MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM
REPRODUKSI I
TEKNIK TEKNOLOGI REPRODUKSI
DENGAN INSEMINASI
DISUSUN
OLEH:
DIAH
MEISINTA P. (121.0025)
FAISAL
NURSHEHA (121.0035)
MAYA
SARI (121.0063)
SUJIATI (121.0101)
YULIANA
AFIDAH (121.0109)
PROGRAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES
HANG TUAH SURABAYA
TAHUN
AJARAN 2014-2015
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Inseminasi buatan adalah konsepsi (pembuahan) terhadap
sel telur oleh sperma hasil para donor yang disimpan di laboratorium
(Agustinus, 2009). Inseminasi buatan pada manusia sebagai suatu teknologi
reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama
kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Awal berkembangnya inseminasi
buatan bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan
hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen
pada temperatur -321 derajat Fahrenheit.
Pada mulanya program pelayanan ini bertujuan untuk
menolong pasangan suami istri yang tidak mungkin memiliki keturunan secara
alamiah disebabkan tuba falopii istrinya mengalami kerusakan yang permanen.
Namun kemudian mulai ada perkembangan dimana kemudian program ini diterapkan
pula pada pasutri yang memiliki penyakit atau kelainan lainnya yang menyebabkan
tidak dimungkinkan untuk memperoleh keturunan (Anonim, 2008). Setiap pasangan
suami isteri pasti mengharapkan hadirnya seorang atau beberapa orang anak
sebagai buah hati perkawinan mereka. Namun tidak jarang sebuah perkawinan tak
kunjung mendapatkan sesosok anak yang diidam- idamkan selama perkawinan. Banyak
faktor tentunya yang menyebabkan suatu pasangan suami isteri tidak kunjung
mendapatkan turunan, misalnya gagal rahim, mandul, dan lain-lain. Banyak pula
pasangan perkawinan menempuh berbagai cara untuk mendapatkan anak. Misalnya;
adopsi, inseminasi buatan, dan bayi tabung.
Masalah inseminasi buatan ini sejak tahun 1980-an
telah banyak dibicarakan di kalangan Islam, baik di tingkat nasional maupun
internasional. Misalnya Majlis Tarjih Muhammadiyah dalam Muktamarnya tahun
1980, mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor sebagaimana diangkat oleh
Panji Masyarakat edisi nomor 514 tanggal 1 September 1986. Lembaga Fiqih Islam
Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam sidangnya di Amman tahun 1986
mengharamkan bayi tabung dengan sperma donor atau ovum, dan membolehkan
pembuahan buatan dengan sel sperma suami dan ovum dari isteri sendiri. Vatikan
secara resmi tahun 1987 telah mengecam keras pembuahan buatan, bayi tabung, ibu
titipan dan seleksi jenis kelamin anak, karena dipandang tak bermoral dan
bertentangan dengan harkat manusia. Mantan Ketua IDI, dr. Kartono Muhammad juga
pernah melemparkan masalah inseminasi buatan dan bayi tabung. Ia menghimbau
masyarakat Indonesia dapat memahami dan menerima bayi tabung dengan syarat sel
sperma dan ovumnya berasal dari suami-isteri sendiri.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan
bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila
dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara
mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba fallopi atau
uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya
ditanam di dalam rahim istri, maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami
isteri tersebut benar- benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu
pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan
kaidah ‗al hajatu tanzilu manzilah al dharurat‘ (Anonim, 2009).
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa Definisi Inseminasi?
2.
Bagaimana Siklus Inseminasi?
3.
Bagaimana Prosedur Inseminasi?
4.
Bagaimana Angka Keberhasilan
Inseminasi?
5.
Bagaimana Konseling pada
Pasangan Inseminasi?
6.
Bagaimana Ketentuan Hukum
Mengenai Donor Sperma?
7.
Bagaimana Rekruitmen, Seleksi,
dan Skrining Donor?
8.
Bagaimana Dampak Psikologis
pada Pasien Inseminasi?
1.3
Tujuan
1.
Menjelaskan Definisi Inseminasi
2.
Menjelaskan Siklus Inseminasi
3.
Menjelaskan Prosedur Inseminasi
4.
Menjelaskan Angka Keberhasilan
Inseminasi
5.
Menjelaskan Konseling pada
Pasangan Inseminasi
6.
Menjelaskan Ketentuan Hukum
Mengenai Donor Sperma
7.
Menjelaskan Rekruitmen,
Seleksi, dan Skrining Donor
8.
Menjelaskan Dampak Psikologis
pada Pasien Inseminasi
1.4
Manfaat
Manfaat disusunnya makalah ini adalah agar mahasiswa
mampu memahami dan menjelaskan tentang teknik teknologi reproduksi dengan
inseminasi.
BAB 2
TINJAUAN
TEORI
2.1
Definisi
Inseminasi
Intraleus (IUI) adalah injeksi sperma yang telah di cuci ke dalam rongga uterus
melalui servik dengan menggunakan kateter kecil yang terbuat dari plastic.
Prosedur ini tidak nyeri dan hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Selain
itu, prosedur ini dilakukan dalam unit rawat jalan.
Saat ini, manfaat penggunaan IUI
dalam menangani beberapa kasus subfertilitas semakin tampak. Hal ini disebabkan
oleh peningkatan metode persiapan sampel sperma pada unit konsepsi yang dibantu
dan fasilitas pemantauan siklus ovarium yang lebih baik. IUI bermanfaat jika :
1.
Pasangan wanita memiliki masalah mucus servik – mucus bisa
terlalu kental atau tidak ramah terhadap sperma dengan IUL sperma melalui
serviks dan langsung masuk ke dalam uterus.
2.
Pasangan pria menderita ejakulasi retrogad, yang ditandai
dengan segmen kembali ke kadung kemih, bukan melalui penis – dengan IUL sampel
urine diambil dan sperma dipisahkan untuk inseminasi.
3.
Pasangan pria menderita impotensi atau abnormalitas anatomi
penis, seperti hipospadia yang tidak dapat dikoreksi, atau jika pria tersebut
paraplegi.
4.
Terjadi subfertilitas tanpa penyebab yang jelas karena teknik
IUI dapat meningkatkan kesempatan sel telur dan sperma untuk bertemu, metode
ini tidak mahal dan merupakan pilihan alternative motode GIFT, terutama untuk
pasangan muda, serta merupakan pilihan pengobatan pertama yang baik. atau;
5.
Pasangan tersebut menggunakan sperma donor (Andrews, 2009).
Inseminasi buatan
dengan donor (Artifical Insemination by Donor, AID) dilakukan dengan
menyuntikan sperma donor ke dalam leher Rahim, dan digunakan ketika pria tidak
dapat mempertahankan ereksi atau steril. Demikian pula, wanita mungkin
membutuhkan donasi sel telur jika ia tidak mampu menghasilkan sel telur
sendiri, walaupun hal ini lebih rumit.
Inseminasi
buatan, penyimpanan sperma pada os serviks atau di dalam uterus secara mekanis,
dapat dilakukan dengan dua metode. Dalam inseminasi buatan dari suami
(artificial insemination from the husband, AIH), sperma yang berasal dari
sperma suami klien disimpan dalam saluran reproduksi istrinya. Metode ini
mungkin tidak terlalu kontroversial dibandingkan semua metode reproduksi yang
di bantu karena jelas siapa orang tua genetis dan sosiologisnya. Beberapa
golongan agama keberatan dengan dilakukannya masturbasi sebagai cara
pengumpulan sperma, tetapi pada umumnya metode ini tidak menimbulkan pertanyaan
etik atau hokum.
Metode kedua,
inseminasi buatan dari donor (artificial insemination from a donor, AID), lebih
problematik dengan AID, wanita diinseminasi dengan sperma dari donor yang tidak
dikenal. Metode ini memisahkan orang tua sosiologis (suami wanita tersebut)
dari perannya dalam konsepsi keturunan, AID menjadi tindakan yang sangat
diminati ketika suami tidak dapat atau sangat sedikit menghasilkan sperma. AID
juga digunakan ketika suami menderita cacat genetik atau sensitive Rh (Reeder, 2011).
2.2
Siklus Inseminasi
Inseminasi dapat
dilakukan dalam siklus menstruasi yang alami, tetapi dengan menggabungkannya
dengan stimulasi ovarium, seringkali memungkinkan untuk mencapai angka
kehamilan lebih tinggi pada setiap siklus. Hal ini melibatkan konsumsi obat
penyubur guna merangsang ovarium menghasilakan lebih dari satu sel telur.
Pertumbuhan folikel telur dipantau dengan ultrasonografi dan bila sudah
mencapai ukuran yang sesuai, ovulasi dipicu dengan memberikan HCG
(Profasi,10.000 unit atau Pregnyl, 10.000 unit). Inseminasi intrauterus
kemudian dilakukan sekitar 36-40 jam setelah pemberian HCG.
2.3
Prosedur Inseminasi
Penting untuk
mempersiapkan sperma sebelum IUI karena segmen “murni” yang belum diobati
mengandung prostaglandin yang sangat iritatif terhadap uterus dan dapat
menyebabkan reaksi “seperti syok”, yang mengakibatkan nyeri abdomen hebat dan
kolaps.
Sperma untuk IUI disiapkan baik
dengan pencucian biasa atau dengan menggunakan teknik pemisahan sperma untuk
mengisolasi fraksi motil. Persiapan akhir adalah menarik sperma menggunakan
kateter steril dan memasukkannya ke dalam uterus melalui ostium uteri
2.4
Angka Keberhasilan
Inseminasi
Secara umum,
kesempatan untuk hamil dengan satu siklus pengobatan sekitar 10-15%, dan angka
konsepsi kumulatif sekitar 40% dengan lima hingga enam siklus pengobatan. Angka
keberhasilan bergantung pada beberapa faktor. Pertama, penyebab masalah
subfertilitas sangat penting, contohnya pria yang memiliki hitung sperma normal
yang tidak mampu melakukan hubungan seksual memiliki kesempatan keberhasilan
yang lebih besar dibandingkan pasangan yang menjalaini IUI, tetapi memiliki
hitung sperma yang rendah. Jika wanita usia 35 tahun atau lebih, kesempatan
keberhasilan sangat berkurang.
Jika IUI
menunjukkan keberhasilan, biasanya hasilnya pun demikian dengan enam siklus
pengobatan. Jika masih belum terjadi kehamilan pada saat ini, kesempatan IUI
untuk dapat bekerja dengan baik sangat tipis, dan sebaiknya pasangan di dorong
untuk mengeksplorasi kemungkinan lain. IUI merupakan bentuk pengobatan yang
relatif sederhana dan murah, dan sering dicoba sebelum akhirnya berpindah
kepilihan pengobatan lain yang lebih mahal dan invasive. Akan tetapi,
inseminasi siklus yang berulang tanpa menunjukkan keberhasilan dapat
mengakibatkan pasangan menjadi sangat tertekan sehingga dukungan yang sangat
erat penting artinya bagi mereka.
2.5
Konseling pada Pasangan
Inseminasi
Sangat penting
bahwa dampak medis, hukum, dan emosi inseminasi donor dipahami dengan baik oleh
pasangan yang menjalani pengobatan ini. Konseling memberi kesempatan bagi
pasangan untuk mengeksplorasi perasaan mereka terhadap subfertilisasi yang
dialami oleh pasangan pria, dan dampaknya terhadap hubungan mereka. Pasangan
juga mempertimbangkan memberitahu anak yang akan lahir mengenai asal usulnya,
pada usia berapa hal ini dapat dilakukan, dan bagaimana cara menyampaikannya penting
untuk memastikan jika mereka telah memberi tahu rahasia kondisi mereka kepada
teman- teman atau kerbat, dan apakah mereka berencana untuk mendiskusikan
masalah ini dengan orang lain.
Semua bergantung
pada orangtua apakah mereka akan memberi tahu si anak tentang situasi
kelahirannya, tetapi selalu terdapat beban rahasia yang harus di tanggung oleh
orang tua sepanjang hidup mereka. Tren
saat ini adalah mendorong keterbukaan karena rahasia sulit di jaga. Selain itu,
masih diragukan bahwa anak berhak untuk mengetahui asal – usulnya akan tetapi,
banyak orang tua masih memilih kerahasiaan. Kelompok pendukung pasien dapat
bermanfaat bagi pasangan dalam situasi ini karena mereka dapat membagi
pengalaman dan membentuk rasa saling pengertian satu sama lain.
2.6
Ketentuan Hukum Mengenai
Donor Sperma
Metode pengobatan ini diatur
oleh HFEA, yang menyatakan bahwa semua donor sperma dan pasangan yang menerima
sperma donor di catat oleh pihak yang berwenang. Donor sperma tidak memiliki
hak parental ataupun kewajiban hukum terhadap setiap anak yang lahir melalui
pengobatan yang menggunakan spermanya. Pasangan yang melakukan inseminasi donor
diwajibkan menandatangani surat persetujuan sebelum menjalani pengobatan ini,
yang menyatakan bahwa ia sebagai ayah yang sah, dan setiap anak yang lahir
merupakan hasil inseminasi donor.
2.7
Rekruitmen, Seleksi, dan
Skrining Donor
Sebagaian besar
sperma diambil dari domor di sekolah kedokteran, kampus, dan sentra bisnis
antara 18 hingga 55 tahun (Human
Fertilization and Embriology Act,1990). Semua donor potensial diharuskan
melengkapi semua pertanyaan detail seputar karakteristik fisik mereka, serta
data mengenai riwayat medis dan keluarga mereka. Setelah melengkapi semua
informasi yang diperlukan, sampel semen diambil untuk di analisa dan jika
spesimen ini memenuhi standar yang ditetapkan, spesimen dilakukan simpan beku,
semua semen yang akan digunakan untuk inseminasi donor dikarantina selama
minimum 180 hari sebelum digunakan.
Kultur uretra di
ambil untuk mendeteksi gonore dan chlamydia, dan tes serologi dilakukan untuk
HIV-1, HIV-2, antigen permukaan hepatitis B, hepatitis C, sifilis, dan sitomegalovirus.
Kelahiran hidup dari semua donor di batasi sebanyak 10 berdasarkan peraturan
perundangan HFEAgurangi risiko guna mengurangi risiko pertalian darah.
Satu survei (Golombok dan cook, 1994) mengungkapkan
bahwa hanya 25 % dari semua pria yang ingin menjadi donor sperma yang di
terima, dan alasan penolakan yang paling umum adalah hasil analisis semen
suboptimal, pembayaran sebesar €15,00 perdonasi serta pengeluaran yang sesuai
kini diperbolehkan menurut panduan HFEA, dan sangat menarik untuk mencatat bahwa
golombok dan cook melaporkan
kekhawatiran yang cukup besar di antara klinim fertilisasi bahwa jika
pembayaran ini dihentikan, donor sperma menurun aekitar 80%.
2.8
Dampak Psikologis
Pasangan yang
menjalani inseminasi donor sering mengalami reaksi psikologi yang sulit
diatasi. Perasaan terisolasi lebih terasa pada subfertilisasi ini di bandingkan
dengan bentuk subfertilisasi lain karena banyak pasangan yang tidak ingin
memberi tahu kepada siapa pun bahwa mereka sedang menjalani inseminasi donor,
pasangan pria dapat merasa inferior, tidak aman, dan cemburu, bahkan meragukan
apakah ia mampu manjadi “ ayah atas anak
pria lain”. Sebaliknya, pasangan wanita mungkin merasa menyesal karena
telah menjalani pengobatan untuk mengatasi masalah yang secara medis bukan
masalahnya.
Keterlibatan dari
pihak ketiga yang sama sekali tidak mereka kenal dalam bentuk sperma donor
terutama dapat mempersulit pasangan dalam menghadapi kehamilan. Fantasi seputar
donor yang tidak dikenal dan kecemasan dapat timbul mengenai apakah anak akan
terlahir normal dan seperti apakah karakteristik fisiknya kelak. Oleh karena
itu, penting bagi pasangan untuk tidak terburu – buru menjalani pengobatan
menggunakan sperma donor, tetapi terlebih dahulu mengeksplorasi pilihan
pengobatan lain.
BAB 3
PENUTUP
3.1
Simpulan
Inseminasi merupakan proses
bantuan reproduksi dengan menyuntikkan sperma ke dalam rahim. Namun dalam
proses inseminasi harus berlandaskan nilai etika tertentu, karena bagaimanapun
juga perkembangan dalam dunia bioteknologi tidak lepas dari tanggung jawab
manusia sebagai agen moral dan subjek moral serta yang paling penting perlu
diterapkannya aturan resmi pemerintah dalam pelaksanaan dan penerapan
bioteknologi.
3.2
Saran
Inseminasi sangatlah membantu
bagi mereka yang belum mempunyai keturunan dalam rumah tangganya, kita sebagai
calon tenaga kesehatan hendaknya dapat mengetahui cara- cara tersebut agar kita
dapat memanfaatkan bioteknologi tersebut dalam dunia medis supaya bisa membantu
mereka yang membutuhkan.
0 komentar:
Posting Komentar