MAKALAH REPRODUKSI 1
SEXUAL TRANSMITTED DISEASE : HIV/AIDS
OLEH:
Alika Fitrianti (121.0007)
Angga Wahyu Indarto (121.0011)
Geovani Anggasta
Lidyawati (121.0041)
Prasdiana Heny Purwanti (121.0077)
PROGRAM STUDI S1
KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH
SURABAYA
TAHUN AJARAN 2014-2015
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Penyakit HIV/AIDS merujuk pada keadaan seseorang yang tidak lagi
memiliki sistem kekebalan tubuh sehingga berbagai macam penyakit dapat menyerang dan sangat
sulit untuk disembuhkan. Hampir semua penderita AIDS berakhir dengan kematian,
karena hingga saat ini penyakit AIDS belum ada obatnya.
Acquired immune deficiency syndrome
(AIDS) adalah suatu kumpulan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi
didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus (HIV) (Rendy, 2012).
Penyakit AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Namun tidak
semua orang yang terinfeksi HIV akan mengalami gejala AIDS. AIDS dapat ditularkan lewat
hubungan seksual, persalinan dan menyusui, dan kontak darah dengan penderita.
Penularan HIV/AIDS melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh
seperti darah, cairan genetalia, dan ASI. Virus terdapat juga dalam saliva, air
mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata
dan keringat (Widoyoko, 2008).
Penderita penyakit AIDS di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun. Keadaan ini tentu sangat memprihatinkan. Pada awal tahun 2004 ada enam
propinsi yang diprioritaskan berhubung tingginya jumlah kasus HIV/AIDS, yaitu
Jakarta, Papua, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat dan Riau. Kemudian pada akhir 2004
bertambah enam propinsi lagi yaitu Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Sulawesi
Utara, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Banten.
UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV di dunia sebanyak 12
juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta orang. Prevalensi AIDS
pada tahun 1993 sebesar 900.000, sedangkan pada akhir tahun 2000 sebesar 2
juta. Pada tahun 2001 insidensi infeksi HIV-baru pada anak sebanyak 800.000
dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS. Dari 800.000 anak, 65.000 kasus
diperkirakan terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Indonesia, HIV
pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987 (terjadi pada orang
Belanda). Pada tahun 1999 di
Indonesia terdapat 635 kasus HIV
dan 183 kasus−baru AIDS. Mulai tahun 2000−2005 terjadi peningkatan kasus HIV
dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus AIDS tahun 2000 tercatat 255
orang, meningkat menjadi 316 orang pada tahun 2003, dan meningkat cepat menjadi
2683 orang pada tahun 2005.
Pada umumnya,
penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan
fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan
respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang
berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress. Perawat
merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya
dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien
dapat beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam
pemberian dukungan social berupa dukungan emosional, informasi, dan material. Dengan
demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni, fisik,
kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu
keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan
pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2007).
1.2
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
konsep dasar mengenai HIV/AIDS?
2. Bagaimana
Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan
Umum
Mahasiswa dapat
mengetahui tentang konsep dasar mengenai HIV/AIDS, serta mengetahui Asuhan
Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS.
1.3.2
Tujuan
Khusus
1.
Menyusun pengkajian
pada pasien dengan HIV/ AIDS
2.
Merumuskan diagnosa
keperawatan yang muncul pada pasien dengan HIV/ AIDS
3.
Menyusun rencana
keperawata pada pasien dengan HIV/ AIDS
4.
Mengaplikasikan
implementasi dengan rencana keperawatan yang telah disusun pada pasien dengan
HIV/ AIDS
5.
Mengevaluasi hasil
tindakan yang dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS
1.4
Manfaat
Agar mahasiswa
dapat mengerti dan memahami tentang konsep dasar mengenai HIV/AIDS, serta mengerti
dan dapat mengaplikasikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS.
BAB
2
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Konsep
Dasar HIV/AIDS
2.1.1
Pengertian
Acquired immune
deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu
kumpulan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari
hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus (HIV).
2.1.2
Etiologi
Pada tahun 1983, ilmuwan Perancis Montagnier
(Institute Pasteur, Paris) mengisolasi virus dari pasien dengan gejala
limfadenopati dan menemukan virus HIV, sehingga virus ini dinamakan lymphadenophaty associated virus (LAV).
Pada tahun 1984 Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus human T lymphotrophic virus (HTLV-III)
yang juga menyebabkan AIDS.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan beberapa tipe
HIV, yaitu HIV-1 yang sering menyerang manusia dan HIV-2 yang ditemukan di
Afrika Barat. Virus HIV termasuk subfamili dari famili Retroviridae.
Asam
nukleat dari famili retrovirus adalah RNA yang mampu membentuk DNA dan RNA.
Enzim transkriptase reversi menggunakan RNA virus sebagai “cetakan” untuk
membentuk DNA. DNA ini bergabung dengan kromosom induk (sel limfosit T4 dan sel
makrofag) yang berfungsi sebagai pengganda virus HIV.
Secara
sederhana sel HIV terdiri dari:
1. Inti−RNA
dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease, dan integrase.
2. Kapsid−antigen
p24.
3. Sampul
(antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41).
2.1.3
Patogenesis
HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120
sehingga akan terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian
masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk, HIV akan membentuk DNA
HIV dari RNA HIV melalui enzim polimerase. Enzim integrasi kemudian akan
membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk.
DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel
induk, akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam
sitoplasma akan diubah oleh bahan sel induk untuk dilepas sebagai virus HIV
lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun (imunosupresi) ini akan
menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T.
2.1.4
Penularan
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara
lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genetalia, dan ASI. Virus
terdapat juga dalam saliva, air mata, dan urin (sangat rendah).
Selain melalui cairan tubuh, HIV juga ditularkan
melalui:
1. Ibu
hamil
a.
Secara intrauterin,
intrapartum, dan postpartum (ASI).
b.
Angka transmisi
mencapai 20−50%.
c.
Laporan lain menyatakan
risiko penularan melalui ASI adalah 11−29%.
d.
Bayi normal dengan ibu
HIV bisa memperoleh antibodi HIV dari ibunya selama 6−15 bulan.
2. Jarum
suntik
a.
Prevalensi 5−10%.
b.
Penularan HIV pada anak
dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena penyalahgunaan obat.
3. Transfusi
darah
a.
Resiko penularan
sebesar 90%.
b.
Prevalensi 3−5%.
4. Hubungan
seksual
a.
Prevalensi 70−80%.
b.
Kemungkinan tertular
adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.
2.1.5
Tanda
dan Gejala (menurut WHO)
1.
Tanda dan gejala mayor,
antara lain:
a.
Kehilangan berat badan
(BB) > 10%.
b.
Diare kronik > 1
bulan.
c.
Demam > 1 bulan.
2.
Tanda dan gejala minor,
antara lain:
a.
Batuk menetap > 1
bulan.
b.
Dermatitis pruritis
(gatal).
c.
Herpes zoster berulang.
d.
Kandidiasis orofaring.
e.
Herpes simpleks yang
meluas dan berat.
f.
Limfadenopati yang
meluas.
3.
Tanda lainnya
a.
Sarkoma kaposi yang
meluas.
b.
Meningitis kriptokokal.
2.1.6
Manifestasi
Klinis
1.
Manifestasi klinis AIDS
menyebar luas dan pada dasarnya mengenal setiap system organ
2.
Pneumonia disebabkan
oleh protozoa pneumocystis carini (paling sering diremukan pada IDS) sangat
jarang mempengaruhi orang sehat. Gejala : sesak nafas, batuk-batuk, nyeri
dadar, demam-tidak dapat teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat,
sianosis, takipnea dan perubahan status mental)
3.
Gagal nafas dapat
terjadi 2-3 hari
4.
TBC
5.
Nafsu makan menurun,
mual, muntah
6.
Diare merupakan masalah
pada klien AIDS à tidak diobati dapat ke esophagus
dan lambung
7.
Bercak putih dalam
rongga mulut à penurunan BB/kaheksia (malnutrisi
akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi gastrointestinal)
8.
Kanker : klien AIDS
insiden lebih tinggi à
mungkin adanya stimulasi HIV terhadap sel kanker yang sedang tumbuh atau
berkaitan dengan defisiensi kekebalan à
mengubah sel yang rentang menjadi sel maligna
9.
Sarcoma kaposis à
kelainan maligna berhubungan dengan HIV (paling sering ditemukan) à
penyakit yang melibatkan endotel pembuluh darah dan limfe. Secara khas
ditemukan sebagai lesi pada kulit sebagaian tungkai terutama pada pria. Ini
berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat menyebabkan
stasis aliran vena, linfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak
integritas kulit dan meningkatkan ketidaknyamanann serta kerentanan terhadap
infeksi
10. Diperkirakan
80% klien AIDS mengalami kelainan neurologis à
gangguan pada saraf pusat, perifer dan otonom. Respom umum pada system saraf pusat
mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi, degenerasi dan nekrosis
11. Herpes
zoster à pembentuksn vesikel yang nyeri
pada kulit
12. Dermatitis
seboroik à ruam yang difus, bersisih yang
mengenai kulit kepala dan wajah
13. Pada
wanita : kandidiasis vagina à
dapat berupa tanda pertama yang menunjukkan HIV pada wanita
14. Masa
inkubasi 6 bulan−5 tahun.
15. Window period
selama 6−8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum
terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.
16. Seseorang
dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak diobati, maka
penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS.
2.1.7
Prognosis
Sebagian
besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien yang didiagnosis AIDS
meninggal 3 tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi
HIV yang tetap sehat secara klinis dan imunologis.
2.1.8
Pengobatan
dan Pencegahan
Pengobatan pada
penderita HIV/AIDS meliputi:
1.
Pengobatan suportif
2.
Penanggulangan penyakit
oportunistik
3.
Pemberian obat
antivirus
a.
Didanosin (ddl)
Dosis: 2 x 100 mg, setiap 12 jam (BB < 60 kg).
2
x 125 mg, setiap 12 jam (BB > 60 kg).
b.
Zidovudin (ZDV)
Dosis: 500−600 mg/hari, pemberian setiap
4 jam sebanyak 100 mg, pada saat penderita tidak tidur.
c.
Lamivudin (3TC)
d.
Stavudin (d4T)
e.
ARV (antiretrovirus)
1)
Obat ini dapat memperlambat
progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya tahan tubuh.
2)
Obat ini aman, mudah,
dan tidak mahal.
f.
Penanggulangan dampak
psikososial
g.
Pencegahan pada
penderita HIV/AIDS meliputi:
1)
Menghindari hubungan
seks dengan penderita HIV/AIDS.
2)
Mencegah berhubungan
seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
3)
Menghindari hubungan
seksual dengan pecandu narkotika terutama obat suntik.
4)
Melarang orang−orang
yang termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi untuk melakukan donor darah.
5)
Memberikan transfusi darah
hanya untuk pasien yang benar−benar memerlukan.
6)
Memastikan sterilisasi
alat suntik.
2.1.9
Diagnosis
AIDS
Bila
seseorang mengalami infeksi oportunistik, dimana menunjukkan adanya
immunodeficiency (Sel-T 200/mm3) dan menunjukkan adanya antibody yang positif terhadap
HIV.
2.1.10
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan
laboratorium, ada 3 jenis, yaitu:
a.
Pencegahan donor darah,
dilakukan 1x oleh PMI. Bila positif disebut reaktif.
b.
Serosurvei, untuk
mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2x pengujian dengan
reagen yang berbeda.
c.
Diagnosis, untuk
menegakkan diagnosis dilakukan 3x pengujian (dengan menggunakan Tes HIV ELISA
(+) sebanyak 3x dengan reagen yang berlainan merk).
2.
ELISA (Enzyme−Linked ImmunoSorbent Assay)
Sensitivitasnya tinggi
yaitu sebesar 98,1−100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2−3 bulan
setelah infeksi.
3.
Western blot
Spesifisitasnya tinggi
yaitu sebesar 99,6−100%. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan
waktu sekitar 24 jam.
4.
PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes
ini digunakan untuk:
a.
Tes HIV pada bayi.
b.
Menetapkan status
infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi.
c.
Tes pada kelompok
berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d.
Tes konfirmasi untuk
HIV−2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV−2.
2.2
Asuhan
Keperawatan HIV/ AIDS
2.2.1
Pengkajian
1.
Aktifitas / istirahat :
a.
Mudah lelah,
berkurangnya tolerangsi terhadap aktifitas, kelelahan yang progresif.
b.
Kelemahan otot,
menurunnya massa otot, respon fisiologi terhadap aktivitas.
2.
Sirkulasi
a.
Proses penyembuhan luka
yang lambat, perdarahan lama bila cedera.
b.
Takikardia, perubahan
tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian kapiler
memanjang.
3.
Integritas ego
a.
Faktor stress yang
berhubungan dengan kehilangan : dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain,
penghasilan dan gaya hidup tertentu.
b.
Mengkhawatirkan
penampilan : alopesia, lesi, cacat, menurunnya berat badan.
c.
Merasa tidak berdaya,
putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.
d.
Mengingkari, cemas,
depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.
4.
Eliminasi
a. Diare,
nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
b. Faeces
encer disertai mucus atau darah.
c. Nyeri
tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dalam jumlah warna urin.
5.
Makanan/cairan :
a. Tidak
ada nafsu makan, mual, muntah.
b. Penurunan
BB yang cepat.
c. Bising
usus yang hiperaktif.
d. Turgor
kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna
mucosa mulut.
e. Adanya
gigi yang tanggal, edema.
6.
Hygiene
a. Tidak
dapat menyelesaikan ADL, memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
7.
Neurosensorik
a.
Pusing, sakit kepala.
b.
Perubahan status
mental, kerusakan mental, kerusakan sensai.
c.
Kelemahan otot, tremor,
penurunan visus.
d.
Bebal, kesemutan pada
ekstrimitas.
e.
Gaya berjalan ataksia.
8.
Nyeri/kenyamanan
a.
Nyeri umum/local, sakit,
rasa ternakar pada kaki.
b.
Sakit kepla, nyeri dada
pleuritis.
c.
Pembengkakan pada
sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
9.
Pernapasan
a.
Terjadi ISPA, napas
pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada dada, takipnea, bunyi napas
tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
a.
Riwayat jatuh,
terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
b.
Demam berulang.
11. Seksualitas
a.
Riwayat perilaku
seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tidak
konsisten, lesi pada genetalia, keputihan.
12. Interaksi
Sosial
a.
Isolasi, kesepian,
perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak terorganisir.
2.2.2
Diagnosa
Keperawatan
a.
Resiko terjadinya
infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tidak terorganisir.
b.
Defisit volume cairan
tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
c.
Nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal,
hipermetabolik.
d.
Pola nafas tidak
efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
2.2.3
Intervensi
1. Resiko
Terjadinya Infeksi B/D Depresi System Imun Aktifitas Yang Tidak Terorganisir.
Tujuan:
Klien akan menunjukan
tanpa adanya tanda tanda infeksi (tidak ada demam,sekresi tidak purulent.
Tindakan
:
a.
Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien. (Resiko
cros infeksi dapat melalui prosedur yang dilakukan).
b.
Ciptakan lingkungan
yang bersih dan ventilasi yang cukup. (Lingkungan
yang kotor akan meningkatkan pertumbuhan kuman pathogen).
c.
Informasikan perlunya
tindakan isolasi. (Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya
kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung
dengan kuman pathogen).
d.
Kaji tanda tanda vital
termasuk suhu badan. (Peningkatkan suhu
badan menunjukan adanya infeksi sekunder).
e.
Kaji frekwensi nafas,
bunyi nafas, batuk dan karakteristik sputum.
f.
Observasi
kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna,bersihkan kuku
setiap hari. (Luka akibat garukan
memudahkan timbul infeksi luka).
g.
Perhatikan adanya tanda
tanda adanya inflamasi. (Panas kemerahan
pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi).
h.
Awasi penggunaan jarum
suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri. (Tindakan prosedur dapat menyebabkan
perlukaan pada permukaan kulit).
2. Defisit
volume cairan tubuh b/d diare berat,
status hipermetabolik
Tujuan:
Klien
akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan:
a.
Pantau tanda tanda
vital termasuk CVP bila terpasang. (Denyut
nadi/ HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi).
b.
Catat peningkatan suhu
dan lamanya, berikan kompres hangat, pertahankan pakaian tetap kering,
kenyamanan suhu lingkungan. (Suhu badan
meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme).
c.
Kaji turgor kulit,
membrane mukusa dan rasa haus.
d.
Timbang BB setiap hari.
(Penurunan BB menunjukkan pengurangan
volume cairan tubuh).
e.
Catat pemasukan cairan
mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
f.
Mempertahankan
keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mucosa.
g.
Berikan makanan yang
mudah dicerna dan tidak merangsang.
h.
Peningkatan peristaltic
menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan kurang.
3. Nutrisi
kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan
intestinal, hipermetabolik.
Tujuan:
Klien akan menunjukkan
peningkatan BB ideal.
Tindakan:
a.
Kaji kemampuan
mengunyah, merasakan dan menelan. (Lesi
pada mulut, esophagus dapat menyebabkan disfagia).
b.
Auskultasi bising usus.
(Hipermetabolisme saluran
gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus).
c.
Timbang BB setiap hari.
(BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi
yang adekuat).
d.
Hindari adanya stimulus
lingkungan yang berlebihan.
e.
Berikan perawatan
mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung
alcohol. (Pengeringan mucosa, Lesi pada
mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan).
f.
Rencanakan makan
bersama keluarga/orang terdekat. Barikan makan sesuai keinginanya(bila tidak
ada kontraindikasi).
g.
Sajikan makanan yang
hangat dan berikan dalam volume sedikit.
h.
Dorong klien untuk
duduk saat makan.
4. Pola
nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernapasan.
Tujuan:
Klien akan
mempertahankan pola napas yang efektif
Tindakan:
a.
Auskultasi bunyi nafas
tambahan. (Bunyi nafas tambahan
menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi).
b.
Catat kemungkinan adanya
sianosis, perubahan frekuensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
c.
Berikan posisi semi
fowler.
d.
Lakukan section bila
terjadi retensi sekresi jalan nafas.
2.2.4
Evaluasi
a.
Klien akan menunjukkan
tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak ada demam, sekresi tidak purulent).
b.
Klien akan
mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat.
c.
Klien akan menunjukkan
peningkatan BB ideal.
d.
Klien akan
mempertahankan pola nafas yang efektif.
BAB
3
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Acquired immune deficiency syndrome
(AIDS) adalah suatu kumpulan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan
tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus (HIV). Secara
sederhana sel HIV terdiri dari:
1. Inti−RNA
dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease, dan integrase.
2. Kapsid−antigen
p24.
3. Sampul
(antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41).
Penularan
bisa karena ibu hamil, jarum suntik, transfuse darah, hubungan seksual. Dan
tanda gejalanya dibagi menjadi 2 bagian yaitu mayor dan minor.
3.2
Saran
Menjaga
pola hidup sehat dan setia dengan 1 pasangan dapat mencegah terjangkitnya penyakit
HIV/ AIDS.
DAFTAR
PUSTAKA
Doengoes,
Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Mandal B.K, dkk. 2008. “Penyakit Infeksi Edisi 6”. Jakarta: EMS.
Nursalam.
Ninuk dian kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika
Rendy,
M. Clevo, Margareth TH. 2012. “Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam”. Yogyakarta: Nuha Medika.
Widoyoko.
2008. “Penyakit Tropis Epidemiologi,
Penularan, dan Pemberantasannya”. Jakarta: EMS.
0 komentar:
Posting Komentar