06 Juli, 2015

Kelompok HIV/AIDS



MAKALAH REPRODUKSI 1
SEXUAL TRANSMITTED DISEASE : HIV/AIDS


OLEH:
Alika Fitrianti                                      (121.0007)
Angga Wahyu Indarto                          (121.0011)
Geovani Anggasta Lidyawati               (121.0041)
Prasdiana Heny Purwanti                      (121.0077)
 


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2014-2015


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Penyakit HIV/AIDS merujuk pada keadaan seseorang yang tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh sehingga berbagai macam penyakit dapat menyerang dan sangat sulit untuk disembuhkan. Hampir semua penderita AIDS berakhir dengan kematian, karena hingga saat ini penyakit AIDS belum ada obatnya. Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus (HIV) (Rendy, 2012).
Penyakit AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Namun tidak semua orang yang terinfeksi HIV akan mengalami gejala AIDS. AIDS dapat ditularkan lewat hubungan seksual, persalinan dan menyusui, dan kontak darah dengan penderita. Penularan HIV/AIDS melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genetalia, dan ASI. Virus terdapat juga dalam saliva, air mata, dan urin (sangat rendah). HIV tidak dilaporkan terdapat dalam air mata dan keringat (Widoyoko, 2008).
Penderita penyakit AIDS di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Keadaan ini tentu sangat memprihatinkan. Pada awal tahun 2004 ada enam propinsi yang diprioritaskan berhubung tingginya jumlah kasus HIV/AIDS, yaitu Jakarta, Papua, Bali, Jawa Timur, Jawa Barat dan Riau. Kemudian pada akhir 2004 bertambah enam propinsi lagi yaitu Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, Yogyakarta dan Banten. UNAIDS memperkirakan pada tahun 1993 jumlah penderita HIV di dunia sebanyak 12 juta orang dan pada akhir tahun 2000 sebanyak 20 juta orang. Prevalensi AIDS pada tahun 1993 sebesar 900.000, sedangkan pada akhir tahun 2000 sebesar 2 juta. Pada tahun 2001 insidensi infeksi HIV-baru pada anak sebanyak 800.000 dengan 580.000 kematian akibat HIV/AIDS. Dari 800.000 anak, 65.000 kasus diperkirakan terjadi di Asia Selatan dan Asia Tenggara. Di Indonesia, HIV pertama kali dilaporkan di Bali pada bulan April 1987 (terjadi pada orang Belanda). Pada tahun 1999 di

Indonesia terdapat 635 kasus HIV dan 183 kasus−baru AIDS. Mulai tahun 2000−2005 terjadi peningkatan kasus HIV dan AIDS secara signifikan di Indonesia. Kasus AIDS tahun 2000 tercatat 255 orang, meningkat menjadi 316 orang pada tahun 2003, dan meningkat cepat menjadi 2683 orang pada tahun 2005.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut menunjukkan terdapat factor lain yang berpengaruh, dan factor yang diduga sangat berpengaruh adalah stress. Perawat merupakan factor yang berperan penting dalam pengelolaan stress, khususnya dalam memfasilitasi dan mengarahkan koping pasien yang konstruktif agar pasien dapat beradaptasi dengan sakitnya. Selain itu perawat juga berperan dalam pemberian dukungan social berupa dukungan emosional, informasi, dan material. Dengan demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni, fisik, kimia, psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV (Nursalam, 2007).

1.2    Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar mengenai HIV/AIDS?
2.      Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS?

1.3    Tujuan
1.3.1        Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui tentang konsep dasar mengenai HIV/AIDS, serta mengetahui Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS.
1.3.2        Tujuan Khusus
1.         Menyusun pengkajian pada pasien dengan HIV/ AIDS
2.         Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan HIV/ AIDS
3.         Menyusun rencana keperawata pada pasien dengan HIV/ AIDS
4.         Mengaplikasikan implementasi dengan rencana keperawatan yang telah disusun pada pasien dengan HIV/ AIDS
5.         Mengevaluasi hasil tindakan yang dilakukan pada pasien dengan HIV/AIDS

1.4    Manfaat
Agar mahasiswa dapat mengerti dan memahami tentang konsep dasar mengenai HIV/AIDS, serta mengerti dan dapat mengaplikasikan Asuhan Keperawatan pada Pasien Penderita HIV/AIDS.























BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Konsep Dasar HIV/AIDS
2.1.1        Pengertian
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus (HIV).

2.1.2        Etiologi
Pada tahun 1983, ilmuwan Perancis Montagnier (Institute Pasteur, Paris) mengisolasi virus dari pasien dengan gejala limfadenopati dan menemukan virus HIV, sehingga virus ini dinamakan lymphadenophaty associated virus (LAV). Pada tahun 1984 Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus human T lymphotrophic virus (HTLV-III) yang juga menyebabkan AIDS.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan beberapa tipe HIV, yaitu HIV-1 yang sering menyerang manusia dan HIV-2 yang ditemukan di Afrika Barat. Virus HIV termasuk subfamili dari famili Retroviridae.
Asam nukleat dari famili retrovirus adalah RNA yang mampu membentuk DNA dan RNA. Enzim transkriptase reversi menggunakan RNA virus sebagai “cetakan” untuk membentuk DNA. DNA ini bergabung dengan kromosom induk (sel limfosit T4 dan sel makrofag) yang berfungsi sebagai pengganda virus HIV.
Secara sederhana sel HIV terdiri dari:
1.    Inti−RNA dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease, dan integrase.
2.    Kapsid−antigen p24.
3.    Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41).

2.1.3        Patogenesis
HIV menempel pada limfosit sel induk melalui gp120 sehingga akan terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk ke dalam sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk, HIV akan membentuk DNA HIV dari RNA HIV melalui enzim polimerase. Enzim integrasi kemudian akan membantu DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk.
DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai DNA sel induk, akan membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam sitoplasma akan diubah oleh bahan sel induk untuk dilepas sebagai virus HIV lainnya. Mekanisme penekanan pada sistem imun (imunosupresi) ini akan menyebabkan pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi sel limfosit T.

2.1.4        Penularan
Penyakit ini menular melalui berbagai cara, antara lain melalui cairan tubuh seperti darah, cairan genetalia, dan ASI. Virus terdapat juga dalam saliva, air mata, dan urin (sangat rendah).
Selain melalui cairan tubuh, HIV juga ditularkan melalui:
1.    Ibu hamil
a.         Secara intrauterin, intrapartum, dan postpartum (ASI).
b.         Angka transmisi mencapai 20−50%.
c.         Laporan lain menyatakan risiko penularan melalui ASI adalah 11−29%.
d.        Bayi normal dengan ibu HIV bisa memperoleh antibodi HIV dari ibunya selama 6−15 bulan.
2.    Jarum suntik
a.         Prevalensi 5−10%.
b.         Penularan HIV pada anak dan remaja biasanya melalui jarum suntik karena penyalahgunaan obat.
3.    Transfusi darah
a.         Resiko penularan sebesar 90%.
b.         Prevalensi 3−5%.
4.    Hubungan seksual
a.         Prevalensi 70−80%.
b.         Kemungkinan tertular adalah 1 dalam 200 kali hubungan intim.

2.1.5        Tanda dan Gejala (menurut WHO)
1.         Tanda dan gejala mayor, antara lain:
a.         Kehilangan berat badan (BB) > 10%.
b.        Diare kronik > 1 bulan.
c.         Demam > 1 bulan.
2.         Tanda dan gejala minor, antara lain:
a.         Batuk menetap > 1 bulan.
b.        Dermatitis pruritis (gatal).
c.         Herpes zoster berulang.
d.        Kandidiasis orofaring.
e.         Herpes simpleks yang meluas dan berat.
f.         Limfadenopati yang meluas.
3.         Tanda lainnya
a.         Sarkoma kaposi yang meluas.
b.        Meningitis kriptokokal.

2.1.6        Manifestasi Klinis
1.         Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya mengenal setiap system organ
2.         Pneumonia disebabkan oleh protozoa pneumocystis carini (paling sering diremukan pada IDS) sangat jarang mempengaruhi orang sehat. Gejala : sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dadar, demam-tidak dapat teratasi dapat gagal nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status mental)
3.         Gagal nafas dapat terjadi 2-3 hari
4.         TBC
5.         Nafsu makan menurun, mual, muntah
6.         Diare merupakan masalah pada klien AIDS à tidak diobati dapat ke esophagus dan lambung
7.         Bercak putih dalam rongga mulut à penurunan BB/kaheksia (malnutrisi akibat penyakit kronis, diare, anoreksia, amlabsorbsi gastrointestinal)
8.         Kanker : klien AIDS insiden lebih tinggi à mungkin adanya stimulasi HIV terhadap sel kanker yang sedang tumbuh atau berkaitan dengan defisiensi kekebalan à mengubah sel yang rentang menjadi sel maligna
9.         Sarcoma kaposis à kelainan maligna berhubungan dengan HIV (paling sering ditemukan) à penyakit yang melibatkan endotel pembuluh darah dan limfe. Secara khas ditemukan sebagai lesi pada kulit sebagaian tungkai terutama pada pria. Ini berjalan lambat dan sudah diobati. Lokasi dan ukuran lesi dapat menyebabkan stasis aliran vena, linfedema serta rasa nyeri. Lesi ulserasi akan merusak integritas kulit dan meningkatkan ketidaknyamanann serta kerentanan terhadap infeksi
10.     Diperkirakan 80% klien AIDS mengalami kelainan neurologis à gangguan pada saraf pusat, perifer dan otonom. Respom umum pada system saraf pusat mencakup inflamasi, atropi, demielinisasi, degenerasi dan nekrosis
11.     Herpes zoster à pembentuksn vesikel yang nyeri pada kulit
12.     Dermatitis seboroik à ruam yang difus, bersisih yang mengenai kulit kepala dan wajah
13.     Pada wanita : kandidiasis vagina à dapat berupa tanda pertama yang menunjukkan HIV pada wanita
14.     Masa inkubasi 6 bulan−5 tahun.
15.     Window period selama 6−8 minggu, adalah waktu saat tubuh sudah terinfeksi HIV tetapi belum terdeteksi oleh pemeriksaan laboratorium.
16.     Seseorang dengan HIV dapat bertahan sampai dengan 5 tahun. Jika tidak diobati, maka penyakit ini akan bermanifestasi sebagai AIDS.

2.1.7        Prognosis
Sebagian besar HIV/AIDS berakibat fatal, sekitar 75% pasien yang didiagnosis AIDS meninggal 3 tahun kemudian. Penelitian melaporkan ada 5% kasus pasien terinfeksi HIV yang tetap sehat secara klinis dan imunologis.

2.1.8        Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi:
1.         Pengobatan suportif
2.         Penanggulangan penyakit oportunistik
3.         Pemberian obat antivirus
a.         Didanosin (ddl)
Dosis:  2 x 100 mg, setiap 12 jam (BB < 60 kg).
                                      2 x 125 mg, setiap 12 jam (BB > 60 kg).
b.        Zidovudin (ZDV)
       Dosis: 500−600 mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak 100 mg, pada saat penderita tidak tidur.
c.         Lamivudin (3TC)
d.        Stavudin (d4T)
e.         ARV (antiretrovirus)
1)        Obat ini dapat memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang daya tahan tubuh.
2)        Obat ini aman, mudah, dan tidak mahal.
f.         Penanggulangan dampak psikososial
g.        Pencegahan pada penderita HIV/AIDS meliputi:
1)        Menghindari hubungan seks dengan penderita HIV/AIDS.
2)        Mencegah berhubungan seksual dengan pasangan yang berganti-ganti.
3)        Menghindari hubungan seksual dengan pecandu narkotika terutama obat suntik.
4)        Melarang orang−orang yang termasuk ke dalam kelompok berisiko tinggi untuk melakukan donor darah.
5)        Memberikan transfusi darah hanya untuk pasien yang benar−benar memerlukan.
6)        Memastikan sterilisasi alat suntik.

2.1.9        Diagnosis AIDS
Bila seseorang mengalami infeksi oportunistik, dimana menunjukkan adanya immunodeficiency (Sel-T 200/mm3) dan menunjukkan adanya antibody yang positif terhadap HIV.

2.1.10    Pemeriksaan Penunjang
1.         Pemeriksaan laboratorium, ada 3 jenis, yaitu:
a.         Pencegahan donor darah, dilakukan 1x oleh PMI. Bila positif disebut reaktif.
b.        Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok berisiko, dilaksanakan 2x pengujian dengan reagen yang berbeda.
c.         Diagnosis, untuk menegakkan diagnosis dilakukan 3x pengujian (dengan menggunakan Tes HIV ELISA (+) sebanyak 3x dengan reagen yang berlainan merk).
2.         ELISA (Enzyme−Linked ImmunoSorbent Assay)
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98,1−100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2−3 bulan setelah infeksi.
3.         Western blot
Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,6−100%. Pemeriksaannya cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
4.         PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk:
a.         Tes HIV pada bayi.
b.        Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok berisiko tinggi.
c.         Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d.        Tes konfirmasi untuk HIV−2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah untuk HIV−2.



2.2    Asuhan Keperawatan HIV/ AIDS
2.2.1        Pengkajian
1.         Aktifitas / istirahat :
a.         Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhadap aktifitas, kelelahan yang progresif.
b.        Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhadap aktivitas.
2.         Sirkulasi
a.         Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera.
b.        Takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi perifer menurun, pengisian kapiler memanjang.
3.         Integritas ego
a.         Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan : dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, penghasilan dan gaya hidup tertentu.
b.        Mengkhawatirkan penampilan : alopesia, lesi, cacat, menurunnya berat badan.
c.         Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi.
d.        Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang.
4.         Eliminasi
a.       Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih.
b.      Faeces encer disertai mucus atau darah.
c.       Nyeri tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dalam jumlah warna urin.
5.         Makanan/cairan :
a.       Tidak ada nafsu makan, mual, muntah.
b.      Penurunan BB yang cepat.
c.       Bising usus yang hiperaktif.
d.      Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mucosa mulut.
e.       Adanya gigi yang tanggal, edema.
6.         Hygiene
a.       Tidak dapat menyelesaikan ADL, memperlihatkan penampilan yang tidak rapi.
7.         Neurosensorik
a.         Pusing, sakit kepala.
b.        Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensai.
c.         Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
d.        Bebal, kesemutan pada ekstrimitas.
e.         Gaya berjalan ataksia.
8.         Nyeri/kenyamanan
a.         Nyeri umum/local, sakit, rasa ternakar pada kaki.
b.        Sakit kepla, nyeri dada pleuritis.
c.         Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM, pincang.
9.         Pernapasan
a.         Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada dada, takipnea, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10.     Keamanan
a.         Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, luka lambat proses penyembuhan.
b.        Demam berulang.
11.     Seksualitas
a.         Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tidak konsisten, lesi pada genetalia, keputihan.


12.     Interaksi Sosial
a.         Isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak terorganisir.

2.2.2        Diagnosa Keperawatan
a.         Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tidak terorganisir.
b.         Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik.
c.         Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
d.        Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.

2.2.3        Intervensi
1.    Resiko Terjadinya Infeksi B/D Depresi System Imun Aktifitas Yang Tidak Terorganisir.
Tujuan:
Klien akan menunjukan tanpa adanya tanda tanda infeksi (tidak ada demam,sekresi tidak purulent.
Tindakan :
a.         Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien. (Resiko cros infeksi dapat melalui prosedur yang dilakukan).
b.         Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup. (Lingkungan yang kotor akan meningkatkan pertumbuhan kuman pathogen).
c.         Informasikan perlunya tindakan isolasi. (Penurunan  daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari kontak langsung dengan kuman pathogen).
d.        Kaji tanda tanda vital termasuk suhu badan. (Peningkatkan suhu badan menunjukan adanya infeksi sekunder).
e.         Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakteristik sputum.
f.          Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya lesi/perubahan warna,bersihkan kuku setiap hari. (Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka).
g.         Perhatikan adanya tanda tanda adanya inflamasi. (Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi).
h.         Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri. (Tindakan prosedur dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan kulit).

2.    Defisit volume cairan  tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik
Tujuan:
Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Tindakan:
a.         Pantau tanda tanda vital termasuk CVP bila terpasang. (Denyut nadi/ HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun menunjukkan adanya dehidrasi).
b.         Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kompres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan. (Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme).
c.         Kaji turgor kulit, membrane mukusa dan rasa haus.
d.        Timbang BB setiap hari. (Penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan tubuh).
e.         Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
f.          Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan melembabkan membrane mucosa.
g.         Berikan makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang.
h.         Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada dinding usus akan kurang.



3.    Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan:
Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Tindakan:
a.         Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan. (Lesi pada mulut, esophagus dapat menyebabkan disfagia).
b.         Auskultasi bising usus. (Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus).
c.         Timbang BB setiap hari. (BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat).
d.        Hindari adanya stimulus lingkungan yang berlebihan.
e.         Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol. (Pengeringan mucosa, Lesi pada mulut dan bau mulut akan menurunkan nafsu makan).
f.          Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Barikan makan sesuai keinginanya(bila tidak ada kontraindikasi).
g.         Sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit.
h.         Dorong klien untuk duduk saat makan.

4.    Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernapasan.
Tujuan:
Klien akan mempertahankan pola napas yang efektif
Tindakan:
a.         Auskultasi bunyi nafas tambahan. (Bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan nafas/peningkatan sekresi).
b.         Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekuensi nafas dan penggunaan otot asesoris.
c.         Berikan posisi semi fowler.
d.        Lakukan section bila terjadi retensi sekresi jalan nafas.
2.2.4        Evaluasi
a.         Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak ada demam, sekresi tidak purulent).
b.         Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat.
c.         Klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
d.        Klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif.

























BAB 3
PENUTUP

3.1    Kesimpulan
Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan sistem kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi didapat dari hasil penularan. Penyakit ini disebabkan oleh human immunodefieciency virus (HIV). Secara sederhana sel HIV terdiri dari:
1.    Inti−RNA dan enzim transkriptase reversi (polimerase), protease, dan integrase.
2.    Kapsid−antigen p24.
3.    Sampul (antigen p17) dan tonjolan glikoprotein (gp120 dan gp41).
Penularan bisa karena ibu hamil, jarum suntik, transfuse darah, hubungan seksual. Dan tanda gejalanya dibagi menjadi 2 bagian yaitu mayor dan minor.

3.2    Saran
Menjaga pola hidup sehat dan setia dengan 1 pasangan dapat mencegah terjangkitnya penyakit HIV/ AIDS.














DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Mandal B.K, dkk. 2008. “Penyakit Infeksi Edisi 6”. Jakarta: EMS.
Nursalam. Ninuk dian kurniawati. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika
Rendy, M. Clevo, Margareth TH. 2012. “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit Dalam”. Yogyakarta: Nuha Medika.
Widoyoko. 2008. “Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, dan Pemberantasannya”. Jakarta: EMS.


0 komentar:

Posting Komentar