05 Juli, 2015

Kelompok Teknik Teknologi Reproduksi dengan Inseminasi

MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI I
TEKNIK TEKNOLOGI REPRODUKSI
DENGAN INSEMINASI




DISUSUN OLEH:

  
DIAH MEISINTA P.                   (121.0025)
FAISAL NURSHEHA                 (121.0035)
MAYA SARI                                (121.0063)
SUJIATI                                        (121.0101)
YULIANA AFIDAH                     (121.0109)




PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2014-2015



BAB 1
PENDAHULUAN


1.1      Latar Belakang
Inseminasi buatan adalah konsepsi (pembuahan) terhadap sel telur oleh sperma hasil para donor yang disimpan di laboratorium (Agustinus, 2009). Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen. Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan (Anonim, 2008). Setiap pasangan suami isteri pasti mengharapkan hadirnya seorang atau beberapa orang anak sebagai buah hati perkawinan mereka. Namun tidak jarang sebuah perkawinan tak kunjung mendapatkan sesosok anak yang diidam- idamkan selama perkawinan. Banyak faktor tentunya yang menyebabkan suatu pasangan suami isteri tidak kunjung mendapatkan turunan, misalnya gagal rahim, mandul, dan lain-lain. Banyak pula pasangan perkawinan menempuh berbagai cara untuk mendapatkan anak. Misalnya; adopsi, inseminasi buatan, dan bayi tabung.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun 1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986 mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba fallopi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya ditanam di dalam rahim istri, maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar- benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‗al hajatu tanzilu manzilah al dharurat‘ (Anonim, 2009).

1.2      Rumusan Masalah
1.          Apa Definisi Inseminasi?
2.          Bagaimana Siklus Inseminasi?
3.          Bagaimana Prosedur Inseminasi?
4.          Bagaimana Angka Keberhasilan Inseminasi?
5.          Bagaimana Konseling pada Pasangan Inseminasi?
6.          Bagaimana Ketentuan Hukum Mengenai Donor Sperma?
7.          Bagaimana Rekruitmen, Seleksi, dan Skrining Donor?
8.          Bagaimana Dampak Psikologis pada Pasien Inseminasi?



1.3      Tujuan
1.          Menjelaskan Definisi Inseminasi
2.          Menjelaskan Siklus Inseminasi
3.          Menjelaskan Prosedur Inseminasi
4.          Menjelaskan Angka Keberhasilan Inseminasi
5.          Menjelaskan Konseling pada Pasangan Inseminasi
6.          Menjelaskan Ketentuan Hukum Mengenai Donor Sperma
7.          Menjelaskan Rekruitmen, Seleksi, dan Skrining Donor
8.          Menjelaskan Dampak Psikologis pada Pasien Inseminasi

1.4      Manfaat
Manfaat disusunnya makalah ini adalah agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang teknik teknologi reproduksi dengan inseminasi.



BAB 2
TINJAUAN TEORI


2.1      Definisi
Inseminasi Intraleus (IUI) adalah injeksi sperma yang telah di cuci ke dalam rongga uterus melalui servik dengan menggunakan kateter kecil yang terbuat dari plastic. Prosedur ini tidak nyeri dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Selain itu, prosedur ini dilakukan dalam unit rawat jalan.
            Saat ini, manfaat penggunaan IUI dalam menangani beberapa kasus subfertilitas semakin tampak. Hal ini disebabkan oleh peningkatan metode persiapan sampel sperma pada unit konsepsi yang dibantu dan fasilitas pemantauan siklus ovarium yang lebih baik. IUI bermanfaat jika :
1.        Pasangan wanita memiliki masalah mucus servik – mucus bisa terlalu kental atau tidak ramah terhadap sperma dengan IUL sperma melalui serviks dan langsung masuk ke dalam uterus.
2.        Pasangan pria menderita ejakulasi retrogad, yang ditandai dengan segmen kembali ke kadung kemih, bukan melalui penis – dengan IUL sampel urine diambil dan sperma dipisahkan untuk inseminasi.
3.        Pasangan pria menderita impotensi atau abnormalitas anatomi penis, seperti hipospadia yang tidak dapat dikoreksi, atau jika pria tersebut paraplegi.
4.        Terjadi subfertilitas tanpa penyebab yang jelas karena teknik IUI dapat meningkatkan kesempatan sel telur dan sperma untuk bertemu, metode ini tidak mahal dan merupakan pilihan alternative motode GIFT, terutama untuk pasangan muda, serta merupakan pilihan pengobatan pertama yang baik. atau;
5.        Pasangan tersebut menggunakan sperma donor (Andrews, 2009).
Inseminasi buatan dengan donor (Artifical Insemination by Donor, AID) dilakukan dengan menyuntikan sperma donor ke dalam leher Rahim, dan digunakan ketika pria tidak dapat mempertahankan ereksi atau steril. Demikian pula, wanita mungkin membutuhkan donasi sel telur jika ia tidak mampu menghasilkan sel telur sendiri, walaupun hal ini lebih rumit.
Inseminasi buatan, penyimpanan sperma pada os serviks atau di dalam uterus secara mekanis, dapat dilakukan dengan dua metode. Dalam inseminasi buatan dari suami (artificial insemination from the husband, AIH), sperma yang berasal dari sperma suami klien disimpan dalam saluran reproduksi istrinya. Metode ini mungkin tidak terlalu kontroversial dibandingkan semua metode reproduksi yang di bantu karena jelas siapa orang tua genetis dan sosiologisnya. Beberapa golongan agama keberatan dengan dilakukannya masturbasi sebagai cara pengumpulan sperma, tetapi pada umumnya metode ini tidak menimbulkan pertanyaan etik atau hokum.
Metode kedua, inseminasi buatan dari donor (artificial insemination from a donor, AID), lebih problematik dengan AID, wanita diinseminasi dengan sperma dari donor yang tidak dikenal. Metode ini memisahkan orang tua sosiologis (suami wanita tersebut) dari perannya dalam konsepsi keturunan, AID menjadi tindakan yang sangat diminati ketika suami tidak dapat atau sangat sedikit menghasilkan sperma. AID juga digunakan ketika suami menderita cacat genetik atau sensitive Rh (Reeder, 2011).

2.2      Siklus Inseminasi
Inseminasi dapat dilakukan dalam siklus menstruasi yang alami, tetapi dengan menggabungkannya dengan stimulasi ovarium, seringkali memungkinkan untuk mencapai angka kehamilan lebih tinggi pada setiap siklus. Hal ini melibatkan konsumsi obat penyubur guna merangsang ovarium menghasilakan lebih dari satu sel telur. Pertumbuhan folikel telur dipantau dengan ultrasonografi dan bila sudah mencapai ukuran yang sesuai, ovulasi dipicu dengan memberikan HCG (Profasi,10.000 unit atau Pregnyl, 10.000 unit). Inseminasi intrauterus kemudian dilakukan sekitar 36-40 jam setelah pemberian HCG.




2.3      Prosedur Inseminasi
Penting untuk mempersiapkan sperma sebelum IUI karena segmen “murni” yang belum diobati mengandung prostaglandin yang sangat iritatif terhadap uterus dan dapat menyebabkan reaksi “seperti syok”, yang mengakibatkan nyeri abdomen hebat dan kolaps.
            Sperma untuk IUI disiapkan baik dengan pencucian biasa atau dengan menggunakan teknik pemisahan sperma untuk mengisolasi fraksi motil. Persiapan akhir adalah menarik sperma menggunakan kateter steril dan memasukkannya ke dalam uterus melalui ostium uteri

2.4      Angka Keberhasilan Inseminasi
Secara umum, kesempatan untuk hamil dengan satu siklus pengobatan sekitar 10-15%, dan angka konsepsi kumulatif sekitar 40% dengan lima hingga enam siklus pengobatan. Angka keberhasilan bergantung pada beberapa faktor. Pertama, penyebab masalah subfertilitas sangat penting, contohnya pria yang memiliki hitung sperma normal yang tidak mampu melakukan hubungan seksual memiliki kesempatan keberhasilan yang lebih besar dibandingkan pasangan yang menjalaini IUI, tetapi memiliki hitung sperma yang rendah. Jika wanita usia 35 tahun atau lebih, kesempatan keberhasilan sangat berkurang.
Jika IUI menunjukkan keberhasilan, biasanya hasilnya pun demikian dengan enam siklus pengobatan. Jika masih belum terjadi kehamilan pada saat ini, kesempatan IUI untuk dapat bekerja dengan baik sangat tipis, dan sebaiknya pasangan di dorong untuk mengeksplorasi kemungkinan lain. IUI merupakan bentuk pengobatan yang relatif sederhana dan murah, dan sering dicoba sebelum akhirnya berpindah kepilihan pengobatan lain yang lebih mahal dan invasive. Akan tetapi, inseminasi siklus yang berulang tanpa menunjukkan keberhasilan dapat mengakibatkan pasangan menjadi sangat tertekan sehingga dukungan yang sangat erat penting artinya bagi mereka.


2.5      Konseling pada Pasangan Inseminasi
Sangat penting bahwa dampak medis, hukum, dan emosi inseminasi donor dipahami dengan baik oleh pasangan yang menjalani pengobatan ini. Konseling memberi kesempatan bagi pasangan untuk mengeksplorasi perasaan mereka terhadap subfertilisasi yang dialami oleh pasangan pria, dan dampaknya terhadap hubungan mereka. Pasangan juga mempertimbangkan memberitahu anak yang akan lahir mengenai asal usulnya, pada usia berapa hal ini dapat dilakukan, dan bagaimana cara menyampaikannya penting untuk memastikan jika mereka telah memberi tahu rahasia kondisi mereka kepada teman- teman atau kerbat, dan apakah mereka berencana untuk mendiskusikan masalah ini dengan orang lain.
Semua bergantung pada orangtua apakah mereka akan memberi tahu si anak tentang situasi kelahirannya, tetapi selalu terdapat beban rahasia yang harus di tanggung oleh orang tua sepanjang hidup mereka. Tren saat ini adalah mendorong keterbukaan karena rahasia sulit di jaga. Selain itu, masih diragukan bahwa anak berhak untuk mengetahui asal – usulnya akan tetapi, banyak orang tua masih memilih kerahasiaan. Kelompok pendukung pasien dapat bermanfaat bagi pasangan dalam situasi ini karena mereka dapat membagi pengalaman dan membentuk rasa saling pengertian satu sama lain. 

2.6      Ketentuan Hukum Mengenai Donor Sperma
Metode pengobatan ini diatur oleh HFEA, yang menyatakan bahwa semua donor sperma dan pasangan yang menerima sperma donor di catat oleh pihak yang berwenang. Donor sperma tidak memiliki hak parental ataupun kewajiban hukum terhadap setiap anak yang lahir melalui pengobatan yang menggunakan spermanya. Pasangan yang melakukan inseminasi donor diwajibkan menandatangani surat persetujuan sebelum menjalani pengobatan ini, yang menyatakan bahwa ia sebagai ayah yang sah, dan setiap anak yang lahir merupakan hasil inseminasi donor.



2.7      Rekruitmen, Seleksi, dan Skrining Donor
Sebagaian besar sperma diambil dari domor di sekolah kedokteran, kampus, dan sentra bisnis antara 18 hingga 55 tahun (Human Fertilization and Embriology Act,1990). Semua donor potensial diharuskan melengkapi semua pertanyaan detail seputar karakteristik fisik mereka, serta data mengenai riwayat medis dan keluarga mereka. Setelah melengkapi semua informasi yang diperlukan, sampel semen diambil untuk di analisa dan jika spesimen ini memenuhi standar yang ditetapkan, spesimen dilakukan simpan beku, semua semen yang akan digunakan untuk inseminasi donor dikarantina selama minimum 180 hari sebelum digunakan.
Kultur uretra di ambil untuk mendeteksi gonore dan chlamydia, dan tes serologi dilakukan untuk HIV-1, HIV-2, antigen permukaan hepatitis B, hepatitis C, sifilis, dan sitomegalovirus. Kelahiran hidup dari semua donor di batasi sebanyak 10 berdasarkan peraturan perundangan HFEAgurangi risiko guna mengurangi risiko pertalian darah.
Satu survei (Golombok dan cook, 1994) mengungkapkan bahwa hanya 25 % dari semua pria yang ingin menjadi donor sperma yang di terima, dan alasan penolakan yang paling umum adalah hasil analisis semen suboptimal, pembayaran sebesar €15,00 perdonasi serta pengeluaran yang sesuai kini diperbolehkan menurut panduan HFEA, dan sangat menarik untuk mencatat bahwa golombok dan cook melaporkan kekhawatiran yang cukup besar di antara klinim fertilisasi bahwa jika pembayaran ini dihentikan, donor sperma menurun aekitar 80%.

2.8      Dampak Psikologis
Pasangan yang menjalani inseminasi donor sering mengalami reaksi psikologi yang sulit diatasi. Perasaan terisolasi lebih terasa pada subfertilisasi ini di bandingkan dengan bentuk subfertilisasi lain karena banyak pasangan yang tidak ingin memberi tahu kepada siapa pun bahwa mereka sedang menjalani inseminasi donor, pasangan pria dapat merasa inferior, tidak aman, dan cemburu, bahkan meragukan apakah ia mampu manjadi “ ayah atas anak pria lain”. Sebaliknya, pasangan wanita mungkin merasa menyesal karena telah menjalani pengobatan untuk mengatasi masalah yang secara medis bukan masalahnya.
Keterlibatan dari pihak ketiga yang sama sekali tidak mereka kenal dalam bentuk sperma donor terutama dapat mempersulit pasangan dalam menghadapi kehamilan. Fantasi seputar donor yang tidak dikenal dan kecemasan dapat timbul mengenai apakah anak akan terlahir normal dan seperti apakah karakteristik fisiknya kelak. Oleh karena itu, penting bagi pasangan untuk tidak terburu – buru menjalani pengobatan menggunakan sperma donor, tetapi terlebih dahulu mengeksplorasi pilihan pengobatan lain.



BAB 3
PENUTUP


3.1      Simpulan
Inseminasi merupakan proses bantuan reproduksi dengan menyuntikkan sperma ke dalam rahim. Namun dalam proses inseminasi harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab manusia sebagai agen moral dan subjek moral serta yang paling penting perlu diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan bioteknologi.

3.2      Saran
Inseminasi sangatlah membantu bagi mereka yang belum mempunyai keturunan dalam rumah tangganya, kita sebagai calon tenaga kesehatan hendaknya dapat mengetahui cara- cara tersebut agar kita dapat memanfaatkan bioteknologi tersebut dalam dunia medis supaya bisa membantu mereka yang membutuhkan.

0 komentar:

Posting Komentar