MAKALAH
KEPERAWATAN SISTEM REPRODUKSI II
KEMOTERAPI
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM
REPRODUKSI (CA OVARIUM)
Kelompok
10
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kanker ovarium
merupakan tumor dengan
histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal
dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer & Bare, 2002).
Secara keseluruhan
mayoritas massa ovarium bersifat jinak dan memiliki risiko seumur hidup untuk
berkembang menjadi kanker ovarium sebesar 2%. Usia merupakan factor yang paling
penting dalam menentukan risiko keganasan. Massa adneksa sering ditemukan
selama usia reproduksi. Selama tahap kehidupan ini, massa tersebut biasanya
disebabkan oleh kista ovarium fungsional, neoplasma ovarium jinak, atau
perubahan pascainfeksi pada tuba fallopii. Pada anak perempuan yang berusia
dibawah 20 tahun dan wanita diatas 50 tahun, 10% massa yang teraba bersifat
ganas. Sekitar 85-90% kanker ovarium terjadi pada wanita pascamenopause.
Lebih dari 90%
keganasan testis merupakan tumor sel
germinal, sedangkan 65-70% keganasan ovarium merupakan kanker sel epitel. Tumor
sel germinal pada testis memiliki deteksi dini yang baik dan angka kesembuhan yang
tinggi. Kanker sel epitel ovarium biasanya terdeteksi setelah terjadi
penyebaran intraperitoneal luas. Pada saat tersebut, penyembuhan hamper tidak
dapat terjadi.
Kemoterapi telah
digunakan sejak tahun 1950-an. Biasa diberikan sebelum atau sesudah pembedahan.
Tujuannya adalah membasmi seluruh sel-sel Kanker sampai ke akar-akarnya, sampai
ke lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah. Paling tidak untuk mengontrol
sel-sel Kanker agar tidak menyebar lebih luas. Pengobatan Kanker tergantung
pada jenis atau tipe Kanker yang diderita dan dari mana asal Kanker tersebut.
Umur, kondisi kesehatan umum pasien serta system pengobatan juga mempengaruhi
proses pengobatan kanker.
Pada kasus Kanker
Pengobatan utama adalah melalui :
1.
Pembedahan atau Operasi.
2.
Kemoterapi atau dengan cara pemberian
Obat-obatan.
3.
Radioterapi atau Penggunaan Sinar
Radiasi
Pada kenyataannya Secara umum biasanya
digunakan lebih dari satu macam cara pengobatan di atas, misalnya Pembedahan
yang diikuti oleh Kemoterapi atau Radioterapi, bahkan kadang pengobatan
digunakan dengan 3 kombinasi (Pembedahan, Kemotarapi dan Radioterapi). Pada
dasarnya Tujuan utama dari Pembedahan adalah mengangkat Kanker secara
keseluruhan karena Kanker hanya dapat sembuh apabila belum menjalar ketempat
lain. Sedangkan Kemoterapi dan Riadiasi tidak bukan dan tidak lain bertujuan
untuk membunuh sel-sel Kanker atau menghentikan pertumbuhan sel-sel Kanker yang
masih tertinggal.
1.2
Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah
ini adalah bagaimana pengobatan
kemoterapi pada kanker ovarium.
1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Sejalan dengan rumusan
masalah di atas, tujuan umum penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui kemoterapi pada kanker
ovarium.
1.3.2 Tujuan Khusus
Sejalan dengan rumusan
masalah di atas, tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep dasar Ca Ovarium.
1.4
Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Pengobatan
kemoterapi pada gangguan sistem reproduksi wanita yaitu mengenai Ca Ovarium. Pengobatan
kanker ovarium dengan kemoterapi merupakan pengobatan bantuan yang utama untuk
kanker ovarium. Kemoterapi merupakan pelengkap operasi dan tujuannya adalah
kesembuhan klinis yang berarti tidak ada lagi sel kanker pada pemeriksaan
fisik, pencitraan, atau tes darah
1.4.2 Manfaat Praktisi
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi praktisis keperawatan agar dapat meningkatkan dan mengembangkan asuhan
keperawatan pada pasien yang menjalani perawatan kemoterapi pada pasien yang
mengalami Ca Ovarium.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep
Dasar CA Ovarium
2.1.1
Definisi
Kanker ovarium
merupakan tumor dengan
histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal
dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam.
Terdapat pada usia peri menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi
30% dan 10% terpadat pada usia yang jauh
lebih muda. Tumor ini dapat jinak
(benigna), tidak jelas jinak
tapi
juga tidak jelas / pasti ganas (borderline malignancy atau carcinoma of low – maligna potensial) dan jelas ganas
(true malignant) (Priyanto, 2007). Kanker ovarium sebagian besar berbentuk
kista
berisi
cairan maupun padat. Kanker ovarium disebut sebagai
silent killer. Karena ovarium terletak di bagian
dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker
ovarium baru ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana.
2.1.2
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kanker ovarium
terhitung sebagai penyebab kematian terbanyak dibandingkan dengan kanker
ginekologi lainnya. Diseluruh dunia. 204.000 wanita yang terdiagnosis, 125.000
di antaranya meninggal akibat penyakit ini. Dari angka tersebut, 90-95%
disebabkan kanker ovarium epitel. Sampai saat ini tidak ada metode skrining
yang efektif untuk mendeteksi dini dan sedikitnya gejala dan tanda awal
menyebabkan tiga perempat dari penderita dating dengan diagnosis yang sudah
lanjut. Aggressive debulking surgery,
diikuti dengan platinum based
chemoterapi, seringkali menyebabkan remisi secara klinis. Akan tetapi,
sampai saat ini 80 persen dari wanita tersebut akan mengalami relaps yang seringkali memicu
progresifitas penyakit dan berakhir dengan kematian.
Satu dari 78 wanita di Amerika
(1,3%) mengidap kanker ovarium selama hidupnya. Karena terjadinya penurunan
secara lambat insiden sejak tahun 1900,kanker ovarium turun peringkat sebagai
urutan ke delapan kanker penyebab kematian pada wanita. Namun, pada tahun 2007,
22.430 kasus baru tercatat di Amerika Serikat, dan hanya sedikit pasien yang
terdiagnosis awal dan sebagai hasilnya 15.280 dari angka tersebut meninggal
dunia. Oleh sebab itu, kanker ovarium saat ini sebagai peringkat ke lima kanker
penyebab kematian pada wanita.
Kanker tuba falopii dan kanker
peritoneum ekstraovarium primer termasuk dalam kanker ovarium dikarenakan
secara karkteristik biologi dan klinisnya menyerupai kanker ovarium, walaupun
keduanya sangat jarang ditemui. Termasuk 40% dari keseluruhan kanker pada
wanita dan 4,2% pada angka kematian akibat kanker pada wanita. Kanker ovarium
merupakan kanker ginekologi terbanyak kedua. Dilaporkan 18,8% dari semua kanker
ginekologi terjadi pada negara berkembang dan 28,7% pada negara maju. Negara maju
menyumbang setengah dari keseluruhan angka kanker ovarium di seluruh dunia.
Lebih dari 90% kanker ovarium adalah jenis kanker epithelial, sisanya adalah germ cell tumours (2-3%) dan sex cord-stromal tomours (5-6%). Germ
cell tumours tercatat 10-15% dari
kanker ovarium dalam populasi Asia dan Afrika. Disgerminoma dilaporkan lebih
dari 70% ditemukan germ cell tumours, dan
granulosa tumor merupakan jenis tersering pada sex cord-stromal tumours. Umumnya kanker epithelial ovarian
terdiagnosis pada wanita pascatmenopause dan germ cell tumours sering pada wanita muda pada masa pertumbuhan
umumnya pada usia dua puluhan. Angka insiden tertinggi terdapat pada negara
maju, dengan rata-rata 10 per 100.000, kecuali di Jepang (6,4 per 100.000).
Insiden di Amerika Selatan (7,7 per
100.000) relatif tinggi bila
dibandingkan dengan angka kejadian di Asia dan Afrika. Insiden dari kanker
ovarium secara perlahan meningkat pada banyak negara maju dalam dua dekade
terakhir.
2.1.3
Jenis
– jenis Kanker Ovarium
1.
Tumor
epitelial
Tumor epitelial ovarium berkembang dari permukaan
luar ovarium, pada umumnya jenis tumor yang berasal dari epitelial adalah
jinak, karsinoma adalah tumor ganas dari epitelial ovarium (EOC’s : Epitelial
ovarium carcinomas) merupakan jenis tumor yang paling sering ( 85 – 90% ) dan
penyebab kematian terbesar dari jenis kanker ovarium. Gambaran tumor epitelial
yang secara mikroskopis tidak jelas teridentifikasi sebagai kanker dinamakan
sebagai tumor bordeline atau tumor yang berpotensi ganas (LMP tumor : Low
Malignat Potential). Beberapa gambaran EOC dari pemeriksaan mikroskopis berupa
serous, mucous, endometrioid dan sel jernih. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
2.
Tumor germinal
Tumor
ganas sel germinal ovarium pada prinsipnya terjadi pada remaja dan wanita usia
muda dengan median umur 16-20 tahun. Karena tumor ini memiliki pertumbuhan yang
cepat, kebanyakan penderita menunjukan massa pada perut dan rasa nyeri. Kurang
lebih 10% penderita menunjukan gejala akut abdomen akibat perdarahan
intrakapsuler, torsi dan atau ruptur. Keadaan ini umumnya ditemukan pada
penderita dengan yolk sac tumor atau mixed germ cell tumors dan sering kali
dikelirukan dengan appendisitis akut atau kedaruratan abdomen lainnya dan
diagnosis ditegakkan pada saat operasi. (Wijaya, 2010)
a.
Disgerminoma
Disgerminoma
merupakan tumor ganas sel germinal ovarium yang tersering dan meliputi 50%
kasus. Pada disgerminoma biasanya didapatkan kadar AFP normal, dan
kadang-kadang didapatkan peningkatan kadar hCG. Secara makroskopik biasanya
bilateral pada 10-15% kasus, dan secara mikroskopis dapat disertai penyebaran
ke ovarium kontralateral pada 10% kasus. Disgerminoma lebih sering menyebar
secara limfogen dibandingkan dengan tumor ganas sel germinal lainnya. Penderita
disgerminoma biasanya menunjukan gejala amenore primer, virilisasi, atau
perkembangan organ genitalia yang abnormal dan pada beberapa kasus dapat
ditemukan adanya kromosan Y. (Wijaya, adi, 2010)
Dikatakan
lebih dari 50% dari tumor ini tidak menunjukkan gejala yang jelas, gejala dapat
berupa adanya massa pada daerah abdomen atau pelvis dengan pembesaran perut dan
nyeri. Gejala timbul secara cepat 1 bulan sampai dengan 2 tahun dan setengah
dari penderita kurang dari 4 bulan. Bila bersamaan dengan kehamilan, tumor
ditemukan secara tidak sengaja dan dapat menganggu jalannya persalinan.
Gangguan haid jarang didapatkan pada wanita muda. Kurang lebih 10% asimtomatik,
anak dapat menunjukan pubertas prekok, virilisasi. Hampir 2-5% dari wanita yang
tidak hamil menunjukan tes kehamilan positif dan hCG yang dihasilkan dapat
diisolasi dari sel sinsitiotrofoblast didalam tumor. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
Secara
mikroskopis disgerminoma menyerupai seminoma testis. Tumor terdiri dari sel
vesikuler besar dengan sitoplasma jernih mirip dengan sel primordial. Sel
berbentuk bulat atau poligonal, dengan satu atau lebih nukleoli besar. Pada
pewarnaan sitoplasma yang jernih atau sedikit granuler yang mengandung glikogen
memberikan reaksi positif dengan pewarnaan asam periodik schiff dan alkali
fosfatase. Stroma biasanya diinfiltrasi dengan sel-sel limposit dan sering
berisi granula seperti sarkoid. Walaupun jarang dapat ditemukan sel raksasa (Cytotrophoblastic
giant cell). Adanya hCG dapat di identifikasi dengan reaksi
imunoperoksidase. (Wijaya, adi, 2010)
b.
Yolk sac
tumor
Tumor sinus endodermal merupakan tumor ganas kedua
setelah disgerminoma pada wanita usia muda. Kurang lebih 1% dari seluruh
keganasan ovarium. Tumor terdapat pada wanita usia 14 bulan - 45 tahun, tetapi
beberapa kasus dilaporkan pada usia > 45 tahun. Usia median 19 tahun.
(Wijaya, adi, 2010)
Gejala klinis sering terjadi secara akut serta
progresif dan separuh dari penderita mengeluh gejala 1 minggu atau kurang. Tiga
perempat penderita mengeluh nyeri perut dan hampir semuanya mengeluh adanya
pembesaran perut atau adanya tumor pada daerah pelvis. Adanya ruptur, putaran
dan perdarahan dari tumor menimbulkan gejala mirip appendisitis. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
Pada umumnya penderita tidak terjadi gangguan
hormonal, gangguan haid dan tidak terjadi peningkatan hCG serum, tetapi AFP
meningkat. Kadang-kadang dilaporkan adanya gangguan hormonal hal ini
kemungkinan karena pengambilan darah sediaan yang kurang adekuat sehingga
elemen koriokarsinoma atau karsinoma embrional yang tidak terdeteksi (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
Pada saat laparotomi 71% dalam stadium I, 6% stadium
II, 23% stadium III dan sebagian kecil pada stadium IV. Dikatakan 25% tumor
pecah sebelum atau selama operasi. (Wijaya, adi, 2010)
Secara makroskopis tumor dengan konsistensi lunak
dengan bagian padat, permukaan rata, berlobus-lobus dengan kista besar atau
kecil. Pada pembelahan tumor seperti sarang tawon. 14% dari tumor ini disertai
dengan teratoma pada ovarium yang sama dan 5% pada ovarium kontralateral.
Adanya nekrosis dan perdarahan kadang didapatkan. (Wijaya, adi, 2010)
Secara mikroskopis tumor merupakan rongga yang
dilapisi oleh sel kuboid, jaringan stroma retikuler yang longgar, mengandung
globul yang positif dengan perwarnaan PAS. Badan Schiller Duval merupakan
struktur yang patognomonis untuk tumor ini, walaupun jarang tetapi dapat
ditemukan. Pada tumor ini sering ditemukan droplet hyaline yang positif
dengan pewarnaan PAS. Dengan teknik imunokemikal droplet hyaline merupakan
AFP dan alfa anti tripsin dan protein jenis lainnya. Tumor sinus endodermal
sering bersamaan dengan keganasan lain, biasanya dengan disgerminoma. (Wijaya,
adi, 2010)
c.
Teratoma
Diduga
berkembang dari jaringan embrional yang pluripoten dan mampu membentuk
elemen-elemen dari ketiga lapisan embrional. Bentuk teratoma yang benigna
merupakan tumor relatif banyak ditemukan pada wanita golongan yng lebih tua,
sedangkan teratoma maligna adalah jarang, dan hal ini justru berlawanan dengan
teratoma testis yang umumnya ganas (maligna). (Sarwono, 2007)
Teratoma
ovarium bisa ditemukan dalam bentuk kistik maupun solid. Teratoma maligna yang
ganas berbentuk solid, terdiri atas campuran jaringan sel telur yang matang
(matur) dan yang tidak matang (immatur). Teratoma ganas biasanya ditemukan pada
anak-anak dan pada penderita dalam masa pubertas. Tumor ini tumbuh cepat dan mempunyai
prognosis yang buruk. (Sarwono, 2007)
Teratoma
imatur merupakan keganasan tumor sel germinal ke tiga tersering setelah
disgerminoma dan tumor sinus endodermal. Freksuensi 25% dari tumor sel germinal
pada wanita usia dibawah 15 tahun dengan usia median 19 tahun. (Wijaya, adi,
2010)
Gejala
yang timbul tidak spesifik timbul dalam jangka waktu pendek tetapi sering
terjadi akut. Kurang lebih 80% penderita terdapat massa dalam abdomen atau
pelvis yang dapat diraba, sering terdapat nyeri. Sebagian kecil penderita
menunjukkan haid yang tidak teratur. AFP dan hCG tidak meningkat. (Wijaya, adi,
2010).
d. Karsinoma embrional
Karsinoma
embrional murni jarang ditemukan diantara tumor sel germinal ovarium, tidak
lebih dari 5%. Tumor ini analog dengan karsinoma embrional testis. Ditemukan
pada usia 4-28 tahun dengan usia median 14 tahun. (Wijaya, adi, 2010)
Gejala
klinis pada kebanyakan penderita sering dikeluhkan adanya massa pelvis yang
disertai rasa nyeri, sering menyerupai keadaan appendisitis, kehamilan ektopik
terganggu, terutama bila hasil tes kehamilan positif. Selain ini dapat
ditemukan adanya amenore atau perdarahan pervaginam abnormal, serta kemungkinan
juga disertai adanya hirsutisme dan virilisasi. (Wijaya, adi, 2010)
Pada
penampakan makroskopik, didapatkan tumor kistik, bulat, berkapsul dan lunak,
dapat ditemukan bagian hemoragis dan nekrosis, dengan ukuran rata-ratanya 17
cm, warna kuning keabuan. (Wijaya, adi, 2010)
Secara mikroskopik, karsinoma embrional terdiri atas
sel-sel primitif yang pleomorfik, berukuran sitoplasma bervakuola dan inti yang
vesikuler disertai dengan 1 atau 2 nukleolus. Semua tumor berisi kelompok
sel-sel sinsitiotropoblas dan sel mononuklear dengan cytoplasmic hyaline
droplets, yang berisi hCG, AFP dan keratin. (Wijaya, adi, 2010)
e.
Koriokarsinoma
Koriokarsinoma
ovarium bisa ditemukan sebagai koriokarsinoma murni (tunggal) atau lebih sering
sebagai bagian dari suatu tumor sel germinal campuran. Penentuan ini penting
artinya , karena bila murni lebih mungkin tumor ini berasal dari hasil konsepsi
dari pada nosgestasional. Koriokarsinoma ini kemungkinan merupakan suatu
metastasis dari uterus atau tuba. Hal ini penting artinya, karena
koriokarsinoma nongestasional kurang sensitif terhadap kemoterapi dibandingkan
dengan koriokarsinoma gestasional. (Wijaya, 2010)
Gejala
klinis pada kelainan ini, sering dengan keluhan pembesaran perut dan nyeri,
serta dapat disertai dengan pubertas prekok. Tumor ini sering terjadi pada
penderita berkisar 7 bulan sampai 35 tahun, dengan usia rata-rata 13 tahun. (Wijaya,
2010)
Pada
penampakan makroskopik, tumor khas berukuran besar, unilateral, konsistensi
padat dengan warna putih keabuan, hemoragis, dan mungkin pula ditemukan bagian
yang mengalami nekrosis. Karakteristik lain tergantung dari proporsi elemen
tumor sel germinal yang ada. (Wijaya, 2010)
Secara
makroskopis koriokarsinoma sering terdiri atas 2 jenis sel, sitotrofobla dan
sinsitiotrofoblas serta mungkin pula ditemukan sel intermediet. Sitotrofoblas
berbentuk sel poligonal dengan ukuran sedang, bulat, atau oval dengan sitoplasma
jernih dan batas tegas, dan beberapa diantaranya dengan inti yang
hiperkromatik. Sinsitiotrofoblas berbentuk sel basofilik bervakuola dengan tepi
irreguler, dengan inti hiperkromatik dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi,
membentuk pola fleksiformis bifasik. (Wijaya, 2010)
f.
Poliembrioma
Jenis
ini sangat jarang, mengandung komponen embrional bodies yang berasal dari sel
embrio normal. Neoplasma jenis ini sering mengenai testis. Kebanyakan tumor ini
berkaitan dengan tumor sel germinal lainnya terutama teratoma. Poliembrioma
merupakan neoplasma sel germinal dengan tingkat keganasan yang tinggi. Tumor
ini radioresisten dan respon terhadap kemoterapi belum jelas. (Wijaya, 2010)
g.
Mixed
germ cell tumor
Tumor
ganas mixed germ cell terdiri dari dari 2 atau lebih tipe neoplasma sel
germinal yang berbeda. Tumor ganas mixed germ cell tumor ovarium lebih
sedikit dibandingkan dengan didalam testis, dan jumlahnya tak lebih dari 8%
dari seluruh keganasan ovarium. (Wijaya, 2010)
Umur
penderita berkisar antara 5-33 tahun, dan lebih dari sepertiganya terjadi
sebelum usia pubertas. Kebanyakan pasien mengeluhkan adanya massa diperut dan
lebih dari separuhnya disertai nyeri perut bagian bawah. Beberapa diantaranya
memperlihatkan pseudopubertas prekoks dan dapat memperlihatkan hasil tes
kehamilan yang positif. Tumor ganas mixed germ cell biasanya berukuran
besar, unilateral tetapi penampakannya tergantung tipe tumor sel germinal yang
dominan. (Wijaya, 2010)
3.
Tumor stromal
Tumor ovarium stromal berasal dari jaringan
penyokong ovarium yang memproduksi hormon estrogen dan progesteron, jenis tumor
ini jarang ditemukan, bentuk yang didapat berupa tumor theca dan tumor sel
sartoli-leydig termasuk kanker dengan derajat keganasan yang rendah. (Prawirohardjo, Sarwono, 2008)
2.1.4
Anatomi Fisiologi Ovarium
Organ reproduksi wanita terdiri atas organ eksterna
dan organ interna. Organ interna berfungsi dalam kopulasi,
sedangkan organ interna berfungsi
dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosi,. Ovarium merupakan salah satu organ reproduksi wanita, serta sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan organ interna berfungsi
untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.
1.
Organ
eksterna
2.
Organ Internal
a.
Vagina
Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang
membentang ke atas dan ke belakang
dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina mempunyai panjang kurang lebih 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai
banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus,
dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi
dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.
Dinding vagina
terdiri atas empat lapisan
: Lapisan epitel
gepeng berlapis : pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberikan kelembaban, Jaringan kolektif areoler yang
dipasok pembuluh dengan
baik,
Jaringan otot
polos berserabut longitudinal dan sirkuler, Lapisan luar jaringan ikat fibrosa
berwarna putih.
Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat servik menuju kedalam kubah vagina terbentuk
sebuah selokan melingkar yang mengelilingi servik. Fernik ini
terbagi menjadi empat bagian: fornik posterior, anterior dan dua buah fernik lateral.
b.
Uterus
Uterus merupakan
organ muskuler yang sebagian tertutup oleh
peritoneum atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng.
Uterus wanita yang tidak
hamil
terletak pada rongga panggul antara
kandung kemih di anterior dan rectum posterior. Uterus wanita nullipara panjang
6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70
gram
sedangkan
pada
yang belum
pernah
melahirkan
beratnya 80 gram atau lebih. Uterus terdiri atas:
1) Fundus uteri
Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi
berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting
diketahui sampai dimana fundus uteri berada, oleh karena
tuanya kehamilan dapat di
perkirakan dengan perabaan
fundus uteri.
2) Korpus uteri
Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding
korpus uteri terdiri dari
3 lapisan:
serosa,
muskula
dan
mukosa.
Mempunyai
fungsi utama sebagai perkembangan janin.
3) Servik
uteri
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Servik memiliki
serabut otot polos namun terutama
terdiri atas jaringan kolagen, ditambah
jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan secret yang
kental dan lengket dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servik tersumbat dapat berbentuk kista, retensi berdiameter
beberapa millimeter yang disebut sebagai folikel nabothian.
Secara histologik
uterus terdiri atas:
1.
Endometrium di korpus uteri dan endoservik
di servik uteri
Merupakan bagian terdalam dari
uterus
yaitu
lapisan mukosa yang melapisi
rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas
epitel kubik,kelenjar-kelenjar
dan
jaringan dengan banyak pembuluh darah yang
berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 mm hingga 5 mm.
Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan
mesenkim antar kelenjar yang di dalamnya
banyak terdapat pembuluh darah.
Epitel permukaan
endometrium terdiri dari satu lapisan
sel kolumner tinggi, bersilia dan
tersusun rapat. Kelenjar uterus berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel,
kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang
berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.
2.
Miometrium
Miometrium merupakan
jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya. Menurut
Schwalm dan Dubrauszky, 1966 banyaknya serabut
otot pada uterus sedikit demi sedikit berkurang kearah kaudal,
sehingga pada servik otot hanya merupakan
10%
dari
massa
jaringan. Selama
masa kehamilan terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan
yang berarti pada otot servik.
3.
Lapisan
serosa, yakni peritoneum visceral
Uterus sebenarnya
terapung-apung dalam rongga pelvis dengan jaringan
ikat dan ligamentum yang menyokongnya. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah:
a)
Ligamentum kardial sinistra at
dextra
Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan
dari servik dan puncak vagina ke arah
lateral dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan banyak pembuluh
darah antara lain vena
dan arteri uteria.
b)
Ligamentum Sakro Uterinum Sinitra at
Dextra
Yaitu ligamentum
yang menahan uterus agar tidak
banyak bergerak, berjalan dari servik bagian belakang, kiri dan
kanan, kearah os sacrum kiri dan kanan.
c)
Ligamentum Rotundum Sinistra at Dextra
Yaitu ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari fundus
uteri
kiri
dan
kanan
ke
daerah inguinal kiri dan kanan.
d)
Ligamentum Latum Sinistra at Dextra
Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat. Di
bagian dorsal ligamentum ini di temukan indung telur (ovarium
sinistra at dextra).
e)
Ligamentum Infudibula Pelvicum
Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan
dari arah infidibulum ke dinding pelvis.
Di dalamnya terdapat urat-urat
saraf, saluran-saluran limfe,
arteri dan vena ovarica.
Istmus adalah bagian uterus antara servik dan korpus uteri diliputi oleh
peritoneum visceral yang mudah
sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesiaka
uteria.
Uterus diberi darah oleh arteri uterine sinistra at dextra
yang terdiri dari istmus asenden dan desenden. Pembuluh
darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica
sinistra at dextra. Inversasi
uterus terdiri atas system saraf
simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari system
parasimpatis ini berada dalam panggul
di sebelah kiri dan
kanan os sacrum, berasal dari saraf sacral 2, 3, dan 4. Dan selanjutnya memasuki pleksus frankenhauser. Yang dari system simpatis masuk ke dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui biforkasio aorta dan promontorium terus ke bawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi
inervasi pada miometrium dan endometrium.
Kedua system simpatik dan prasimpatik mengandung
unsure sensorik dan motorik. Simpatik menimbulkan kontraksi dan vasokonstriksi sedangkan parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vasodilatasi.
c.
Tuba
Falopi
Tuba falopi marupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan
jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8-14 cm, tuba tertutup oleh peritoneum dan lumennya dilapisi
oleh membrane mukosa.
Tuba falopi
terdiri atas Pars interstisialis (bagian yang terdapat di dinding uterus), Pars Ismika (merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya), Pars Ampularis (bagian yang terbentuk agak lebar, tempat konsepsi terjadi), Pars Infudibulum
(bagian ujung tuba yang
terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria.
Fimbria penting artinya
bagi tuba untuk menangkap telur dan kemudian
menyalurkan ke dalam tuba).
Gambar c.1 : Organ
reproduksi interna wanita
d.
Ovarium
Ovarium merupakan
kelenjar berbentuk buah kenari terletak
di kiri dan kanan uterus, di bawah tuba uterine dan terikat di sebelah belakang oleh ligamentum latum uterus. Setiap bulan
folikel
berkembang
dan
sebuah ovum dilepaskan pada
saat
kira-kira pertengahan (hari ke-14) siklus menstruasi. Ovulasi yaitu pematangan folikel graaf dan mengeluarkan ovum. Bila folikel graaf sobek, maka terjadi penggumpalan
darah pada ruang folikel.
Ovarium mempunyai
3 fumgsi, yaitu : Memproduksi ovum, Memproduksi hormone estrogen, Memproduksi hormone progesterone.
Gambar d.1 : Ovarium
Ovarium
disebut juga indung telur, di dalam
ovarium ini terdapat jaringan bulbus dan tubulus yang
menghasilkan telur (ovum) dan ovarium ini hanya terdapat pada wanita,
letaknya di dalam pelvis di kiri kanan uterus, membentuk, mengembang serta melepaskan
ovum dan menimbulkan sifat-sifat kewanitaan,
misalnya : pelvis yang
membesar, timbulnya siklus
menstruasi.
Bentuk ovarium
bulat telur beratnya
5-6 kg, bagian dalam ovarium
disebut medulla ovary di buat di jaringan ikat, jaringan yang
banyak mengandung kapiler darah dan serabut kapiler saraf, bagian luar bernama
korteks ovary, terdiri dari folikel-folikel yaitu kantong-kantong kecil yang berdinding epithelium dan berisi
ovum.
Kelenjar ovarika terdapat pada ovarium di samping
kiri dan kanan uterus, menghasilkan hormon estrogen dan progesterone. Hormon ini dapat mempengaruhi kerja dan mempengaruhi sifat-sifat kewanitaan, misalnya panggul
yang besar, panggul sempit dan lain-lain.
Apabila folikel
de graaf sobek, maka terjadi
penggumpalan darah di dalam rongga folikel dan sel yang berwarna
kuning yang berasal dari dinding folikel masuk dalam gumpalan
itu dan membentuk korpus luteum tumbuh terus sampai beberapa bulan menjadi besar. Bila ovum tidak di buahi maka korpus luteum bertahan hanya sampai 12-14 hari tepat sebelum masa menstruasi berikutnya, korpus luteum menjadi
atropi.
Siklus menstruasi, perubahan yang terjadi di dalam ovarium
danuterus dimana masa menstruasi berlangsung kira-kira 5 hari, selama
masa ini epithelium permukaan dinding uterus terlepas dan
terjadi sedikit perdarahan.
Masa setelah
menstruasi adalah masa perbaikan dan pertumbuhan yang berlangsung 9 hari ketika selaput terlepas untuk diperbaharui, tahap ini dikendalikan olen estrogen,
sedangkan pengendalian estrogen dikendallikan oleh FSH (Folikel
Stimulating Hormon) terjadi
pada hari ke-14, kemudian
disusul 14 hari tahap sekretorik yang di kendalikan oleh progesterone.
2.1.5
Etiologi
Menurut Hidayat
(2009) Ovarium terletak di kedalaman rongga
pelvis.
Bila
timbul kanker, biasanya tanpa gejala pada
awalnya sehingga sulit
ditemukan,
membuat diagnosis tertunda.
Ketika lesi berkembang dan timbul gejala,
sering kali sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium.
Penyebab kanker ovarium hingga
kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan
tentang etiologi kanker ovarium,
diantaranya:
1.
Hipotesis incessant ovulation, Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan
pada sel-sel epitel
ovarium
untuk
penyembuhan
luka
pada
saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
2.
Hipotesis androgen, Androgen mempunyai
peran penting dalam terbentuknya
kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil
percobaan bahwa
epitel
ovarium mengandung reseptor
androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
2.1.6
Faktor
Risiko
1.
Faktor Reproduksi
Riwayat
reproduksi terdahulu serta durasi dan jarak reproduksi memiliki dampak terbesar
pada penyakit ini, paritas yang rendah
dan infertilitas, menarche dini dan
menopause yang terlambat meningkatkan risiko untuk berkembang menjadi kanker
ovarium. Peningkatan insiden kanker ovarium pada wanita lajang, biarawati, dan
wanita nulipara menunjukkan ovulasi yang teratur yang tidak diselingi dengan
kehamilan, meningkatkan predisposisi wanita dapat mengidap keganasan.
Kehamilan
yang multipel dapat meningkatkan efek protektif untuk berkembang menjadi satu
kanker ovarium. Apabila dibandingkan dengan wanita nulipara, satu sampai dua
kehamilan menghasilkan risiko relatif (RR) 0,49-0,97. Wanita dengan jumlah
kehamilan lebih dari tiga memiliki penurunan risiko sebanyak 0,35-0,76 apabila
dibandingkan dengan populasi kontrol. Factor lain yang dapat mereduksi risiko
adalah riwayat menyusui. Akan tetapi, sampai saat ini belum ada studi yang
menyatakan hubungan yang konsisten antara lamanya menyusui dengan penurunan
risiko.
2.
Faktor Hormonal
Penggunaan
hormone eksogen pada terapi gejala yang berhubungan dengan menopause berhubungan dengan
peningkatan risiko kanker ovarium baik dari insiden maupun tingkat
mortalitasnya. Beberapa literatur menunjukkan penggunaan jangka panjang hormone
replacement therapy (HTR) (>5-10 tahun) mengakibatkan peningkatan risiko
1,5-2,0 kali lipat. Peningkatan risiko secara spesifik terlihat pada wanita dengan
penggunaan hormone estrogen tanpa disertai progesteron.
Peningkatan
berat badan juga memungkinkan terjadinya peningkatan risiko terjangkit ini.
Beberapa penelitian menyatakan peningkatan Body Mass Index (BMI) saat remaja
atau usia dewasa dapat meningkatkan
risiko, terutama pada masa premenopause secara spesifik dapat meningkatkan
risiko mengidap kanker ovarium.
3.
Faktor Genetik
Pada
umumnya kanker ovarium epitel bersifat sporadis. Familial atau pola herediter
dilaporkan hanya 5-10%. Riwayat keluarga merupakan factor penting dalam
memasukkan apakah seorang wanita memiliki risiko terkena kanker ovarium. Risiko
seorang wanita untuk mengidap kanker ovarium adalah sebesar 1,6%. Apabila
wanita tersebut memiliki seorang anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium,
risikonya akan meningkat menjadi 4% sampai 5%. Dalam kasus di mana terdapat dua
anggota keluarga yang mengidap kanker ovarium, risiko pada wanita ini akan
meningkat menjadi 7% mengidap kanker ovarium.
4.
Faktor Lingkungan
Variasi geografis dan etnis yang signifikan
telah diobservasi pengaruhnya terhadap insiden kanker ovarium. Rata-rata
tertinggi pada wanita dengan ras Kaukasian di negara industry misalkan di
Amerika Utara dan Eropa. Perbedaan ini kemungkinan dijelaskan melalui pola
reproduksi dan komponen lingkungan seperti perbedaan pola makan.
Pada sebuah penelitian disebutkan
diet pada wanita dengan kanker ovarium ditemukan pada pola diet Barat, yaitu
dengan tinggi daging dan sedikit sayuran kemungkinan berhubungan dengan
tingginya angka insiden kanker ovarium. Sayur-sayuran, tidak termasuk
buah-buahan, dikatakan berhubungan dengan efek yang menguntungkan, sementara
mengonsumsi tinggi daging dapat meningkatkan risiko seorang wanita mengidap
kanker ovarium.
Beberapa penelitian juga menyatakan konsumsi tembakau
meningkatkan angka kejadian pada wanita untuk terjangkit kanker ovarium
terutama jenis mucinus tumor.
2.1.7
Patofisiologi
Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor ovarium. Dapat ditemukan pada semua golongan
umur, tetapi lebih sering
pada usia 50 tahun ke atas, pada masa reproduksi kira-kira separuh
dari itu dan pada
usia lebih muda jarang ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor ovarium jinak. Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi, jaringan sekitar
yang menyebabkan
berbagai keluhan samar-samar.
Kecenderungan untuk melakukan
implantasi dirongga perut merupakan ciri
khas
suatu
tumor
ganas
ovarium yang menghasilkan asites
(Brunner dan Suddarth, 2002).
Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan tanda dan gejala, terutama tumor ovarium kecil.
Sebagian tanda dan gejala akibat dari
pertumbuhan, aktivitas hormonal dan komplikasi tumor-tumor
tersebut.
1.
Akibat Pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut
bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran perut,
tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor
atau posisinya dalam perut.
Selain gangguan miksi, tekanan tumor
dapat mengakibatkan konstipasi, edema, tumor
yang besar dapat mengakibatkan tidak nafsu makan
dan rasa sakit.
2.
Akibat aktivitas hormonal
Pada umumnya tumor ovarium tidak menganggu pola haid kecuali jika tumor itu sendiri
mengeluarkan hormon.
3.
Akibat Komplikasi
a.
Perdarahan ke dalam kista
Perdarahan biasanya
sedikit,
kalau
tidak
sekonyong-konyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan menimbulkan nyeri perut.
b.
Torsi
Torsi atau
putaran
tangkai
menyebabkan tarikan
melalui ligamentum infundibulo pelvikum
terhadap peritonium parietal dan
menimbulkan rasa sakit.
c.
Infeksi
pada tumor
Infeksi pada tumor dapat
terjadi bila di dekat
tumor ada tumor kuman
patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut.
d.
Robekan
dinding kista
Robekan pada kista disertai
hemoragi yang timbul secara akut, maka perdarahan dapat sampai ke rongga peritonium dan menimbulkan rasa
nyeri terus menerus.
e.
Perubahan keganasan
Dapat terjadi pada beberapa
kista jinak, sehingga setelah tumor diangkat perlu dilakukan
pemeriksaan mikroskopis yang seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan.
Tumor ganas
merupakan kumpulan tumor dan histiogenesis yang beraneka ragam, dapat berasal
dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal) dengan sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam, kira-kira 60% terdapat pada usia peri menopause 30% dalam
masa reproduksi dan 10% usia
jauh lebih muda.
Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen
ke kelenjar para aorta, medistinal dan supraclavikular. Untuk selanjutnya menyebar
ke alat-alat yang jauh
terutama paru-paru, hati dan otak, obstruksi
usus dan ureter merupakan masalah
yang sering menyertai penderita
tumor ganas ovarium (Harahap,
2003).
2.1.8
Manifestasi Klinis
Sebagian besar penderita baru mengetahui mereka menderita kanker ovarium
pada stadium lanjut. Banyak penyebabnya, Pertama belum adanya tes skrining yang
memungkinkan untuk mendeteksi fase awal penyakit, sepeti mamografi untuk kanker
payudara, atau kolonoskopi untuk kanker usus besar. Kedua, tidak adanya gejala
yang khas. Gejala yang paling sering adalah ukuran perut meningkat, sembelit,
perut kembung, kelelahan, sakit perut, gangguan pencernaan, dan sering buang
air kecil. Hampir sepertiga wanita dilaporkan mengalami gejala – gejala ini
selama lebih dari enam bulan sebelum terdiagnosis (Salani, Ritu.2011).
Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala
umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik (Salani, Ritu.2011).
1.
Stadium
Awal
a.
Gangguan haid
b.
Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan
rectum)
c.
Sering
berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
d.
Nyeri
spontan panggul (pembesaran ovarium)
e.
Nyeri
saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
f.
Melepaskan hormon yang
menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada lapisan rahim, pembesaran
payudara atau peningkatan pertumbuhan
rambut).
2.
Stadium
Lanjut
a.
Asites
b.
Penyebaran ke omentum (lemak perut)
c.
Perut membuncit
d.
Kembung
dan mual
e.
Gangguan nafsu makan
f.
Gangguan BAB dan BAK
g.
Sesak
nafas
h.
Dyspepsia
2.1.9
Stadium
Kanker
Stadium kanker
diperlukan untuk menentukan tingkat dan penyebaran penyakit. Tingkatan ini
dapat menentukan jenis pengobatan yang diberikan serta prognosis keseluruhan
dari penyakit. Setelah kanker ovarium terdiagnosis, biasanya langkah berikutnya
adalah operasi artinya seseorang harus menjalani operasi bedah, untuk
menentukan luas dan tingkat penyebaran penyakit. Biasanya, diagnosis dan
stadium dilakukan pada waktu yang sama. Kebanyakan wanita ditemukan telah
memasuki stadium lanjut ketika terdiagnosis (Salani, Ritu.2011).
Stadium kanker ovarium
menurut federasi internasional ginekologi obstetri (FIGO) (Salani, Ritu.2011).
1.
Stadium I : Penyebaran kanker terbatas
pada satu atau dua bagian ovarium.
a.
IA : Terbatas pada satu ovarium.
b.
IB : Terbatas pada dua ovarium.
c.
IC : Stadium IA atau IB dengan sel – sle
kanker pada permukaan ovarium, sel sel kanker pada peritoneum atau asites, atau
pecahnya tumor ovarium.
2.
Stadium II : Kanker yang telah menyebar
ke panggul.
a.
IIA : Penyebaran ke tuba falopi dan/atau
rahim.
b.
II B : Penyebaran ke organ panggul
lainnya, termasuk kandung kemih, usus besar atau peritoneum.
c.
II C : Stadium IIA atau II B dengan sel
kanker pada permukaan ovarium, panggul atau asites, atau pecahnya sel tumor.
3.
Stadium III : Kanker yang telah menyebar
ke perut.
a.
III A : Secara mikroskopik menyebar pada
rongga perut.
b.
III B : Diameter tumor di perut tidak
lebih dari 2 cm.
c.
III C : Diemeter tumor di perut lebih 2
cm atau penyebarannya ke kalenjar getah bening retroperitoneal (panggul, para-aortic, atau inguinal)
4.
Stadium IV : Penyebaran penyakit ke luar
perut misalnya efusi pleura positif (sel kanker ada dalam cairan sekitar paru –
paru) atau parenchyma hati (tumor di
hati)
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
1.
Asites
Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung
ke struktur- struktur
yang berdekatan pada abdomen dan panggul
dan melalui penyebaran benih tumor melalui cairan
peritoneal ke rongga abdomen dan rongga
panggul.
2.
Efusi Pleura
Dari
abdomen, cairan yang mengandung sel-sel
ganas
melalui
saluran
limfe menuju pleura.
Komplikasi lain yang dapat disebabkan pengobatan adalah :
1.
Infertilitas adalah akibat dari pembedahan pada pasien menopause
2.
Mual,
muntah dan supresi
sumsum tulang akibat kemoterapi. Dapat juga muncul maaslah potensial
ototoksik, nefroktoksik, neurotoksis
3.
Penyakit berulang yang tidak terkontrol dikaitkan dengan obstruksi usus, asites fistula dan edema ekstremitas bawah
2.1.11 Skrining Dan Deteksi Dini
Skrining didefinisikan
sebagai aplikasi sebuah tes untuk mengidentifikasi individu dalam risiko untuk
penyakit spesifik yang akan mendapatkan keuntungan dari investigasi lebih
lanjut atau aksi preventif. WHO membentuk kriteria untuk skrining medis yang
efektif dan implementasi yang benar untuk program skrining (Salani, Ritu.2011).
Salah satu persyaratan
untuk skrining medic adalah penyakit harus terdefinisi secara baik. Prevalensi
dan insiden penyakit harus diketahui. Juga, perjalanan penyakit harus diketahui
(Salani, Ritu.2011).
Salah satu tujuan
skrining adalah untuk mengidentifikasi penyakit pada stadium lebih awal. Namun,
deteksi dini saja bukan tujuan yang efektif untuk program skrining. Jika proses
penyakit tidak menyebabkan penderitaan, disabilitas, atau kematian pada stadium
akhir, maka akan menjadi kurang efektif untuk melakukan skrining pada penyakit
tersebut (Salani, Ritu.2011).
Pada keadaan lain,
bahkan jika penyakit menyebabkan disabilitas yang signifikan pada stadium
akhir, tetapi jika terapi yang efektif tidak ada, keuntungan dari skrining akan
kurang optimal. Deteksi dini untuk kanker ovarium memenuhi kriteria ini. Jika
kanker ovarium dideteksi pada stadium yang akhir, akan menyebabkan penderitaan
yang signifikan dan prognosisnya buruk. Padahal jika dideteksi pada stadium
yang lebih awal, tingkat survival akan jauh lebih baik (Salani, Ritu.2011).
Ketika tes skrining
diidentifikasi, persyaratan lain ditetapkan oleh WHO yakni tes harus sederhana
dan aman. Jika risiko dari skrining melebihi dari keubtubgab potensial, hal itu
bukan merupakan metode skrining yang efektif. Juga, skrining sebaiknya efektif
biaya dan sebaiknya memiliki tingkat deteksi (sensivitas) yang cukup dan
tingkat positif palsu yang relative rendah (Salani, Ritu.2011).
Saat ini masih belum
ada prosedur yang secara reliable digunakan untuk deteksi dini kanker ovarium.
Teknik skrining potensial yang tersedia meliputi pemeriksaan pelvis,
pemeriksaan ultrasound ovarium melalui rute transvaginal, dan monitoring CA-125
dan petanda tumor lainnya dikombinasikan dengan pendekatan ultrasound. Pada
saat ini masih belum ada panduan yang direkomendasikan untuk skrining pada
populasi umum (Salani, Ritu.2011).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1
Kemoterapi Pada CA Ovarium
Kemoterapi merupakan
bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu
zat-zat yang
dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker (Hidayat, 2008)
Pengobatan
kanker ovarium dengan kemoterapi merupakan pengobatan bantuan yang utama untuk
kanker ovarium. Estimasi operasi pengangkatan tumor yang sulit, maka sebelum
operasi terlebih dahulu dilakukan kemoterapi sebanyak 1-2 kali, dapat
meningkatkan efektifitas operasi pengangkatan. Kemoterapi setelah operasi dapat
mencegah kambuh; bagi operasi pengangkatan yang tidak bersih, dengan kemoterapi
memperoleh penangguhan sementara bahkan dapat memperpanjang jangka hidup; bagi
yang tidak dapat dilakukan operasi pengangkatan, kemoterapi dapat membuat tumor
mengecil, mudah digerakkan, menciptakan kondisi untuk operasi lagi.
Regimen kemoterapi
pertama yang diterima oleh pasien disebut sebagai kemoterapi garis depan atau
baris pertama. Seperti yang diterangkan sebelumnya, kemoterapi merupakan
pelengkap operasi dan tujuannya adalah kesembuhan klinis yang berarti tidak ada
lagi sel kanker pada pemeriksaan fisik, pencitraan, atau tes darah CA – 125. (Salani, Ritu.2011).
Meskipun terdapat sedikit perbedaan di setiap institusi, sudah ada
standar umum perawatan kanker ovarium epitelia. Kemoterapi diberikan terdiri
dari obat platinum (Paraplatin [carboplatin]) atau Platinol AQ (cisplatin) yang
dikombinasikan dengan Taxol (Paclitaxel), obat – obatan yang mengandung taxone.
Ada dua jenis kemoterapi yaitu (Salani, Ritu.2011) :
1.
Diberikan melalui intravena, yaitu
melalui pembuluh darah, baik di lengan atau dekat tulang selangka (melalui port
intravena)
2.
Diberikan melalui kateter
intraperitoneal yang langsung ke rongga perut.
Semua
jenis kemoterapi selalu dikonbinasikan dengan pemberian intravena. Jenis
pemberian kemoteapi tergantung pada stadium penyakit (Salani, Ritu.2011).
3.2 Prosedur Penatalaksanaan Kemoterapi
Kemoterapi di setiap
rumah sakit mungkin berbeda. Di institusi, Johns
Hopkins and Medical, kami melakukan test dan/atau prosedur berikut :
1.
Akses Vena Sentral
Seperti yang telah
diterangkan sebelumnya, beberapa pasien memilih untuk memasang kateter di
pembuluh vena sentral (tulang selangka atau di lengan), yang akan tetap disitu
sampai jangka waktu tertentu (semi – permanen). Kateter ini eksternal, dimana
ada tabung kecil yang keluar melalui kulit di rulang selangka (kateter Hickman)
atau di lengan (kateter sentral yang dipasang secara periferal atau PICP).
Sedangkan kateter internal seperti mediporti,
dimana semua port ada di bawah kulit. Ada semacam ridge yang memungkinkan reservoir
port dapat diakses melalui jarum suntik kecil. Port ini memiliki tingkat
infeksi yang lebih rendah dibandingkan kateter eksternal, namun keduanya
memiliki keuntungan yang memungkinkan akses ke vena lebih mudah dan berulang –
ulang. Kateter tidak hanya digunakan untuk kemoterapi, tetapi juga untuk
pemberian obat lainnya, cairan IV, transfusi darah dan mengambil sampel darah (Salani, Ritu.2011).
2.
Bloodwork
Sebelum kemoterapi,
kami akan memeriksa nenerapa tes laboratorium dasar. Ini termasuk bloodwork seperti hitung darah lengkap atau complete blood count (CBC), panel kimia,
dan tingkat CA – 125. Tingkat CA – 125 ini berguna sebagai penanda apakah
kemoterapi efektif (Salani, Ritu.2011).
3.
Pencitraan
Meskipun tidak selalu
dilakukan, mungkin diminta untuk melakukan CAT Scan pada bagian perut dan
panggul. Ini digunakan sebagai pembanding kemajuan selama kemoterapi.
Pencitraan lain mungkin termasuk X – Ray atau CAT Scan dada (Salani, Ritu.2011).
Kemoterapi
akan diberikan selama periode waktu yang direncanakan yang disebut sebagai
jadwal kemoterapi. Siklus pertama akan diberikan ketika mulai sembuh dari
operasi dan tubuh dapat menolerirnya. Siklus pertama ini mungkin bervariasi
dari waktu yang singkat setelah operasi sampai dengan enam atau delapan minggu
setelahnya. Jadwal kemoterapi biasanya diatur setiap tiga minggu dari siklus
sebelumnya. Ini memungkinkan tubuh untuk pulij terlebih dahulu dari siklus
sebelumnya, khususnya sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Sebelum
memulai setiap siklus, akan mendapatkan tes darah. Meskipun penting untuk
mematuhi jadwal kemoterapi, terkadang tubuh lebih lambat pulih dari yang
diharapkan. Ini dapat mengakibatkan penundaan siklus berikutnya selama seminggu
atau lebih, atau penurunan dosis kemoterapi. Pada umumnya ini tidak memengaruhi
efektivitas pengobatan secara keseluruhan (Salani, Ritu.2011).
Tujuannya
adalah enam siklus kemoterapi, dan keseluruhan proses ini memakan waktu enam
sampai tujuh bulan. Pasien akan dimonitoring selama program kemoterapi dengan
pemeriksaan fisik dan kadar CA – 125. Setelah siklus ketiga atau pertengahan,
status penyakit dan respon terhadap pengobatan akan dinilai kembali dengan
pencitraan ulang. Jika penyakit pasien berkembang padahal pasien menjalani
kemoterapi, regimen kemoterapi dapat dimodifikasi dengan obat – obat lainnya
yang lebih efektif (Salani, Ritu.2011).
3.3 Persiapan Sebelum Kemoterapi
Sebelum pasien
menjalani kemoterapi, pasien membutuhkan persiapan. Sangat disarankan agar
menghindari makanan berat. Sehari sebelum dan hari kemoterapi pasien, pasien
disarankan untuk banyak minum karena sicara signifikan dapat membantu mencegah
dehidrasi dan membantu meningkatkan kemampuan tubbuh menghadapi kemoterapi. Pasien
juga akan diberikan obat anti mual yang harus diminum sehari sebelum kemoterapi diberikan,
disamping obat – obat lainnya, seperti steroid dosis kecil, yang akan membantu
pasien menolerir kemoterapi dan efek sampingnya (Salani, Ritu.2011).
Waktu yang diperlukan
untuk kemoterapi bervariasi dari kunjungan rawat jalan selama kurang lebih enam
jam (pemberian IV) sampai masuk rumah sakit untuk rawat inap selama satu
setengah hari (pemberian intraperitonial). Pasien juga akan menerima cairan IV
bersamaan dengan beberapa obat di hari kemoterapi pasien membawa seseorang
untuk mengantarkan pasien pulang. Petugas medis juga menganjurkan pasien
mengambil resep sebelum meninggalkan pusat infus ini (termasuk obat – obatan
yang membantu pasien mempersiapkan diri untuk siklus berikutnya) (Salani, Ritu.2011).
Kebanyakan efek samping
muncul pada hari – hari pertama setelah kemoterapi. Yang paling sering adalah
mual, muntah atau sakit perut. Obat – obat anti mual dapat membantu mengurangi
atau bahkan menghilangkan gejala ini. Petugas kesehatan menyarankan pasien untuk
mengkonsumsi makanan ringan, makanan lembut seperti karbohidrat (nasi, roti,
mi) untuk beberapa hari pertama. Yang paling penting adalah pasien tetap banyak
minum. Efek samping kemoterapi yang lebih mendalam akan diberikan di bab
berikutnya (Salani, Ritu.2011).
3.4 Prinsip Kerja Obat Kemoterapi (Sitostatika) Terhadap Kanker
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan
saat ini bekerja terutama
terhadap sel -sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut
berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin
rendah, hal ini disebut Kemoresisten. Obat kemoterapi ada beberapa macam,
diantaranya adalah:
1.
Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns,
dan Antibiotik
Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga
sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2.
Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung
pada molekul basa inti
sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3.
Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanes bekerja pada
gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4.
Obat golongan Enzim
seperti, L-Asparaginase bekerja dengan
menghambat sintesis protein, sehingga
timbul hambatan dalam sintesis
DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.
3.5 Pola Pemberian Kemoterapi
Menurut Prawirohardjo,
Sarwono, 2008, pola pemberian kemoterapi pada pasien dengan diagnosa klinis
diebeler.
1.
Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk
secepat mungkin mengecilkan massa
tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada
keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan
pengobatan penyelamatan.
2.
Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan
sesudah pengobatan yang lain
seperti pembedahan atau
radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang
masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
3.
Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan
utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang
bersifat kemosensitif, biasanya diberikan
dahulu
sebelum pengobatan yang lain
misalnya bedah atau radiasi.
4.
Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain
seperti pembedahan atau penyinaran
kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih
berhasil guna.
Dalam situasi tertentu,
pasien mungkin dapat mengambil manfaat jika menjalani kemoterapi sebelum
prosedur pembedahan. Ini disebut sebagai kemoterapi neoadjuvan. Alasan paling umum untuk kemoterapi ini adalah
ketidakmampuan untuk menoleransi pembedahan karena kondisi medis atau pasien
“terlalu sakit”, sehingga membuat operasi terlalu berbahaya bagi kondisi
pasien. Alasan lainnya adalah jika penyakit ini sudah menyebar dan tidak
memungkinkan cytoreduction optimal.
Pendekatan ini harus diambil dengan hati – hati karena sulit untuk memprediksi
sejauh mana penyebaran penyakit berdasarkan pada gambar radiografi saja.
Seringkali jika seorang dokter bedah tidak mampu mencurigai sejauh mana
penyebaran penyakit. Ia akan melakukan prosedur laparoskopi untuk mengkorfirmasikan
kecurigaan. Jika kecurigaannya salah, operasi mungkin dilakukan, atau
setidaknya biopsi jaringan tubuh untuk penilaian patologis. Jika kemoterapi neoadjuvant dipilih, volume tumor bisa
dikecilkan, dan ini bisa dilihat lewat gambar radiografi dan status kesehatan
pasien. Evaluasi biasnaya terjadi setelah tiga sampai enam siklus kemoterapi neoadjuvan, dan jika respon dicatat,
mungkin diikuti dengan pembedahan. Pembedahan ini dikenal debagai prosedur debukling interval (Salani,
Ritu.2011).
3.6 Cara Pemberian Obat Kemoterapi
1.
Intra
vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan
dengan cara ini, dapat berupa bolus
IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan
continous
drip
sekitar
24
jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
2.
Intra
tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan
tumor dalam cairan otak
(liquor
cerebrospinalis) antara lain
MTX,
Ara.C.
3.
Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi,
tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4.
Oral
Pemberian per oral biasanya
adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®,
Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
5.
Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang
dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis.
Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6.
Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak
pada kanker ganas intra-abdomen,
antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam
cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis
yang amat banyak , contohnya Bleocin.
3.7 Tujuan Pemberian Kemoterapi
1.
Pengobatan
2.
Mengurangi massa tumor selain
pembedahan atau radiasi.
3.
Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4.
Mengurangi komplikasi akibat metastase.
3.8 Persiapan dan Syarat
Kemoterapi
1.
Persiapan
Sebelum pengotan dimulai
maka
terlebih
dahulu
dilakukan
pemeriksaan yang meliputi:
a.
Darah
tepi; Hb, Leuko, hitung
jenis, Trombosit.
b.
Fungsi
hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c.
Fungsi
ginjal; Ureum, Creatinin
dan Creatinin Clearance Test bila serim
creatinin meningkat.
d.
Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e.
EKG (terutama
pemberian Adriamycin, Epirubicin).
2.
Syarat
a.
Keadaan
umum cukup baik.
b.
Penderita mengerti tujuan
dan
efek samping
yang akan terjadi, informed concent.
c.
Faal ginjal dan hati baik.
d.
Diagnosis patologik
e.
Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
f.
Riwayat
pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g.
Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %,
leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150
000/mm³.
3.9 Efek Samping Kemoterapi
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi
atas :
1.
Efek amping
segera terjadi (Immediate Side Effects) yang
timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2.
Efek samping yang awal terjadi
(Early Side Effects
) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian,
misalnya netripenia dan stomatitis.
3.
Efek
samping yang terjadi
belakangan (Delayed Side Effects)
yang timbul dalam beberapa
hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati
perifer, neuropati.
4.
Effek
samping yang terjadi
kemudian (Late Side Effects) yang
timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif,
selain itu efek
samping yang timbul pada setiap penderita berbeda
walaupun dengan dosis dan obat yang sama,
faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh
bermakna (Scorge,2008).
Efek samping yang
selalu hampir dijumpai adalah gejala
gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala
gastrointestinal yang paling
utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian
sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam
(Scorge,2008).
Gejala supresi
sumsum tulang terutama
terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika
dapat terjadi segera atau kemudian,
pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan
kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8
sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan
waktu sekitar 2 hari untuk menaikan
kadar laukositnya kembali. Pada
supresi
sumsum
tulang
yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit
terjadi dua kali yaitu
pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar
minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan
mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal
(Scorge,2008).
Kerontokan rambut
dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai
pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung,
sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis
kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru (Scorge,2008).
Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”,
fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang
dimetabolisir dalam hati, efek samping
pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah
diatasi (Scorge,2008).
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Kanker ovarium berasal dari sel - sel yang menyusun
ovarium yaitu sel epitelial, sel germinal dan sel stromal. Sel kanker dalam
ovarium juga dapat berasal dari metastasis organ lainnya terutama sel kanker
payudara dan kanker kolon tapi tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
Pengobatan kanker ovarium dengan kemoterapi
merupakan pengobatan bantuan yang utama untuk kanker ovarium. estimasi operasi
pengangkatan tumor yang sulit, maka sebelum operasi terlebih dahulu dilakukan
kemoterapi sebanyak 1-2 kali, dapat meningkatkan efektifitas operasi
pengangkatan.
Sampai beberapa tahun yang lalu, tidak ada
alternatif untuk pasien dengan kanker ovarium. Saat ini, kita mempunyai kisaran
yang luas dari regimen-regimen baru dengan berbagai mekanisme aksi dan
kemoterapi lini yang berbeda tanpa perlu adanya cisplatin. Kanker ovarium
rekuren tetap menjadi tantangan bagi para onkolog. Waktu yang optimal untuk
intervensi, obat mana yang dipilih dan pilihan untuk monoterapi atau kombinasi
masih kontroversial. Interval bebas-penyakit, kemosensitif, jumlah lokasi yang
terlibat dan penampakan klinis adalah semua faktor yang mempunyai dampak pada
respon terhadap kemoterapi lini kedua atau ketiga. Regimen dosis tinggi masih
dalam fase eksperimental dan terapi kombinasi tidak secara signifikan
memperbaiki survival. Oleh karena itu, pasien harus berpartisipasi dalam
penelitian klinis atau harus diterapi dengan agen tunggal. Pada pasien dengan
potensial sensitif-platinum, terapi seharusnya mengandung paclitaxel, atau
derivat platinum. Bagaimanapun, agen kemoterapi baru harus digunakan untuk
memperpanjang interval bebas-platinum, ketika hal ini lebih pendek daripada 24
bulan, dalam rangka untuk meningkatkan kemungkinan respon sekunder terhadap
platinum. Pada pasien resisten-platinum, terapi bersifat paliatif;
polikemoterapi memberikan hasil angka respon yang lebih tinggi dibandingkan
dengan monoterapi tetapi tidak didapatkan perbaikan survival yang signifikan
yang ditunjukkan dan hal ini mempunyai dampak negatif pada kualitas hidup
pasien.
4.2 Saran
Diharapkan
makalah ini dapat di jadikan sumber pembelajaran bagi mahasiswa dan memehami
isi makalah ini, serta dapat mengaplikasikannya, dan kami menyarankan kepada
petugas kesehatan agar lebih meningkatkan ilmu tentang kanker ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo, Sarwono
.2008. Ilmu Kandungan. Tridasa Printer, Jakarta.
Salani, Ritu.2011. Kanker Ovarium; in Aziz MF, Andrijono, Saifuddin
AB, Buku Acuan Nasional Onkologi. Edisi pertama. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirodihardjo
Scorge, JO. 2008.
Principles of Chemotherapy : in Williams Gynecology. The McGraw Hill companies,
inc. United Stated.
Subagian Onkologi Ginekologi, 1998, Penuntun
Pelayanan-Pendidikan-Penelitian, Bagian obstetriginekologi, FKUI, Jakarta.
Wijaya, Adi. 2010.Ca Ovarium. Jakarta : EGC.
Busmar B. Kanker Ovarium; in Aziz MF,
Andrijono, Saifuddin AB. 2006. Buku Acuan Nasional Onkologi. Edisi pertama.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo
Brand AH. 2011. Ovarian
cancer debulking surgery: a survey of practice in Australia and New Zealand.
Int J Gynecol Cancer
The Borgata Hotel Casino & Spa in Atlantic City is BLACKLISTED! - JamBase
BalasHapusBorgata Hotel Casino & Spa in Atlantic 구미 출장안마 City is BLACKLISTED! · This 경상북도 출장안마 casino 태백 출장안마 hotel in the marina 광양 출장마사지 district has been BLACKLISTED for 1 year and they 남원 출장샵