pusat
Mekanisme ini dapat terjadi apabila bayi setelah dilahirkan, lalu diangkat dengan terlalu cepat ke atas permukaan air. Jika tali pusatnya terlalu pendek, maka akan dapat menyebabkan tegangan berlebih pada tali pusat. Hal ini tentunya dapat berisiko terjadinya tali pusat yang terputus.
5.          Mengoptimalkan Respirasi Awal Bayi
Kehangatan dan perendaman kepala bayi di air saat persalinan akan menghambat terjadinya respirasi awal pada bayi. Berkurangnya hambatan tersebut terjadi ketika kepala bayi diangkat ke permukaan air atau ketika udara mulai memasuki saluran pernafasan atas. Selain itu juga, kondisi permukaan yang dingin, juga merupakan stimulator yang kuat dalam pernafasan. Hal ini menunjukkan, bahwa paparan dingin akan merangsang dan mengoptimalkan pernafasan bayi pada saat diangkat ke permukaan air. Selain itu juga, perlu diperhatikan, bahwa bayi yang telah lahir, harus segera dibawa ke permukaan air, untuk mencegah air terhirup ke dalam paru-paru.
6.          Mempertimbangkan Penggunaan Air Isotonik
Selama persalinan normal, pernafasan awal biasanya dimulai ketika dada telah dilahirkan. Jika bayi terlalu lama berada dalam air, maka air dapat terhirup dan diabsorpsi ke dalam paruparu dan akhirnya menuju ke sirkulasi. Hal ini nantinya akan menyebabkan dilusi intravaskular dan kelebihan cairan. Sehingga dianjurkan untuk menambahkan garam ke dalam air dengan takaran yang tepat untuk dapat mencegah terjadinya dilusi intravaskular, hiponatremia, dan kelebihan cairan.
7.          Mempertimbangkan untuk Meninggalkan Kolam Saat Kala III
Air hangat memiliki efek relaksasi pada otot-otot rahim yang dapat meningkatkan pendarahan setelah plasenta dilahirkan pada kala III persalinan. Jumlah darah yang hilang selama persalinan, mungkin sulit untuk diperkirakan karena akan menyebar di air apabila plasenta dilahirkan dalam air. Selain itu juga, jika plasenta dilahirkan dalam air, maka akan terjadi kombinasi dari vasodilatasi dan peningkatan tekanan hidrostatik yang dapat meningkatkan risiko emboli air. Untuk itu, sangat dianjurkan bagi ibu, untuk meninggalkan kolam saat akan melahirkan plasenta.











BAB 3
PENUTUP


3.1      Simpulan
Water birth merupakan salah satu metode alternative persalinan pervaginaan, dimana ibu hamil tanpa komplikasi bersalin dengan jalan berendam di dalam air hangat dengan tujuan mengurangi rasa nyeri kontraksi dan member sensasi rasa nyaman.
Proses melahirkan melalui  metode water birth sedikit berbeda dengan metode melahirkan konvensional (diatas tempat tidur) hal ini disebabkan perbedaan wahana melahirkan.
Pada persalinan dalam air ini, suami juga memiliki peran yang sangat penting didalam kelancaran persalinan, yaitu dengan melakukan pemijatan pada punggung ibu yang bertujuan untuk memberikan rasa rileks dan nyaman kepada ibu saat persalinan dilakukan di dalam kolam.

3.2      Saran
Sebagai saran dari penulis untuk ibu yang melakukan persalinan air, agar lebih berhati-hati dan ikuti petunjuk yang benar. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan fatal yang berakibat buruk bagi sang ibu dan bayi yang dilahirkan.











DAFTAR PUSTAKA


Saifuddin, A.B., Adriaansz, G., Wiknjosastro, G.H., Waspodo, D. Persalinan normal dalam: Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. ed. kedua Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2001, hal 100-01


Melahirkan dalam air – melahirkan bebas rasas sakit. Kompas cyber media. 2007; [2 screens]. Available at: http://www.kompas.co.id/v er1/ Kesehatan/0706/ 23/160129. htm. Accessed at: August 26th, 2007

0 komentar:

Posting Komentar