16 Desember, 2015

KELOMPOK 10 : KEMOTERAPI

MAKALAH KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI II
KEMOTERAPI PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

SISTEM REPRODUKSI (CA OVARIUM)



Kelompok 10




BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis  yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002).
Secara keseluruhan mayoritas massa ovarium bersifat jinak dan memiliki risiko seumur hidup untuk berkembang menjadi kanker ovarium sebesar 2%. Usia merupakan factor yang paling penting dalam menentukan risiko keganasan. Massa adneksa sering ditemukan selama usia reproduksi. Selama tahap kehidupan ini, massa tersebut biasanya disebabkan oleh kista ovarium fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau perubahan pascainfeksi pada tuba fallopii. Pada anak perempuan yang berusia dibawah 20 tahun dan wanita diatas 50 tahun, 10% massa yang teraba bersifat ganas. Sekitar 85-90% kanker ovarium terjadi pada wanita pascamenopause.
Lebih dari 90% keganasan testis merupakan  tumor sel germinal, sedangkan 65-70% keganasan ovarium merupakan kanker sel epitel. Tumor sel germinal pada testis memiliki deteksi dini yang baik dan angka kesembuhan yang tinggi. Kanker sel epitel ovarium biasanya terdeteksi setelah terjadi penyebaran intraperitoneal luas. Pada saat tersebut, penyembuhan hamper tidak dapat terjadi.
Kemoterapi telah digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan sebelum atau sesudah pembedahan. Tujuannya adalah membasmi seluruh sel-sel Kanker sampai ke akar-akarnya, sampai ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak untuk mengontrol sel-sel Kanker agar tidak menyebar lebih luas. Pengobatan Kanker tergantung pada jenis atau tipe Kanker yang diderita dan dari mana asal Kanker tersebut. Umur, kondisi kesehatan umum pasien serta system pengobatan juga mempengaruhi proses pengobatan kanker.
Pada kasus Kanker Pengobatan utama adalah melalui :
1.      Pembedahan atau Operasi.
2.      Kemoterapi atau dengan cara pemberian Obat-obatan.
3.      Radioterapi atau Penggunaan Sinar Radiasi
 Pada kenyataannya Secara umum biasanya digunakan lebih dari satu macam cara pengobatan di atas, misalnya Pembedahan yang diikuti oleh Kemoterapi atau Radioterapi, bahkan kadang pengobatan digunakan dengan 3 kombinasi (Pembedahan, Kemotarapi dan Radioterapi). Pada dasarnya Tujuan utama dari Pembedahan adalah mengangkat Kanker secara keseluruhan karena Kanker hanya dapat sembuh apabila belum menjalar ketempat lain. Sedangkan Kemoterapi dan Riadiasi tidak bukan dan tidak lain bertujuan untuk membunuh sel-sel Kanker atau menghentikan pertumbuhan sel-sel Kanker yang masih tertinggal.

1.2     Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah bagaimana pengobatan kemoterapi pada kanker ovarium.

1.3     Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan umum penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kemoterapi pada kanker ovarium.
1.3.2 Tujuan Khusus
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dasar Ca Ovarium.
    
1.4     Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
            Pengobatan kemoterapi pada gangguan sistem reproduksi wanita yaitu mengenai Ca Ovarium. Pengobatan kanker ovarium dengan kemoterapi merupakan pengobatan bantuan yang utama untuk kanker ovarium. Kemoterapi merupakan pelengkap operasi dan tujuannya adalah kesembuhan klinis yang berarti tidak ada lagi sel kanker pada pemeriksaan fisik, pencitraan, atau tes darah
1.4.2 Manfaat Praktisi
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan  bagi praktisis keperawatan agar dapat  meningkatkan dan mengembangkan asuhan keperawatan pada pasien yang menjalani perawatan kemoterapi pada pasien yang mengalami Ca Ovarium.



BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1    Konsep Dasar CA Ovarium
2.1.1        Definisi
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis  yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam.
Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna),  tidak  jelas  jinak  tapi  juga  tidak jelas  /  pasti  ganas  (borderline malignancy atau carcinoma of low  – maligna potensial) dan jelas ganas (true malignant) (Priyanto, 2007). Kanker  ovarium  sebagian  besar  berbentuk  kista  berisi  cairan  maupun padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer. Karena ovarium terletak di bagian dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana.

2.1.2        Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kanker ovarium terhitung sebagai penyebab kematian terbanyak dibandingkan dengan kanker ginekologi lainnya. Diseluruh dunia. 204.000 wanita yang terdiagnosis, 125.000 di antaranya meninggal akibat penyakit ini. Dari angka tersebut, 90-95% disebabkan kanker ovarium epitel. Sampai saat ini tidak ada metode skrining yang efektif untuk mendeteksi dini dan sedikitnya gejala dan tanda awal menyebabkan tiga perempat dari penderita dating dengan diagnosis yang sudah lanjut. Aggressive debulking surgery, diikuti dengan platinum based chemoterapi, seringkali menyebabkan remisi secara klinis. Akan tetapi, sampai saat ini 80 persen dari wanita tersebut akan mengalami relaps yang seringkali memicu progresifitas penyakit dan berakhir dengan kematian.
Satu dari 78 wanita di Amerika (1,3%) mengidap kanker ovarium selama hidupnya. Karena terjadinya penurunan secara lambat insiden sejak tahun 1900,kanker ovarium turun peringkat sebagai urutan ke delapan kanker penyebab kematian pada wanita. Namun, pada tahun 2007, 22.430 kasus baru tercatat di Amerika Serikat, dan hanya sedikit pasien yang terdiagnosis awal dan sebagai hasilnya 15.280 dari angka tersebut meninggal dunia. Oleh sebab itu, kanker ovarium saat ini sebagai peringkat ke lima kanker penyebab kematian pada wanita.
Kanker tuba falopii dan kanker peritoneum ekstraovarium primer termasuk dalam kanker ovarium dikarenakan secara karkteristik biologi dan klinisnya menyerupai kanker ovarium, walaupun keduanya sangat jarang ditemui. Termasuk 40% dari keseluruhan kanker pada wanita dan 4,2% pada angka kematian akibat kanker pada wanita. Kanker ovarium merupakan kanker ginekologi terbanyak kedua. Dilaporkan 18,8% dari semua kanker ginekologi terjadi pada negara berkembang dan 28,7% pada negara maju. Negara maju menyumbang setengah dari keseluruhan angka kanker ovarium di seluruh dunia. Lebih dari 90% kanker ovarium adalah jenis kanker epithelial, sisanya adalah germ cell tumours (2-3%) dan sex cord-stromal tomours (5-6%).  Germ cell tumours tercatat 10-15%  dari kanker ovarium dalam populasi Asia dan Afrika. Disgerminoma dilaporkan lebih dari 70% ditemukan germ cell tumours, dan granulosa tumor merupakan jenis tersering pada sex cord-stromal tumours. Umumnya kanker epithelial ovarian terdiagnosis pada wanita pascatmenopause dan germ cell tumours sering  pada wanita muda pada masa pertumbuhan umumnya pada usia dua puluhan. Angka insiden tertinggi terdapat pada negara maju, dengan rata-rata 10 per 100.000, kecuali di Jepang (6,4 per 100.000). Insiden  di Amerika Selatan (7,7 per 100.000) relatif  tinggi bila dibandingkan dengan angka kejadian di Asia dan Afrika. Insiden dari kanker ovarium secara perlahan meningkat pada banyak negara maju dalam dua dekade terakhir.
2.1.3        Jenis – jenis Kanker Ovarium
1.    Tumor epitelial
Tumor epitelial ovarium berkembang dari permukaan luar ovarium, pada umumnya jenis tumor yang berasal dari epitelial adalah jinak, karsinoma adalah tumor ganas dari epitelial ovarium (EOC’s : Epitelial ovarium carcinomas) merupakan jenis tumor yang paling sering ( 85 – 90% ) dan penyebab kematian terbesar dari jenis kanker ovarium. Gambaran tumor epitelial yang secara mikroskopis tidak jelas teridentifikasi sebagai kanker dinamakan sebagai tumor bordeline atau tumor yang berpotensi ganas (LMP tumor : Low Malignat Potential). Beberapa gambaran EOC dari pemeriksaan mikroskopis berupa serous, mucous, endometrioid dan sel jernih. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
2.    Tumor germinal
Tumor ganas sel germinal ovarium pada prinsipnya terjadi pada remaja dan wanita usia muda dengan median umur 16-20 tahun. Karena tumor ini memiliki pertumbuhan yang cepat, kebanyakan penderita menunjukan massa pada perut dan rasa nyeri. Kurang lebih 10% penderita menunjukan gejala akut abdomen akibat perdarahan intrakapsuler, torsi dan atau ruptur. Keadaan ini umumnya ditemukan pada penderita dengan yolk sac tumor atau mixed germ cell tumors dan sering kali dikelirukan dengan appendisitis akut atau kedaruratan abdomen lainnya dan diagnosis ditegakkan pada saat operasi. (Wijaya, 2010)
a.       Disgerminoma
Disgerminoma merupakan tumor ganas sel germinal ovarium yang tersering dan meliputi 50% kasus. Pada disgerminoma biasanya didapatkan kadar AFP normal, dan kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar hCG. Secara makroskopik biasanya bilateral pada 10-15% kasus, dan secara mikroskopis dapat disertai penyebaran ke ovarium kontralateral pada 10% kasus. Disgerminoma lebih sering menyebar secara limfogen dibandingkan dengan tumor ganas sel germinal lainnya. Penderita disgerminoma biasanya menunjukan gejala amenore primer, virilisasi, atau perkembangan organ genitalia yang abnormal dan pada beberapa kasus dapat ditemukan adanya kromosan Y. (Wijaya, adi, 2010)
Dikatakan lebih dari 50% dari tumor ini tidak menunjukkan gejala yang jelas, gejala dapat berupa adanya massa pada daerah abdomen atau pelvis dengan pembesaran perut dan nyeri. Gejala timbul secara cepat 1 bulan sampai dengan 2 tahun dan setengah dari penderita kurang dari 4 bulan. Bila bersamaan dengan kehamilan, tumor ditemukan secara tidak sengaja dan dapat menganggu jalannya persalinan. Gangguan haid jarang didapatkan pada wanita muda. Kurang lebih 10% asimtomatik, anak dapat menunjukan pubertas prekok, virilisasi. Hampir 2-5% dari wanita yang tidak hamil menunjukan tes kehamilan positif dan hCG yang dihasilkan dapat diisolasi dari sel sinsitiotrofoblast didalam tumor. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
Secara mikroskopis disgerminoma menyerupai seminoma testis. Tumor terdiri dari sel vesikuler besar dengan sitoplasma jernih mirip dengan sel primordial. Sel berbentuk bulat atau poligonal, dengan satu atau lebih nukleoli besar. Pada pewarnaan sitoplasma yang jernih atau sedikit granuler yang mengandung glikogen memberikan reaksi positif dengan pewarnaan asam periodik schiff dan alkali fosfatase. Stroma biasanya diinfiltrasi dengan sel-sel limposit dan sering berisi granula seperti sarkoid. Walaupun jarang dapat ditemukan sel raksasa (Cytotrophoblastic giant cell). Adanya hCG dapat di identifikasi dengan reaksi imunoperoksidase. (Wijaya, adi, 2010)

b.      Yolk sac tumor
Tumor sinus endodermal merupakan tumor ganas kedua setelah disgerminoma pada wanita usia muda. Kurang lebih 1% dari seluruh keganasan ovarium. Tumor terdapat pada wanita usia 14 bulan - 45 tahun, tetapi beberapa kasus dilaporkan pada usia > 45 tahun. Usia median 19 tahun. (Wijaya, adi, 2010)
Gejala klinis sering terjadi secara akut serta progresif dan separuh dari penderita mengeluh gejala 1 minggu atau kurang. Tiga perempat penderita mengeluh nyeri perut dan hampir semuanya mengeluh adanya pembesaran perut atau adanya tumor pada daerah pelvis. Adanya ruptur, putaran dan perdarahan dari tumor menimbulkan gejala mirip appendisitis. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
Pada umumnya penderita tidak terjadi gangguan hormonal, gangguan haid dan tidak terjadi peningkatan hCG serum, tetapi AFP meningkat. Kadang-kadang dilaporkan adanya gangguan hormonal hal ini kemungkinan karena pengambilan darah sediaan yang kurang adekuat sehingga elemen koriokarsinoma atau karsinoma embrional yang tidak terdeteksi (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
Pada saat laparotomi 71% dalam stadium I, 6% stadium II, 23% stadium III dan sebagian kecil pada stadium IV. Dikatakan 25% tumor pecah sebelum atau selama operasi. (Wijaya, adi, 2010)
Secara makroskopis tumor dengan konsistensi lunak dengan bagian padat, permukaan rata, berlobus-lobus dengan kista besar atau kecil. Pada pembelahan tumor seperti sarang tawon. 14% dari tumor ini disertai dengan teratoma pada ovarium yang sama dan 5% pada ovarium kontralateral. Adanya nekrosis dan perdarahan kadang didapatkan. (Wijaya, adi, 2010)
Secara mikroskopis tumor merupakan rongga yang dilapisi oleh sel kuboid, jaringan stroma retikuler yang longgar, mengandung globul yang positif dengan perwarnaan PAS. Badan Schiller Duval merupakan struktur yang patognomonis untuk tumor ini, walaupun jarang tetapi dapat ditemukan. Pada tumor ini sering ditemukan droplet hyaline yang positif dengan pewarnaan PAS. Dengan teknik imunokemikal droplet hyaline merupakan AFP dan alfa anti tripsin dan protein jenis lainnya. Tumor sinus endodermal sering bersamaan dengan keganasan lain, biasanya dengan disgerminoma. (Wijaya, adi, 2010)
c.       Teratoma
Diduga berkembang dari jaringan embrional yang pluripoten dan mampu membentuk elemen-elemen dari ketiga lapisan embrional. Bentuk teratoma yang benigna merupakan tumor relatif banyak ditemukan pada wanita golongan yng lebih tua, sedangkan teratoma maligna adalah jarang, dan hal ini justru berlawanan dengan teratoma testis yang umumnya ganas (maligna). (Sarwono, 2007)
Teratoma ovarium bisa ditemukan dalam bentuk kistik maupun solid. Teratoma maligna yang ganas berbentuk solid, terdiri atas campuran jaringan sel telur yang matang (matur) dan yang tidak matang (immatur). Teratoma ganas biasanya ditemukan pada anak-anak dan pada penderita dalam masa pubertas. Tumor ini tumbuh cepat dan mempunyai prognosis yang buruk. (Sarwono, 2007)
Teratoma imatur merupakan keganasan tumor sel germinal ke tiga tersering setelah disgerminoma dan tumor sinus endodermal. Freksuensi 25% dari tumor sel germinal pada wanita usia dibawah 15 tahun dengan usia median 19 tahun. (Wijaya, adi, 2010)
Gejala yang timbul tidak spesifik timbul dalam jangka waktu pendek tetapi sering terjadi akut. Kurang lebih 80% penderita terdapat massa dalam abdomen atau pelvis yang dapat diraba, sering terdapat nyeri. Sebagian kecil penderita menunjukkan haid yang tidak teratur. AFP dan hCG tidak meningkat. (Wijaya, adi, 2010).
d.      Karsinoma embrional
Karsinoma embrional murni jarang ditemukan diantara tumor sel germinal ovarium, tidak lebih dari 5%. Tumor ini analog dengan karsinoma embrional testis. Ditemukan pada usia 4-28 tahun dengan usia median 14 tahun. (Wijaya, adi, 2010)
Gejala klinis pada kebanyakan penderita sering dikeluhkan adanya massa pelvis yang disertai rasa nyeri, sering menyerupai keadaan appendisitis, kehamilan ektopik terganggu, terutama bila hasil tes kehamilan positif. Selain ini dapat ditemukan adanya amenore atau perdarahan pervaginam abnormal, serta kemungkinan juga disertai adanya hirsutisme dan virilisasi. (Wijaya, adi, 2010)
Pada penampakan makroskopik, didapatkan tumor kistik, bulat, berkapsul dan lunak, dapat ditemukan bagian hemoragis dan nekrosis, dengan ukuran rata-ratanya 17 cm, warna kuning keabuan. (Wijaya, adi, 2010)
Secara mikroskopik, karsinoma embrional terdiri atas sel-sel primitif yang pleomorfik, berukuran sitoplasma bervakuola dan inti yang vesikuler disertai dengan 1 atau 2 nukleolus. Semua tumor berisi kelompok sel-sel sinsitiotropoblas dan sel mononuklear dengan cytoplasmic hyaline droplets, yang berisi hCG, AFP dan keratin. (Wijaya, adi, 2010)
e.       Koriokarsinoma
Koriokarsinoma ovarium bisa ditemukan sebagai koriokarsinoma murni (tunggal) atau lebih sering sebagai bagian dari suatu tumor sel germinal campuran. Penentuan ini penting artinya , karena bila murni lebih mungkin tumor ini berasal dari hasil konsepsi dari pada nosgestasional. Koriokarsinoma ini kemungkinan merupakan suatu metastasis dari uterus atau tuba. Hal ini penting artinya, karena koriokarsinoma nongestasional kurang sensitif terhadap kemoterapi dibandingkan dengan koriokarsinoma gestasional. (Wijaya, 2010)
Gejala klinis pada kelainan ini, sering dengan keluhan pembesaran perut dan nyeri, serta dapat disertai dengan pubertas prekok. Tumor ini sering terjadi pada penderita berkisar 7 bulan sampai 35 tahun, dengan usia rata-rata 13 tahun. (Wijaya, 2010)
Pada penampakan makroskopik, tumor khas berukuran besar, unilateral, konsistensi padat dengan warna putih keabuan, hemoragis, dan mungkin pula ditemukan bagian yang mengalami nekrosis. Karakteristik lain tergantung dari proporsi elemen tumor sel germinal yang ada. (Wijaya, 2010)
Secara makroskopis koriokarsinoma sering terdiri atas 2 jenis sel, sitotrofobla dan sinsitiotrofoblas serta mungkin pula ditemukan sel intermediet. Sitotrofoblas berbentuk sel poligonal dengan ukuran sedang, bulat, atau oval dengan sitoplasma jernih dan batas tegas, dan beberapa diantaranya dengan inti yang hiperkromatik. Sinsitiotrofoblas berbentuk sel basofilik bervakuola dengan tepi irreguler, dengan inti hiperkromatik dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi, membentuk pola fleksiformis bifasik. (Wijaya, 2010)
f.       Poliembrioma
Jenis ini sangat jarang, mengandung komponen embrional bodies yang berasal dari sel embrio normal. Neoplasma jenis ini sering mengenai testis. Kebanyakan tumor ini berkaitan dengan tumor sel germinal lainnya terutama teratoma. Poliembrioma merupakan neoplasma sel germinal dengan tingkat keganasan yang tinggi. Tumor ini radioresisten dan respon terhadap kemoterapi belum jelas. (Wijaya, 2010)


g.      Mixed germ cell tumor
Tumor ganas mixed germ cell terdiri dari dari 2 atau lebih tipe neoplasma sel germinal yang berbeda. Tumor ganas mixed germ cell tumor ovarium lebih sedikit dibandingkan dengan didalam testis, dan jumlahnya tak lebih dari 8% dari seluruh keganasan ovarium. (Wijaya, 2010)
Umur penderita berkisar antara 5-33 tahun, dan lebih dari sepertiganya terjadi sebelum usia pubertas. Kebanyakan pasien mengeluhkan adanya massa diperut dan lebih dari separuhnya disertai nyeri perut bagian bawah. Beberapa diantaranya memperlihatkan pseudopubertas prekoks dan dapat memperlihatkan hasil tes kehamilan yang positif. Tumor ganas mixed germ cell biasanya berukuran besar, unilateral tetapi penampakannya tergantung tipe tumor sel germinal yang dominan. (Wijaya, 2010)
3.    Tumor stromal
Tumor ovarium stromal berasal dari jaringan penyokong ovarium yang memproduksi hormon estrogen dan progesteron, jenis tumor ini jarang ditemukan, bentuk yang didapat berupa tumor theca dan tumor sel sartoli-leydig termasuk kanker dengan derajat keganasan yang rendah. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)


2.1.4        Anatomi Fisiologi Ovarium
Organ reproduksi wanita terdiri atas organ eksterna dan organ interna. Organ interna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosi,. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi wanita, serta sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan organ interna berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
1.      Organ eksterna
2.      Organ Internal
a.       Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina mempunyai panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Dinding vagina terdiri atas empat lapisan : Lapisan epitel gepeng berlapis : pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberikan kelembaban, Jaringan kolektif areoler   yang   dipasok   pembuluh   dengan   baik,   Jaringan   otot   polos berserabut longitudinal dan sirkuler, Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.
Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik menuju kedalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi servik. Fernik ini terbagi menjadi empat bagian: fornik posterior, anterior dan dua buah fernik lateral.

b.      Uterus
Uterus merupakan organ muskuler yang sebagian tertutup oleh peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus  wanita  yang  tidak  hamil  terletak  pada  rongga  panggul  antara kandung kemih di anterior dan rectum posterior. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara  50-70  gram  sedangkan  pada  yang  belum  pernah  melahirkan beratnya 80 gram atau lebih. Uterus terdiri atas:
1)      Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada, oleh karena tuanya kehamilan dapat di perkirakan dengan perabaan fundus uteri.
2)      Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3  lapisan:  serosa,  muskula  dan  mukosa.  Mempunyai  fungsi  utama sebagai perkembangan janin.
3)      Servik uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Servik memiliki serabut otot polos namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar  ini  berfungsi mengeluarkan  secret  yang kental  dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servik tersumbat dapat berbentuk kista, retensi berdiameter beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabothian.

Secara histologik uterus terdiri atas:
1.      Endometrium di korpus uteri dan endoservik di servik uteri
Merupakan  bagian   terdalam   dari   uterus   yaitu   lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium   terdiri   atas   epitel   kubik,kelenjar-kelenjar   dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang di dalamnya banyak terdapat pembuluh darah.
Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterus berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel,  kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.
2.      Miometrium
Miometrium merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya. Menurut Schwalm dan Dubrauszky, 1966 banyaknya serabut otot pada uterus sedikit demi sedikit berkurang kearah kaudal, sehingga pada servik otot hanya   merupakan   10%   dari   massa   jaringan.   Selama   masa kehamilan terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot servik.
3.      Lapisan serosa, yakni peritoneum visceral
Uterus  sebenarnya  terapung-apung  dalam  rongga  pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah:
a)      Ligamentum kardial sinistra at dextra
Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari servik dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uteria.
b)      Ligamentum Sakro Uterinum Sinitra at Dextra
Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari servik bagian belakang, kiri dan kanan, kearah os sacrum kiri dan kanan.
c)      Ligamentum Rotundum Sinistra at Dextra
Yaitu  ligamentum yang  menahan  uterus  dalam antefleksi  dan  berjalan  dari  fundus  uteri  kiri  dan  kanan  ke daerah inguinal kiri dan kanan.
d)     Ligamentum Latum Sinistra at Dextra
Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Di bagian dorsal ligamentum ini di temukan indung telur (ovarium sinistra at dextra).
e)      Ligamentum Infudibula Pelvicum
Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari arah infidibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya terdapat urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteri dan vena ovarica.
Istmus adalah bagian uterus antara servik dan korpus uteri  diliputi  oleh  peritoneum  visceral  yang  mudah  sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesiaka uteria.
Uterus diberi darah oleh arteri uterine sinistra at dextra yang terdiri dari istmus asenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra at dextra. Inversasi uterus terdiri atas system saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari system parasimpatis  ini  berada  dalam  panggul  di  sebelah  kiri  dan kanan os sacrum, berasal dari saraf sacral 2, 3, dan 4. Dan selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser. Yang dari system simpatis masuk ke dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui biforkasio aorta dan promontorium terus ke bawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi inervasi pada miometrium dan endometrium. Kedua system simpatik dan prasimpatik mengandung unsure sensorik dan motorik. Simpatik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi  sedangkan  parasimpatik  mencegah  kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
c.       Tuba Falopi
Tuba falopi marupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi oleh membrane mukosa.
Tuba falopi terdiri atas Pars interstisialis (bagian yang terdapat di dinding uterus), Pars Ismika (merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya), Pars Ampularis (bagian yang terbentuk agak lebar, tempat konsepsi  terjadi),  Pars  Infudibulum  (bagian  ujung  tuba  yang  terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur dan kemudian menyalurkan ke dalam tuba).



Gambar c.1 : Organ reproduksi interna wanita

d.      Ovarium
Ovarium merupakan kelenjar berbentuk buah kenari terletak di kiri dan kanan uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh  ligamentum  latum  uterus.  Setiap  bulan  folikel  berkembang  dan sebuah  ovum  dilepaskan  pada  saat  kira-kira  pertengahan  (hari  ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi yaitu pematangan folikel graaf dan mengeluarkan ovum. Bila folikel graaf sobek, maka terjadi penggumpalan darah pada ruang folikel.
Ovarium mempunyai 3 fumgsi, yaitu : Memproduksi ovum, Memproduksi hormone estrogen, Memproduksi hormone progesterone.



Gambar d.1 : Ovarium

Ovarium disebut juga indung telur, di dalam ovarium ini terdapat jaringan bulbus dan tubulus yang menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita, letaknya di dalam pelvis di kiri kanan uterus, membentuk, mengembang serta melepaskan ovum dan menimbulkan sifat-sifat  kewanitaan, misalnya :  pelvis  yang membesar, timbulnya siklus menstruasi.
Bentuk ovarium bulat telur beratnya 5-6 kg, bagian dalam ovarium disebut medulla ovary di buat di jaringan ikat, jaringan yang banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler saraf, bagian luar bernama korteks ovary, terdiri dari folikel-folikel yaitu kantong-kantong kecil yang berdinding epithelium dan berisi ovum.
Kelenjar ovarika terdapat pada ovarium di samping kiri dan kanan uterus,  menghasilkan  hormon  estrogen  dan  progesterone.  Hormon  ini dapat mempengaruhi kerja dan mempengaruhi sifat-sifat kewanitaan, misalnya panggul yang besar, panggul sempit dan lain-lain.
Apabila folikel de graaf sobek, maka terjadi penggumpalan darah di dalam rongga folikel dan sel yang berwarna kuning yang berasal dari dinding folikel masuk dalam gumpalan itu dan membentuk korpus luteum tumbuh terus sampai beberapa bulan menjadi besar. Bila ovum tidak di buahi  maka  korpus  luteum  bertahan  hanya  sampai  12-14  hari  tepat sebelum masa menstruasi berikutnya, korpus luteum menjadi atropi.
Siklus menstruasi, perubahan yang terjadi di dalam ovarium danuterus dimana masa menstruasi berlangsung kira-kira 5 hari, selama masa ini epithelium permukaan dinding uterus terlepas dan terjadi sedikit perdarahan.
Masa setelah menstruasi adalah masa perbaikan dan pertumbuhan yang berlangsung 9 hari ketika selaput terlepas untuk diperbaharui, tahap ini dikendalikan olen estrogen, sedangkan pengendalian estrogen dikendallikan oleh FSH (Folikel Stimulating Hormon) terjadi pada hari ke-14, kemudian disusul 14 hari tahap sekretorik yang di kendalikan oleh progesterone.
2.1.5        Etiologi
Menurut  Hidayat  (2009)  Ovarium  terletak  di  kedalaman  rongga  pelvis.  Bila timbul  kanker, biasanya  tanpa  gejala pada  awalnya  sehingga  sulit  ditemukan, membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering kali sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium. Penyebab kanker ovarium hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1.        Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel  epitel  ovarium  untuk  penyembuhan  luka  pada  saat  terjadi  ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2.        Hipotesis androgen, Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker  ovarium.  Hal  ini  didasarkan  pada  hasil  percobaan  bahwa  epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.

2.1.6        Faktor Risiko
1.      Faktor Reproduksi
Riwayat reproduksi terdahulu serta durasi dan jarak reproduksi memiliki dampak terbesar pada penyakit  ini, paritas yang rendah dan infertilitas, menarche dini dan menopause yang terlambat meningkatkan risiko untuk berkembang menjadi kanker ovarium. Peningkatan insiden kanker ovarium pada wanita lajang, biarawati, dan wanita nulipara menunjukkan ovulasi yang teratur yang tidak diselingi dengan kehamilan, meningkatkan predisposisi wanita dapat mengidap keganasan.
Kehamilan yang multipel dapat meningkatkan efek protektif untuk berkembang menjadi satu kanker ovarium. Apabila dibandingkan dengan wanita nulipara, satu sampai dua kehamilan menghasilkan risiko relatif (RR) 0,49-0,97. Wanita dengan jumlah kehamilan lebih dari tiga memiliki penurunan risiko sebanyak 0,35-0,76 apabila dibandingkan dengan populasi kontrol. Factor lain yang dapat mereduksi risiko adalah riwayat menyusui. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada studi yang menyatakan hubungan yang konsisten antara lamanya menyusui dengan penurunan risiko.
2.      Faktor Hormonal
Penggunaan hormone eksogen pada terapi gejala yang berhubungan  dengan menopause berhubungan dengan peningkatan risiko kanker ovarium baik dari insiden maupun tingkat mortalitasnya. Beberapa literatur menunjukkan penggunaan jangka panjang hormone replacement therapy (HTR) (>5-10 tahun) mengakibatkan peningkatan risiko 1,5-2,0 kali lipat. Peningkatan risiko secara spesifik terlihat pada wanita dengan penggunaan hormone estrogen tanpa disertai progesteron.
Peningkatan berat badan juga memungkinkan terjadinya peningkatan risiko terjangkit ini. Beberapa penelitian menyatakan peningkatan Body Mass Index (BMI) saat remaja atau usia dewasa dapat  meningkatkan risiko, terutama pada masa premenopause secara spesifik dapat meningkatkan risiko mengidap kanker ovarium.
3.      Faktor Genetik
Pada umumnya kanker ovarium epitel bersifat sporadis. Familial atau pola herediter dilaporkan hanya 5-10%. Riwayat keluarga merupakan factor penting dalam memasukkan apakah seorang wanita memiliki risiko terkena kanker ovarium. Risiko seorang wanita untuk mengidap kanker ovarium adalah sebesar 1,6%. Apabila wanita tersebut memiliki seorang anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium, risikonya akan meningkat menjadi 4% sampai 5%. Dalam kasus di mana terdapat dua anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium, risiko pada wanita ini akan meningkat menjadi 7% mengidap kanker ovarium.
4.      Faktor Lingkungan
Variasi geografis dan etnis yang signifikan telah diobservasi pengaruhnya terhadap insiden kanker ovarium. Rata-rata tertinggi pada wanita dengan ras Kaukasian di negara industry misalkan di Amerika Utara dan Eropa. Perbedaan ini kemungkinan dijelaskan melalui pola reproduksi dan komponen lingkungan seperti perbedaan pola makan.
Pada sebuah penelitian disebutkan diet pada wanita dengan kanker ovarium ditemukan pada pola diet Barat, yaitu dengan tinggi daging dan sedikit sayuran kemungkinan berhubungan dengan tingginya angka insiden kanker ovarium. Sayur-sayuran, tidak termasuk buah-buahan, dikatakan berhubungan dengan efek yang menguntungkan, sementara mengonsumsi tinggi daging dapat meningkatkan risiko seorang wanita mengidap kanker ovarium.
Beberapa penelitian juga menyatakan konsumsi tembakau meningkatkan angka kejadian pada wanita untuk terjangkit kanker ovarium terutama jenis mucinus tumor.

2.1.7        Patofisiologi
Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor ovarium. Dapat ditemukan pada semua golongan umur, tetapi lebih sering pada usia 50 tahun ke atas, pada masa reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada usia lebih muda jarang ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor ovarium jinak. Pertumbuhan tumor  diikuti  oleh infiltrasi,  jaringan sekitar  yang menyebabkan berbagai keluhan samar-samar. Kecenderungan untuk melakukan implantasi dirongga   perut   merupakan   ciri   khas   suatu   tumor   ganas   ovarium   yang menghasilkan asites (Brunner dan Suddarth, 2002).
Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan tanda dan gejala, terutama tumor ovarium kecil. Sebagian tanda dan gejala akibat dari pertumbuhan, aktivitas hormonal dan komplikasi tumor-tumor tersebut.
1.        Akibat Pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut, tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya dalam perut. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat mengakibatkan  konstipasi,  edema,  tumor  yang  besar  dapat  mengakibatkan tidak nafsu makan dan rasa sakit.
2.        Akibat aktivitas hormonal
Pada umumnya tumor ovarium tidak menganggu pola haid kecuali jika tumor itu sendiri mengeluarkan hormon.
3.        Akibat Komplikasi
a.       Perdarahan  ke  dalam  kista
Perdarahan  biasanya  sedikit,  kalau  tidak sekonyong-konyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri perut.
b.      Torsi   
Torsi   atau   putaran   tangkai   menyebabkan   tarikan   melalui ligamentum infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa sakit.
c.       Infeksi pada tumor
Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor ada tumor kuman patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut.
d.      Robekan dinding kista
Robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan dapat  sampai  ke rongga peritonium  dan menimbulkan  rasa nyeri terus menerus.
e.       Perubahan keganasan
Dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan.
Tumor ganas merupakan kumpulan tumor dan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam, kira-kira 60% terdapat pada usia peri menopause 30% dalam masa reproduksi dan 10% usia jauh lebih muda.
Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar para aorta, medistinal dan supraclavikular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat-alat yang jauh terutama paru-paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium (Harahap, 2003).


2.1.8        Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita baru mengetahui mereka menderita kanker ovarium pada stadium lanjut. Banyak penyebabnya, Pertama belum adanya tes skrining yang memungkinkan untuk mendeteksi fase awal penyakit, sepeti mamografi untuk kanker payudara, atau kolonoskopi untuk kanker usus besar. Kedua, tidak adanya gejala yang khas. Gejala yang paling sering adalah ukuran perut meningkat, sembelit, perut kembung, kelelahan, sakit perut, gangguan pencernaan, dan sering buang air kecil. Hampir sepertiga wanita dilaporkan mengalami gejala – gejala ini selama lebih dari enam bulan sebelum terdiagnosis (Salani, Ritu.2011).
Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik (Salani, Ritu.2011).
1.      Stadium Awal
a.       Gangguan haid
b.      Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
c.       Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
d.      Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
e.       Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
f.       Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut).
2.      Stadium Lanjut
a.       Asites
b.      Penyebaran ke omentum (lemak perut)
c.       Perut membuncit
d.      Kembung dan mual
e.       Gangguan nafsu makan
f.       Gangguan BAB dan BAK
g.      Sesak nafas
h.      Dyspepsia


2.1.9        Stadium Kanker
Stadium kanker diperlukan untuk menentukan tingkat dan penyebaran penyakit. Tingkatan ini dapat menentukan jenis pengobatan yang diberikan serta prognosis keseluruhan dari penyakit. Setelah kanker ovarium terdiagnosis, biasanya langkah berikutnya adalah operasi artinya seseorang harus menjalani operasi bedah, untuk menentukan luas dan tingkat penyebaran penyakit. Biasanya, diagnosis dan stadium dilakukan pada waktu yang sama. Kebanyakan wanita ditemukan telah memasuki stadium lanjut ketika terdiagnosis (Salani, Ritu.2011).
Stadium kanker ovarium menurut federasi internasional ginekologi obstetri (FIGO) (Salani, Ritu.2011).
1.      Stadium I : Penyebaran kanker terbatas pada satu atau dua bagian ovarium.
a.       IA : Terbatas pada satu ovarium.
b.      IB : Terbatas pada dua ovarium.
c.       IC : Stadium IA atau IB dengan sel – sle kanker pada permukaan ovarium, sel sel kanker pada peritoneum atau asites, atau pecahnya tumor ovarium.
2.      Stadium II : Kanker yang telah menyebar ke panggul.
a.       IIA : Penyebaran ke tuba falopi dan/atau rahim.
b.      II B : Penyebaran ke organ panggul lainnya, termasuk kandung kemih, usus besar atau peritoneum.
c.       II C : Stadium IIA atau II B dengan sel kanker pada permukaan ovarium, panggul atau asites, atau pecahnya sel tumor.
3.      Stadium III : Kanker yang telah menyebar ke perut.
a.       III A : Secara mikroskopik menyebar pada rongga perut.
b.      III B : Diameter tumor di perut tidak lebih dari 2 cm.
c.       III C : Diemeter tumor di perut lebih 2 cm atau penyebarannya ke kalenjar getah bening retroperitoneal (panggul, para-aortic, atau inguinal)
4.      Stadium IV : Penyebaran penyakit ke luar perut misalnya efusi pleura positif (sel kanker ada dalam cairan sekitar paru – paru) atau parenchyma hati (tumor di hati)

2.1.10    Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1.      Asites
Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke struktur- struktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui penyebaran benih tumor melalui cairan peritoneal ke rongga abdomen dan rongga panggul.
2.      Efusi Pleura
Dari  abdomen,  cairan  yang mengandung  sel-sel  ganas  melalui  saluran limfe menuju pleura.
Komplikasi lain yang dapat disebabkan pengobatan adalah :
1.      Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien menopause
2.      Mual, muntah dan supresi sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat juga muncul maaslah potensial ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis
3.      Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus, asites fistula dan edema ekstremitas bawah

2.1.11    Skrining Dan Deteksi Dini
Skrining didefinisikan sebagai aplikasi sebuah tes untuk mengidentifikasi individu dalam risiko untuk penyakit spesifik yang akan mendapatkan keuntungan dari investigasi lebih lanjut atau aksi preventif. WHO membentuk kriteria untuk skrining medis yang efektif dan implementasi yang benar untuk program skrining (Salani, Ritu.2011).
Salah satu persyaratan untuk skrining medic adalah penyakit harus terdefinisi secara baik. Prevalensi dan insiden penyakit harus diketahui. Juga, perjalanan penyakit harus diketahui (Salani, Ritu.2011).
Salah satu tujuan skrining adalah untuk mengidentifikasi penyakit pada stadium lebih awal. Namun, deteksi dini saja bukan tujuan yang efektif untuk program skrining. Jika proses penyakit tidak menyebabkan penderitaan, disabilitas, atau kematian pada stadium akhir, maka akan menjadi kurang efektif untuk melakukan skrining pada penyakit tersebut (Salani, Ritu.2011).
Pada keadaan lain, bahkan jika penyakit menyebabkan disabilitas yang signifikan pada stadium akhir, tetapi jika terapi yang efektif tidak ada, keuntungan dari skrining akan kurang optimal. Deteksi dini untuk kanker ovarium memenuhi kriteria ini. Jika kanker ovarium dideteksi pada stadium yang akhir, akan menyebabkan penderitaan yang signifikan dan prognosisnya buruk. Padahal jika dideteksi pada stadium yang lebih awal, tingkat survival akan jauh lebih baik (Salani, Ritu.2011).
Ketika tes skrining diidentifikasi, persyaratan lain ditetapkan oleh WHO yakni tes harus sederhana dan aman. Jika risiko dari skrining melebihi dari keubtubgab potensial, hal itu bukan merupakan metode skrining yang efektif. Juga, skrining sebaiknya efektif biaya dan sebaiknya memiliki tingkat deteksi (sensivitas) yang cukup dan tingkat positif palsu yang relative rendah (Salani, Ritu.2011).
Saat ini masih belum ada prosedur yang secara reliable digunakan untuk deteksi dini kanker ovarium. Teknik skrining potensial yang tersedia meliputi pemeriksaan pelvis, pemeriksaan ultrasound ovarium melalui rute transvaginal, dan monitoring CA-125 dan petanda tumor lainnya dikombinasikan dengan pendekatan ultrasound. Pada saat ini masih belum ada panduan yang direkomendasikan untuk skrining pada populasi umum (Salani, Ritu.2011).


BAB 3
PEMBAHASAN

3.1    Kemoterapi Pada CA Ovarium
Kemoterapi merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika  yaitu  suatu  zat-zat  yang  dapat  menghambat  proliferasi  sel-sel kanker (Hidayat, 2008)
Pengobatan kanker ovarium dengan kemoterapi merupakan pengobatan bantuan yang utama untuk kanker ovarium. Estimasi operasi pengangkatan tumor yang sulit, maka sebelum operasi terlebih dahulu dilakukan kemoterapi sebanyak 1-2 kali, dapat meningkatkan efektifitas operasi pengangkatan. Kemoterapi setelah operasi dapat mencegah kambuh; bagi operasi pengangkatan yang tidak bersih, dengan kemoterapi memperoleh penangguhan sementara bahkan dapat memperpanjang jangka hidup; bagi yang tidak dapat dilakukan operasi pengangkatan, kemoterapi dapat membuat tumor mengecil, mudah digerakkan, menciptakan kondisi untuk operasi lagi.
Regimen kemoterapi pertama yang diterima oleh pasien disebut sebagai kemoterapi garis depan atau baris pertama. Seperti yang diterangkan sebelumnya, kemoterapi merupakan pelengkap operasi dan tujuannya adalah kesembuhan klinis yang berarti tidak ada lagi sel kanker pada pemeriksaan fisik, pencitraan, atau tes darah CA – 125. (Salani, Ritu.2011).
Meskipun terdapat sedikit perbedaan di setiap institusi, sudah ada standar umum perawatan kanker ovarium epitelia. Kemoterapi diberikan terdiri dari obat platinum (Paraplatin [carboplatin]) atau Platinol AQ (cisplatin) yang dikombinasikan dengan Taxol (Paclitaxel), obat – obatan yang mengandung taxone. Ada dua jenis kemoterapi yaitu (Salani, Ritu.2011) :
1.      Diberikan melalui intravena, yaitu melalui pembuluh darah, baik di lengan atau dekat tulang selangka (melalui port intravena)
2.      Diberikan melalui kateter intraperitoneal yang langsung ke rongga perut.
Semua jenis kemoterapi selalu dikonbinasikan dengan pemberian intravena. Jenis pemberian kemoteapi tergantung pada stadium penyakit (Salani, Ritu.2011).
3.2    Prosedur Penatalaksanaan Kemoterapi
Kemoterapi di setiap rumah sakit mungkin berbeda. Di institusi, Johns Hopkins and Medical, kami melakukan test dan/atau prosedur berikut :
1.      Akses Vena Sentral
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, beberapa pasien memilih untuk memasang kateter di pembuluh vena sentral (tulang selangka atau di lengan), yang akan tetap disitu sampai jangka waktu tertentu (semi – permanen). Kateter ini eksternal, dimana ada tabung kecil yang keluar melalui kulit di rulang selangka (kateter Hickman) atau di lengan (kateter sentral yang dipasang secara periferal atau PICP). Sedangkan kateter internal seperti mediporti, dimana semua port ada di bawah kulit. Ada semacam ridge yang memungkinkan reservoir port dapat diakses melalui jarum suntik kecil. Port ini memiliki tingkat infeksi yang lebih rendah dibandingkan kateter eksternal, namun keduanya memiliki keuntungan yang memungkinkan akses ke vena lebih mudah dan berulang – ulang. Kateter tidak hanya digunakan untuk kemoterapi, tetapi juga untuk pemberian obat lainnya, cairan IV, transfusi darah dan mengambil sampel darah (Salani, Ritu.2011).
2.       Bloodwork
Sebelum kemoterapi, kami akan memeriksa nenerapa tes laboratorium dasar. Ini termasuk bloodwork  seperti hitung darah lengkap atau complete blood count (CBC), panel kimia, dan tingkat CA – 125. Tingkat CA – 125 ini berguna sebagai penanda apakah kemoterapi efektif (Salani, Ritu.2011).
3.       Pencitraan
Meskipun tidak selalu dilakukan, mungkin diminta untuk melakukan CAT Scan pada bagian perut dan panggul. Ini digunakan sebagai pembanding kemajuan selama kemoterapi. Pencitraan lain mungkin termasuk X – Ray atau CAT Scan dada (Salani, Ritu.2011).
Kemoterapi akan diberikan selama periode waktu yang direncanakan yang disebut sebagai jadwal kemoterapi. Siklus pertama akan diberikan ketika mulai sembuh dari operasi dan tubuh dapat menolerirnya. Siklus pertama ini mungkin bervariasi dari waktu yang singkat setelah operasi sampai dengan enam atau delapan minggu setelahnya. Jadwal kemoterapi biasanya diatur setiap tiga minggu dari siklus sebelumnya. Ini memungkinkan tubuh untuk pulij terlebih dahulu dari siklus sebelumnya, khususnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sebelum memulai setiap siklus, akan mendapatkan tes darah. Meskipun penting untuk mematuhi jadwal kemoterapi, terkadang tubuh lebih lambat pulih dari yang diharapkan. Ini dapat mengakibatkan penundaan siklus berikutnya selama seminggu atau lebih, atau penurunan dosis kemoterapi. Pada umumnya ini tidak memengaruhi efektivitas pengobatan secara keseluruhan (Salani, Ritu.2011).
Tujuannya adalah enam siklus kemoterapi, dan keseluruhan proses ini memakan waktu enam sampai tujuh bulan. Pasien akan dimonitoring selama program kemoterapi dengan pemeriksaan fisik dan kadar CA – 125. Setelah siklus ketiga atau pertengahan, status penyakit dan respon terhadap pengobatan akan dinilai kembali dengan pencitraan ulang. Jika penyakit pasien berkembang padahal pasien menjalani kemoterapi, regimen kemoterapi dapat dimodifikasi dengan obat – obat lainnya yang lebih efektif (Salani, Ritu.2011).

3.3    Persiapan Sebelum Kemoterapi
Sebelum pasien menjalani kemoterapi, pasien membutuhkan persiapan. Sangat disarankan agar menghindari makanan berat. Sehari sebelum dan hari kemoterapi pasien, pasien disarankan untuk banyak minum karena sicara signifikan dapat membantu mencegah dehidrasi dan membantu meningkatkan kemampuan tubbuh menghadapi kemoterapi. Pasien juga akan diberikan obat anti mual yang harus diminum  sehari sebelum kemoterapi diberikan, disamping obat – obat lainnya, seperti steroid dosis kecil, yang akan membantu pasien menolerir kemoterapi dan efek sampingnya (Salani, Ritu.2011).
Waktu yang diperlukan untuk kemoterapi bervariasi dari kunjungan rawat jalan selama kurang lebih enam jam (pemberian IV) sampai masuk rumah sakit untuk rawat inap selama satu setengah hari (pemberian intraperitonial). Pasien juga akan menerima cairan IV bersamaan dengan beberapa obat di hari kemoterapi pasien membawa seseorang untuk mengantarkan pasien pulang. Petugas medis juga menganjurkan pasien mengambil resep sebelum meninggalkan pusat infus ini (termasuk obat – obatan yang membantu pasien mempersiapkan diri untuk siklus berikutnya) (Salani, Ritu.2011).
Kebanyakan efek samping muncul pada hari – hari pertama setelah kemoterapi. Yang paling sering adalah mual, muntah atau sakit perut. Obat – obat anti mual dapat membantu mengurangi atau bahkan menghilangkan gejala ini. Petugas kesehatan menyarankan pasien untuk mengkonsumsi makanan ringan, makanan lembut seperti karbohidrat (nasi, roti, mi) untuk beberapa hari pertama. Yang paling penting adalah pasien tetap banyak minum. Efek samping kemoterapi yang lebih mendalam akan diberikan di bab berikutnya (Salani, Ritu.2011).

3.4    Prinsip Kerja Obat Kemoterapi (Sitostatika) Terhadap Kanker
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel -sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal  ini disebut Kemoresponsif,  sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah, hal ini disebut Kemoresisten. Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah:
1.      Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns, dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2.      Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3.      Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja     pada   gangguan   pembentukan   tubulin,   sehingga   terjadi hambatan mitosis sel.
4.      Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.
3.5    Pola Pemberian Kemoterapi
Menurut Prawirohardjo, Sarwono, 2008, pola pemberian kemoterapi pada pasien dengan diagnosa klinis diebeler.
1.      Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
2.      Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
3.      Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada  kanker  yang bersifat  kemosensitif,  biasanya  diberikan  dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
4.      Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.
Dalam situasi tertentu, pasien mungkin dapat mengambil manfaat jika menjalani kemoterapi sebelum prosedur pembedahan. Ini disebut sebagai kemoterapi neoadjuvan. Alasan paling umum untuk kemoterapi ini adalah ketidakmampuan untuk menoleransi pembedahan karena kondisi medis atau pasien “terlalu sakit”, sehingga membuat operasi terlalu berbahaya bagi kondisi pasien. Alasan lainnya adalah jika penyakit ini sudah menyebar dan tidak memungkinkan cytoreduction optimal. Pendekatan ini harus diambil dengan hati – hati karena sulit untuk memprediksi sejauh mana penyebaran penyakit berdasarkan pada gambar radiografi saja. Seringkali jika seorang dokter bedah tidak mampu mencurigai sejauh mana penyebaran penyakit. Ia akan melakukan prosedur laparoskopi untuk mengkorfirmasikan kecurigaan. Jika kecurigaannya salah, operasi mungkin dilakukan, atau setidaknya biopsi jaringan tubuh untuk penilaian patologis. Jika kemoterapi neoadjuvant dipilih, volume tumor bisa dikecilkan, dan ini bisa dilihat lewat gambar radiografi dan status kesehatan pasien. Evaluasi biasnaya terjadi setelah tiga sampai enam siklus kemoterapi neoadjuvan, dan jika respon dicatat, mungkin diikuti dengan pembedahan. Pembedahan ini dikenal debagai prosedur debukling interval  (Salani, Ritu.2011).

3.6    Cara Pemberian Obat Kemoterapi
1.      Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 120 menit,  atau  dengan  continous  drip  sekitar  24  jam  dengan  infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
2.      Intra tekal (IT)
Diberikan  ke  dalam  canalis  medulla  spinalis  untuk  memusnahkan tumor  dalam  cairan otak  (liquor  cerebrospinalis)  antara lain  MTX, Ara.C.
3.      Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4.      Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
5.      Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6.      Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.

3.7    Tujuan Pemberian Kemoterapi
1.      Pengobatan
2.      Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
3.      Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4.      Mengurangi komplikasi akibat metastase.

3.8    Persiapan dan Syarat Kemoterapi
1.      Persiapan
Sebelum  pengotan  dimulai  maka  terlebih  dahulu  dilakukan pemeriksaan yang meliputi:
a.       Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.
b.      Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c.       Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin meningkat.
d.      Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e.       EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
2.      Syarat
a.       Keadaan umum cukup baik.
b.      Penderita  mengerti  tujuan  dan  efek  samping  yang akan  terjadi, informed concent.
c.       Faal ginjal dan hati baik.
d.      Diagnosis patologik
e.       Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
f.       Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g.      Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150 000/mm³.
3.9    Efek Samping Kemoterapi
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1.      Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2.      Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects ) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.
3.      Efek samping  yang terjadi belakangan (Delayed Side Effectsyang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4.      Effek samping yang terjadi kemudian (Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap  pemberian,  maupun  dosis  kumulatif,  selain  itu  efek  samping  yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna (Scorge,2008).
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal  yang paling  utama adalah mual,  muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam (Scorge,2008).
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera,  penurunan  kadar  leukosit  mencapai  nilai  terendah  pada  hari  ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar   laukositny kembali.   Pada   supresi   sumsum   tulang   yang  terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal (Scorge,2008).
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru (Scorge,2008).
Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian  sitistatika  selanjutnya  karena  banyak  diantaranya  yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi (Scorge,2008).

BAB 4
PENUTUP

4.1  Simpulan
Kanker ovarium berasal dari sel - sel yang menyusun ovarium yaitu sel epitelial, sel germinal dan sel stromal. Sel kanker dalam ovarium juga dapat berasal dari metastasis organ lainnya terutama sel kanker payudara dan kanker kolon tapi tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
Pengobatan kanker ovarium dengan kemoterapi merupakan pengobatan bantuan yang utama untuk kanker ovarium. estimasi operasi pengangkatan tumor yang sulit, maka sebelum operasi terlebih dahulu dilakukan kemoterapi sebanyak 1-2 kali, dapat meningkatkan efektifitas operasi pengangkatan.
Sampai beberapa tahun yang lalu, tidak ada alternatif untuk pasien dengan kanker ovarium. Saat ini, kita mempunyai kisaran yang luas dari regimen-regimen baru dengan berbagai mekanisme aksi dan kemoterapi lini yang berbeda tanpa perlu adanya cisplatin. Kanker ovarium rekuren tetap menjadi tantangan bagi para onkolog. Waktu yang optimal untuk intervensi, obat mana yang dipilih dan pilihan untuk monoterapi atau kombinasi masih kontroversial. Interval bebas-penyakit, kemosensitif, jumlah lokasi yang terlibat dan penampakan klinis adalah semua faktor yang mempunyai dampak pada respon terhadap kemoterapi lini kedua atau ketiga. Regimen dosis tinggi masih dalam fase eksperimental dan terapi kombinasi tidak secara signifikan memperbaiki survival. Oleh karena itu, pasien harus berpartisipasi dalam penelitian klinis atau harus diterapi dengan agen tunggal. Pada pasien dengan potensial sensitif-platinum, terapi seharusnya mengandung paclitaxel, atau derivat platinum. Bagaimanapun, agen kemoterapi baru harus digunakan untuk memperpanjang interval bebas-platinum, ketika hal ini lebih pendek daripada 24 bulan, dalam rangka untuk meningkatkan kemungkinan respon sekunder terhadap platinum. Pada pasien resisten-platinum, terapi bersifat paliatif; polikemoterapi memberikan hasil angka respon yang lebih tinggi dibandingkan dengan monoterapi tetapi tidak didapatkan perbaikan survival yang signifikan yang ditunjukkan dan hal ini mempunyai dampak negatif pada kualitas hidup pasien.

4.2  Saran
Diharapkan  makalah ini dapat di jadikan sumber pembelajaran bagi mahasiswa dan memehami isi makalah ini, serta dapat mengaplikasikannya, dan kami menyarankan kepada petugas kesehatan agar lebih meningkatkan ilmu tentang kanker ovarium.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, Sarwono .2008. Ilmu Kandungan. Tridasa Printer, Jakarta.
Salani, Ritu.2011. Kanker Ovarium; in Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB, Buku Acuan Nasional Onkologi. Edisi pertama. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo
Scorge, JO. 2008. Principles of Chemotherapy : in Williams Gynecology. The McGraw Hill companies, inc. United Stated.
Subagian Onkologi Ginekologi, 1998, Penuntun Pelayanan-Pendidikan-Penelitian, Bagian obstetriginekologi, FKUI, Jakarta.
Wijaya, Adi. 2010.Ca Ovarium. Jakarta : EGC.
Busmar B. Kanker Ovarium; in Aziz MF, Andrijono, Saifuddin AB. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi. Edisi pertama. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo
Brand AH. 2011. Ovarian cancer debulking surgery: a survey of practice in Australia and New Zealand. Int J Gynecol Cancer

1 komentar:

  1. The Borgata Hotel Casino & Spa in Atlantic City is BLACKLISTED! - JamBase
    Borgata Hotel Casino & Spa in Atlantic 구미 출장안마 City is BLACKLISTED! · This 경상북도 출장안마 casino 태백 출장안마 hotel in the marina 광양 출장마사지 district has been BLACKLISTED for 1 year and they 남원 출장샵

    BalasHapus